Wedding itu sebuah kata yang indah di benak kita.
Event besar dalam kehidupan manusia, sebuah komitmen yang sangat agung.
Allah menyebutnya dengan "Mitsaqan Ghalidza" = komitmen yang paling erat di muka bumi ini.
Janji yang diutarakan manusia untuk menjadi pasangan manusia lain.
Hati jadi berbunga-bunga, jadi optimis menyambut masa depan, membayangkan adanya ketenangan dan kebahagiaan, bareng-bareng menghadapi semuanya.
So sweet...
Tapi percayalah, gak semudah itu...
Untuk mewujudkannya harus mendapatkan pasangat yang tepat, yang sehati.
Nyari sahabat aja sulit setengah mati apalagi pasangan hidup.
Ada yang punya 20 sahabat? 10?
Sahabat di sini maksudnya yang tahu segala hal tentang kita.
3 sahabat aja yang seperti itu sulitnya minta ampun ya.
Apalagi suami/istri, yang hubungannya lebih erat. Fisik, emosi, mental.
Bahkan dia akan menjadi pakaian kalian.
Wajar lebih sulit lagi untuk didapat.
Konsep yang booming untuk mencari pasangan hidup = pacaran.
Tapi jelas itu bermasalah di mata Allah dan Rasulullah ﷺ.
Kata Rasulullah ﷺ itu berzina. Zina mata, telinga, tangan, kaki, pikiran pun berzina, hingga berujung zina organ intim.
Janganlah kalian berdua-duaan dengan yang bukan mahrom.
Hasilnya pun gak efektif pula.
Pacaran bertahun-tahun tapi belum tentu nikah.
Kalaupun nikah, cepet cerainya.
Terbukti dengan angka perceraian kini yang makin tinggi.
Astaghfirullah.
Islam memberikan solusinya.
Konsep ini populer dengan nama "ta'aruf".
Apa sih artinya ta'aruf?
Secara bahasa artinya penjajakan, saling mengenal satu dengan yang lain.
Secara istilah sebenarnya tidak ada di dalam buku-buku fikih.
Namun para ulama memiliki konsep bagaimana mencari calon suami dan istri yang benar, dan kata yang bisa mewakili konsep itu di masyarakat kita disebut ta'aruf.
Hal pertama yang harus kita tahu sebelum taaruf adalah:
Bagaimana cara memilih pasangan yang benar?
Pastikan dulu kriteria calon pasangan kita.
Kriteria calon suami:
🌱 Agama baik
QS. Al-Baqarah: 221
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran."
"Bila orang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai datang melamar anak gadismu, maka nikahkan dengannya. Sebab bila tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan banyak kerusakan." (HR. Abu Hurairah)
Tapi gak langsung terima juga ya.
Intinya gak boleh menolak laki-laki karena agama dan akhlaknya.
Tapi boleh menolak misal gak suka gaya/penampilannya. Nanti ini akan dibahas di poin selanjutnya.
🌱 Fisik
Ada hadits tentang istri Tsabit bin Qais yang menggugat cerai karena khawatir kufur nikmat, karena suaminya banget baik, tapi ternyata dia gak cinta sama suaminya.
Ketika sedang berjalan bersama suaminya, lalu bertemu dengan para sahabat, lalu ia berkata dalam hati, "Suamiku paling pendek, paling hitam, paling gak ganteng ketika dibandingkan dengan para sahabat."
Padahal suaminya ini ahli surga. Gak jadi jaminan akan muncul rasa cinta.
Ini fitrah wanita juga suka fisik laki-laki, gak bisa dibantah, jangan pura-pura menutup mata.
Kita kan cari suami bukan imam masjid.
Ada laki-laki yang hafal 30 juz, hafal banyak hadist, rajin puasa, dsb, tetep harus dilihat fisiknya.
🌱 Mampu secara finansial atau memberikan nafkah batin dan non-batin
Ketika Rasulullah ditanya: "Muawiyah atau Abu Jaham?" Dua-duanya sholeh.
Rasululllah berkata bukan keduanya tapi Usamah yang mampu menafkahi batin dan non-batin.
Muawiyah tidak dipilih karena ia miskin.
Abu Jaham tidak dipilih karena ia memiliki temperamen yang buruk.
🌱 Punya jiwa pemimpin
Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita.
Jadi carilah orang yang tegas, punya prinsip, gak cuma ikut apa kata atasan.
Karena nafkah, ada usaha meskipun nggak tetap, di dunia gak ada yang permanen.
