Kota tempat kami mendarat di Saudi Arabia adalah Jeddah “Pintu Gerbang Dua Tanah Haram”! Alhamdulillah setelah menempuh 9 jam perjalanan kami sampai dengan selamat lahir batin di kota tempat Nenek umat manusia dimakamkan ‘Siti Hawa’.
Umroh, Bukan hanya Perjalanan Fisik tapi juga Perjalanan Hati
Sabtu, 12 November 2022. Kuala Lumpur – Jeddah – Madinah
Ujian pertama sejak menginjakkan kaki di tanah Arab adalah paspor Mama sempat ditahan oleh mbak petugas imigrasi. Dia bolak-balik membandingkan antara foto di paspor Mama dengan foto pasporku, foto di komputer, dan wajah Mama. Terus dia geleng-geleng dengan ekspresi ‘something wrong’. Alhamdulillah saat itu aku gak merasa panik atau degdegan berlebihan. Mungkin karena ini kan niatnya buat ibadah umroh, jadi sudah kebentuk mindset serahkan saja semuanya ke Allah. Terus mbak petugasnya juga masih muda kayak anak kuliah, bahasa tubuh dan ekspresinya gak terlalu mengintimidasi seperti petugas imigrasi lainnya. Aku kalem tapi penasaran, kenapa sih mbak?
Aku berusaha komunikasi dengan mbak petugas pake bahasa Inggris, tapi antar mereka malah sibuk ‘berdebat’ pake bahasa Arab. Qadarullah aku dan Mama ternyata di barisan akhir dalam rombongan, jadi yang lain sudah keluar duluan dari area pemeriksaan, termasuk mas koordinator karena mengira semua sudah keluar. Jadi aku cuma bisa ‘curhat’ via telpon ke koordinator yang dia pun gak bisa apa-apa karena sudah di luar, aku hanya diminta menunggu dan berdoa. Baiklah.
Akhirnya setelah beberapa menit menunggu, paspor Mama dikembalikan tanpa memberikan penjelasan kenapanya, dan mbaknya hanya bilang, “No, nothing. Bye.” Lega sekaligus menyisakan kebingungan.
Lesson learned-nya: gak semua hal butuh penjelasan secara detail atau dengan logika. Kalau ikhtiar sudah, serahkan ke Allah, yasudah jangan overthinking. Relax, Miranti. Menunggu sambil dzikir saja, berdoa. Let Him do the rest because He knows the best for me, always.
Setelah keluar dari bandara King Abdulaziz International Airport, kami langsung menuju bus. Koper-koper sudah bertumpuk rapi dikumpulkan oleh tim UTM, alhamdulillah jadi kami tinggal duduk manis di bus. Perjalanan dari Jeddah – Madinah sekitar 6 jam. Sepanjang perjalanan yang kami lihat ada padang pasir, bebatuan, dan sekali-kali semak belukar, jarang terlihat rumah, lalu semakin lama semakin gelap. Eh, kelihatan ada domba dan unta juga! Masya Allah seneng melihat unta di habitat aslinya.
Saat Ashar kami sempat berhenti sebentar di rumah makan. Lumayan bisa sambil gerak-gerakin badan yang kaku. Setelah sholat, kaum ibu-ibu mulai berburu oleh-oleh. Di area depan rumah makan, sudah berjejer abang-abang penjual madu dan berbagai kacang, mereka bisa bahasa Indonesia! “Seratus ribu saja!”, “Seratus ribu Anies Baswedan.”, “Sudah menikah?” XD
Alhamdulillah kami sampai di Hotel Taiba Front jam 19:00. Alhamdulillah dapat hotel yang bener-bener dekat pelataran Masjid Nabawi, kurang dari 5 menit sampai. Masya Allah saat turun bus langsung kelihatan minaret Masjid Nabawi beberapa puluh meter di depan mata! Duh, rasanya langsung pengen lari dan bersujud di sana. Tapi badan berkata lain, lelah banget dan gak nyaman belum ganti baju habis perjalanan panjang. Jadi kami segera check-in, bagi-bagi kartu akses kamar, aku dan Mama sekamar dengan mbak Uchi dan Ibunya. Makan malam, mandi, terus langsung ke masjid Nabawi!
Ya Allah, detik-detik menginjakkan kaki di selasar Masjid Nabawi untuk pertama kalinya itu rasanya sulit dilukiskan dengan kata-kata, tenang banget suasananya di malam itu. Gak terlalu dingin, pas buat badan manusia tropis. Hal pertama yang tertangkap mataku adalah seorang anak perempuan berkepang dua yang berlari-lari bebas di selasar dengan wajah yang super ceria, jadi tertular happy lihatnya! Kalau gak malu, aku ikutan lari deh, hehe. Meskipun saat itu rombongan kami belum langsung masuk ke masjid, sholat jama’ah Maghrib dan Isya di pelatarannya saja, tapi rasanya sudah bahagia dan penuh syukur. Seperti perasaan pulang ke rumah, damai…tenang…nyaman.
Minggu, 13 November 2022. Ibadah di Masjid Nabawi dan Ziarah Lokasi Bersejarah di sekitarnya.
Alhamdulillah otomatis kebangun jam 3, loading dulu ini di mana ya… Ohiya di kamar hotel di Madinah!
Kamar yang kami tempati untuk berempat. Isi kamarnya standar ada 4 tempat tidur single, sofa dan meja, lemari, TV, dan 1 kamar mandi. Dan ternyata kami dapat bonus. Jadi ada satu pintu utama yang ketika dibuka isinya adalah 2 kamar tidur (@4 orang), lalu di antara kamar tersebut ada lorong, ruang tamu dan dapur! Dan yang membuat kami para kaum perempuan super happy adalah ada mesin cuci di dapur. Alhamdulillah, dapur tiba-tiba langsung berubah jadi ruang jemur dadakan, lumayan jadi gak bawa baju kotor terlalu banyak.
