Menumbuhkan Kelas Sains yang Harmonis


Edukasi Sains Anak | Fitrah belajar merupakan salah satu fitrah perkembangan anak. Ya, setiap anak sesungguhnya memiliki naluri untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Oleh karena itu, sebagai orangtua di sekolah, kita para guru mendapat amanah untuk membantu setiap anak dalam menggali harta karun di dalam dirinya. 
Jika kita amati, anak-anak memiliki inisiatif, rasa ingin tahu, dan kreativitas yang tinggi untuk mengeksplor lingkungannya. 
Namun seringkali bagi orang dewasa, kegiatan eksplorasi anak-anak terlihat seperti hanya permainan tanpa makna. Tidak sedikit pula orangtua yang menganggap kegiatan eksplorasi tersebut adalah kegiatan yang membuat ruangan berantakan atau diri anak itu sendiri menjadi kotor. 
Sesungguhnya dunia bermain dan eksplorasi merupakan wadah belajar bagi mereka untuk mengenali yang mengantarkan pemahaman pada lingkungan dan dirinya sendiri. 
Ada kutipan yang menarik dari Albert Einstein: “Every child is a scientist.” 

Ya, setiap anak merupakan cikal bakal saintis. Mereka terlihat sangat menikmati saat-saat mengamati hal unik dan baru di sekitar mereka, seperti: pusaran air yang muncul saat hujan, serangga yang baru berganti kulit, atau perubahan pada tubuh mereka sendiri. Kemudian mereka melakukan uji coba pada yang mereka amati untuk membuktikan sesuatu yang muncul dalam benak mereka lalu mengajukan banyak pertanyaan berkaitan hal tersebut, yang akhirnya seringkali membuat para orangtua kelelahan bahkan menghindar untuk menjawab. 

Sesungguhnya yang mereka lakukan itu adalah metode saintifik (observasi, hipotesis, dan eksperimen). Tapi keseruan seperti itu terkadang tidak ditemukan ketika mereka belajar sains. 

Mengapa semakin bertambah usia, pelajaran sains menjadi tampak kurang menarik?

Seolah-olah kehilangan daya tariknya karena digantikan dengan teks-teks panjang, definisi-definisi abstrak, dan istilah-istilah yang harus dihapal. 
Begitu pula yang saya rasakan di pengalaman awal mengajar, ketika itu kegiatan di kelas sains dominan berupa penjelasan definisi dan istilah melalui slide presentasi dan video kemudian dilanjutkan dengan tugas menulis. 
Betapa kasihannya anak-anak didik saya saat itu, apalagi jika pelajaran sains di siang hari, tampak wajah-wajah kelelahan, mengantuk, dan bosan menjadi satu. Secara tidak langsung saya sendiri yang memudarkan daya tarik sains di mata anak-anak.
 
Jadi saya berpikir dengan keras, bagaimana cara untuk mengembalikan daya tarik pelajaran sains?

Anak-anak didik yang saya ajar adalah generasi Z (kelahiran 1995-2009), atau istilah yang sering kita dengar adalah “kids zaman now” 
Beberapa karakter mereka yaitu: 
  • tidak bisa hidup tanpa internet, 
  • pembelajar mandiri, 
  • suka kebebasan berkreasi, berpendapat, dan berekspresi, serta 
  • berwawasan global. 
Sungguh karakter yang sangat menarik. Maka saya harus berusaha mengajar dengan metode yang sesuai dengan karakter mereka. 
Karakter yang paling saya rasakan pada diri mereka selama saya mengajar adalah kebebasan berkreasi, berpendapat, dan berekspresi yang cukup membuat saya kaget dan butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Tidak jarang hasil kreasi mereka membuat saya terkesima dan pertanyaan-pertanyaan out of the box dari mereka ikut membuat saya berpikir lebih dalam. 
Tantangan besar lainnya adalah dunia anak-anak masih sangat erat dengan dunia bermain, kegiatan menyenangkan tersebut sebenarnya dapat kita sisipkan nilai-nilai spiritual, karakter positif, dan ilmu sains itu sendiri. Maka saya pun harus berusaha menampilkan sains dengan menarik dan menyenangkan tapi bukan berarti dominan dalam bentuk gambar dan video seperti yang saya lakukan sebelumnya. 
Akhirnya setelah berkontemplasi, saya memutuskan harus berusaha untuk menampilkan sains dengan harmonis. 
Bahwa dengan belajar sains mereka tidak hanya mendapat pengetahuan, tapi juga membiasakan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi, serta semakin menghayati ajaran agama yang dianutnya dan mengenal penciptanya.
Saya melakukan pencarian ke berbagai sumber, seperti internet, pepustakaan, dan mengamati serta berdiskusi langsung pada rekan-rekan guru yang sudah berpengalaman. Saya menemukan berbagai web yang menarik tentang bagaimana mengajarkan sains dengan menyenangkan dan bermakna, saya juga menemukan orang-orang di berbagai belahan dunia yang mau berbagi cerita dan inspirasi dari kelasnya di media sosial, dan Alhamdulillaah saya dikelilingi rekan-rekan di Mutiara Bunda yang sangat membantu dalam mengembangkan diri. 
Saya juga menggali inspirasi dari pengalaman yang saya miliki untuk dibawa ke kelas, salah satunya yaitu kesukaan saya membuat origami. Dari tahap pencarian, saya mulai mengaplikasikan ide-ide tersebut setahap demi setahap untuk menumbuhkan kelas sains yang harmonis. 