🌱 Lemah lembut dengan wanita
Cek bagaimana dia memperlakukan ibu dan saudara perempuannya.
🌱 Punya waktu yang cukup untuk anak-anak dan istrinya
Untuk mendidik keluarga dan family time.
Kriteria calon istri:
🌸 Agamanya bagus
Laki-laki akan beruntung jika mendapatkan pasangan yang sholiha.
Mendidik wanita itu susah, tidak mudah.
Analoginya: Mending beli bubur langsung kan, daripada dari beras.
Cari yang beriman, takut kepada Allah, maka dia akan memberikan hak suaminya.
🌸 Cantik
Kalau Allah sudah memantapkan hati disyariatkan nazhor.
Melihat wanita akan membuat langgeng.
Jangan paksakan diri kalo gak cocok wajah dan fisik, jangan membohongi diri sendiri.
Fitrah laki-laki suka fisik wanita.
Boleh mempertimbangkan kecantikan.
🌸 Penuh rasa cinta & bisa mengungkapkannya
Pilihlah wanita yang bisa mengungkapkan rasa cinta dengan kata-kata mesra, manja, sikap suka memeluk suami, menggenggam erat tangan suami. Lembut dan santun.
Lebih baik perawan daripada janda. Karena biasanya lebih manja.
Salah satu kriteria wanita surga = al-waduud.
Jangan wanita yang kasar dan keras. Not recommended.
🌸 Keluarganya baik-baik
Jangan pilih wanita baik tapi tumbuh di lingkungan yang tidak baik. Not recommended.
Pasti ada pengaruh, kalau gak mempengaruhi karakter, tapi mempengaruhi rumah tangga.
Mau gak mau berhadapan dengan keluarga besarnya. Akan menimbulkan kesulitan.
🌸 Kaya
Ini hanya kriteria tambahan.
Untuk penyempurna.
Tapi orientasi kita bukan harta, tapi menunjang akhirat kita.
🌸 Subur
“Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak (subur) karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan umat-umat yang lain.” (HR. Abu Dawud)
Kesimpulan
Agar rumah tangga bahagia, mencari pasangan yang sesuai dalam Islam, ada 2 kriteria:
✨Agama dan akhlaknya baik
✨Kita suka dan cocok secara pribadi (karakter dan fisik)
Hal kedua yang harus kita tahu sebelum taaruf adalah:
Bagaimana mencari pasangan yang tepat?
3 cara/media (umum):
1. Melalui teman/kolega/sahabat
Contohnya ketika Rasulullah ﷺ menikah dengan Khadijah dengan mediator saudara/sahabat Khadijah.
2. Orangtua kita
Khususnya untuk wanita. Seperti Umar رضي الله عنه mengajukan Hafsah ke Utsman رضي الله عنه dan Abu Bakar رضي الله عنه, ternyata akhirnya dilamar oleh Rasulullah ﷺ. Tentu dengan cara yang bijak dan santun.
3. Kita sendiri
Bisa mengajukan ke akhwat/ikhwan.
Boleh kok akhwat mengajukan diri ke ikhwan.
Bukan aib kok, gak tercela, gak masalah dalam Islam.
Bukankah Khadijah yang tertarik lebih dahulu ke Rasulullah ﷺ?
Dengan cara yang bijak dan gak murahan, gak menurunkan harkat martabat sebagai wanita.
Jangan sampai menyesal, ingat persaingan ketat di zaman sekarang ini.
Nyari wanita dan laki-laki sholeha tuh susah.
Kalau laki-laki itu baik gak akan melecehkan dan meremehkan kita. Kalaupun dia tidak suka tetap akan menghargai kita.
Jadi setelah tahu kriteria, tahu medianya lewat siapa atau cari sendiri, maka hal ketiga yang harus kita tahu sebelum taaruf adalah:
Apa yang selanjutnya dilakukan? Bagaimana prosesnya?
1. Jujur pada diri sendiri
Evaluasi diri, kita ini seperti apa, muhasabah.
Sudah sholeh(a) atau belum.
Sudah santun belum.
Pantaskah mendambakan seperti Aisyah/Ali?
Kalau ingin mendapatkan pasangan sholeh(a), sholeh(a)kan diri sendiri dulu.
QS. An-Nur: 26
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga)."
Ruh hanya bisa nyambung dengan yang cocok, kalo penuh dengan maksiat akan cocok dengan yang maksiat juga, kalo taat akan ketemu sama yang taat dengan Allah pula.