Di awal mengajar, saya melakukan apersepsi, bisa berupa permainan, tantangan, atau pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik rasa ingin tahu mereka. Saya berusaha menghubungkan materi yang dipelajari dengan kejadian sehari-hari atau tubuh mereka sehingga memberi kesan sains itu dekat dengan mereka. 
Saya juga mendorong mereka mengungkapkan wawasan yang mereka ketahui melalui diskusi terbuka, agar mereka dapat menghubungkan bahwa sains merupakan solusi dari masalah lingkungan, misalnya isu krisis energi, serta mengajak mereka berpikir bahwa sains dan teknologi sangat berhubungan erat. 

Di setiap eksperimen, anak-anak pasti membuat laporan sains, biasanya yang saya lakukan untuk mengasah kreativitas dan motorik halus mereka adalah membuat foldable science task
Di setiap materi sains, saya berusaha memberikan kegiatan hands-on-learning, seperti eksperimen atau proyek sains membuat karya 2D/3D. Kegiatan hands-on-learning tersebut, tidak hanya membuat tangan anak-anak sibuk, tapi juga memancing mereka untuk berpikir kritis dan penyelesaian masalah. 
Kemudian saya juga mengajak anak untuk melakukan refleksi, nilai-nilai apa yang dapat diambil selain ilmu pengetahuan. 
Saya berharap semoga anak-anak didik saya bisa menjadi pribadi yang bersyukur pada Sang Pencipta atas anggota tubuh yang bekerja dengan begitu luar biasa, bumi yang seimbang karena mengalami daur di dalamnya, sehingga tumbuh kesadaran dalam diri mereka untuk menjaga kesehatan diri dan ikut berkontribusi melestarikan bumi.
Saya selalu terharu melihat usaha mereka dalam proses belajar. Bagaimana mereka tampak lebih terlibat dan menikmati saat-saat belajar sains. Anak-anak tampak lebih berani dan percaya diri saat diberikan kebebasan bereksperimen, mereka pun tampak lebih kreatif dalam menyajikan laporan atau tugas tertulis. 

Beberapa kalimat yang saya yakin membuat semua guru tersentuh hatinya dan makin bersemangat untuk berjuang di dunia pendidikan: “Yah, koq sudah selesai Bu, mau lagi eksperimennya”, “Yah koq sudah selesai Bu, gak kerasa ya belajarnya”, “Seru banget Bu, kapan lagi eksperimennya?” 
Betapa fitrah belajar anak itu tampak nyata jika kita sebagai guru membangun keharmonisan di dalam kelas kita. 
Resepnya adalah kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mengeluarkan kemampuan terbaik kita untuk menjalankan amanah ini dengan sepenuh hati. 
Apa yang berasal dari hati akan sampai ke hati.

P.S.: tulisan ini dibuat ketika saya mengikuti Temu Pendidik Nusantara 2018.
Tags: Teacher Journal

Posting Komentar

0 Komentar

Langsung ke konten utama