2. Jujur dalam menetapkan kriteria
Yang jadi masalah adalah banyak ingin dapat cantik/tampan, tapi malu-malu.
Kemukakan dengan mediator.
Perlu dicatat biar gak lupa apa aja kriterianya.
3. Kalau meminta bantuan orang lain, jangan asal-asalan, cari yang amanah dan paham fikih
Cari mediator yang bukan asal-asalan mencocokan.
Tapi juga dilihat dari sisi karakter, nyambung gak kalo ngobrol/ngalir gak pembicaraannya.
Bukan hanya sholeh-sholeha aja, serasi gak karakternya, bisa saling melengkapi.
Tugas mediator sangat krusial, gak sebatas tukas menukar biodata terus dibiarin lanjut sendiri, harus bisa 'baca' kesesuaian karakter.
Kalau terjadi perceraian, mediator bisa dituntut di hari kiamat.
Kalau bisa carilah mediator yang ngerti kita dengan baik dan tahu apa yang kita inginkan.
4. Jangan percaya dengan apa yang kita dengar/baca sebelum di-crosscheck
Walaupun sudah ngaji, banyak 'oknum' loh.
Jangan diterima mentah-mentah data itu.
Kalau beli baju gak suka, tinggal buang, kalau calon pasangan?
Cek kerja dan tinggal di mana, misal bawa mobil bener gak itu miliknya, cek orangtuanya, pastikan semua data benar.
Investigasi lapangan sangat penting.
Teori introgasi itu adalah ajak bicara selama mungkin, nanti dia gak fokus, banyak yang akan keluar.
Cari tahu dari saudaranya, orangtuanya, teman kuliahnya, koleganya, kenalannya.
Benar kita gak setuju pacaran, tapi taaruf juga gak simple.
Keluarkan semua link yang kita punya untuk investigasi.
5. Kita diperbolehkan untuk bicara dengan calon kita
Ini sangat disarankan.
Jangan main asal percaya saja.
Kita boleh ngetes, fit and proper test.
Ta'aruf dalam Islam ketat, gak asal-asalan.
Sehingga kita benar-benar dapat yang berkualitas.
Bukan hanya kemampuan yang dites, tapi juga kejujuran dia.
Ngobrol seperlunya sesuai kaidah syar'i, tanyakan hal-hal yang prinsip, contoh:
- Kalau kita menikah lalu ibu ingin tinggal bersama kita tapi aku ingin mandiri. Bagaimana sikap saudara?
- Ceritakan prinsip kamu terhadap anak. Misal: Saya ingin punya banyak anak.
- Bagaimana sikap kamu terhadap poligami?
- Jika mendapat godaan orang lain gimana sikap kamu?
- Konsep keluarga bahagia seperti apa?
Ketika bicara maka akan kelihatan pola pikir dan kecerdasannya.
6. Nazhor/melihat
Mayoritas orang salah dalam nazhor, termasuk yang sudah ngaji.
Hanya boleh di 2 waktu: setelah lamaran dan sebelum lamaran tapi sudah punya feeling kuat dia adalah jodoh kita.
Nazhor bukan di fase awal, tapi di tahap pertengahan/akhir. >80%. Itu fikih Islam.
Jadi tukar biodata dulu, terus cross-check, baru melihat = muka dan telapak tangan.
Bahkan pas nazhor, di tahap akhir ya, beberapa ulama berpendapat, yang diperbolehkan: rambut, leher, lengan, betis. Boleh karena udah 80% mau gol.
7. Ta'aruf tidak boleh dipisahkan dari melibatkan Allah, istikharah.
Allah lebih tahu. Percaya Allah tahu yang terbaik untuk kita.
Inilah bedanya pacaran dengan ta'aruf, kalau sudah mendekati zina, gimana mau dapat ridho Allah.
Pacaran gak melibatkan Allah, ta'aruf sangat menitikberatkan pada pertolongan Allah.
Apa yang ditulis dan didengar belum tentu benar, Allah lah yang tahu segala yang benar.
Harus lebih banyak do'a, dzikir, qiyamul lail, lebih dekat sama Allah.
Biar Allah tunjukkan apakah dia baik untuk kita atau tidak.
Kalau gak baik, Allah akan palingkan dan ganti dengan yang lebih baik.
Kalau memang itu jodoh kita, maka akan dimudahkan sama Allah.
"Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya.”
Sumber: Taaruf Pra Wedding - Ust. M. Nuzul Dzikri
0 Komentar