Setelah mengumpulkan nyawa sejenak, wudhu, kami langsung bergegas ke Masjid Nabawi. Sepanjang perjalanan gak berhenti bersyukur karena masih ngerasa antara percaya gak percaya, aku sudah sampai di kota tempat hijrahnya Rasulullah SAW. Di tempat kaum muslimin golongan awal akhirnya mendapatkan ketenangan untuk beribadah dan menunjukkan ke-Islam-annya setelah bertahun-tahun ditekan dan disakiti oleh Quraisy. Dibandingkan dengan keadaanku sekarang, perjuanganku terlihat bukan apa-apa dibanding perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabat untuk sampai ke kota ini dan membangun masjid ini.
Alhamdulillah lokasi hotel sangat dekat dengan pintu masuk khusus perempuan. Ya Allah, akhirnya bisa menjejakkan kaki ke dalam masjid Rasulullah. Haru dan bahagia. Penuh sekali orang di sini, penuh tapi tidak terasa sempit ataupun sesak, selalu ada ruang untuk yang baru datang. Alhamdulillah di sini aku merasa menjadi saksi bahwa mereka yang datang ke sini, Allah undang tanpa mengenal asal negara, suku, warna kulit, status sosial, bentuk rupa fisik. Intinya Allah undang siapa yang Dia mau undang tanpa melihat semua itu.
Shubuh di sini ternyata jam 5 lewat, jadi lumayan waktu jedanya setelah shalat malam. Buat aku ini godaan berat, baca Al-Qur’an pake ngangguk-ngangguk ngantuk jadinya. Butuh gerakin badan sebentar biar gak tertidur. Dan habis Shubuh kerasa lebih dingin ternyata, jadi besok harus pake jaket.
Saat jalan kembali ke hotel, langitnya masya Allah bagus banget, warna lembayung gradasi pink, baru kali ini melihat langit dengan warna selembut itu. Tak lama kemudian, perlahan-lahan semua payung di selasar masjid mengembang terbuka, membuat semua orang langsung terhenti dan menengadah ke atas. Masya Allah! Bahkan burung-burung juga ikut menyambut indahnya pagi itu, ramai kicauannya.
Setelah sarapan di hotel, kami kembali berkumpul di selasar Masjid Nabawi. Hari ini agendanya adalah ziarah lokasi bersejarah di sekitar masjid Nawabi.
Lokasi pertama yang kami datangi adalah tempat jenazah Rasulullah dimandikan. Langsung terbayang kisahnya saat itu Umar ra. teriak tak percaya bahwa Rasulullah SAW telah meninggal. Betapa hancurnya hati para sahabat dan seluruh umat muslim di kala itu. Ditinggalkan selamanya oleh Rasulullah SAW. Kita saja yang belum pernah bertemu beliau sedih saat mendengar kisahnya. Apalagi mereka yang pernah bertemu langsung dengan beliau, berinteraksi dengan beliau, diajak ngobrol, diajak bercanda, ikut sholat berjama’ah yang diimamin oleh beliau, duduk khusyuk di halaqah beliau. Pasti sangat kehilangan banget. Ya Allah rindu beliau...
Tapi sayang lokasi ini belum direnovasi sejak COVID-19, jadi tampak seperti taman tak terurus, sedih.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ziarah di area Masjid Nabawi, ziarah Raudhoh tapi dari jauh dulu, ziarah makam Rasulullah juga dari jauh, dan ziarah makam Baqi’ (areal pemakaman yang menyimpan jasad sahabat-sahabat Rasulullah SAW). Di setiap lokasi, Ustadz yang mendamping rombongan kami selalu memimpin doa. Ya Rabb, semoga Engkau kumpulkan kami kelak di surga-Mu bersama Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Agenda dari travel berakhir sekitar jam 9an, setelah itu acara bebas. Mama dan aku lanjut sholat Dhuha di masjid Nabawi. Lalu coba jalan sedikit keluar dari selasar masjid, ada stand-stand jualan makanan, minuman, dan printilan. Dan karena matahari mulai tinggi, akhirnya kami memutuskan beli es krim! Lumayan 10 real. Rasanya unik, ada sentuhan rasa rempah dan taburan kacang.
Setelah itu kembali ke hotel untuk makan siang dan kembali lagi ke masjid Nabawi di setiap waktu sholat. Tenang banget rasanya di sini, aktivitas benar-benar berpusat pada sholat, Al-Qur’an, dan berdzikir pada-Nya.
Senin, 14 November 2022. Ibadah di Masjid Nabawi dan Ziarah Kota Madinah.
Alhamdulillah pagi ini bisa sholat malam dan Shubuh di masjid Nabawi lagi.
Hari ini setelah sarapan, agendanya adalah keliling kota Madinah:
- Masjid Ijabah* (terletak sekitar 500an meter dari Masjid Nabawi)
- Masjid Bilal bin Rabbah* Ini adalah sahabat yang Rasulullah dengar ada bunyi tapak sendalnya di surga, masya Allah. Apa rahasianya? Beliau selalu menjaga wudhu.
- Masjid Quba’. Di sini kami sempat berhenti beberapa saat untuk sholat sunnah. Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW. Yap bayangkan masjid ini dibangun dengan tangan Rasulullah SAW sendiri, ingin rasanya berlama-lama di sini.
- Jabal Uhud. Di sini ada pemakaman para syuhada Uhud. Yang masih ada nisannya adalah nisan Hamzah bin Abdul Muthalib. Ingat kan ya kisahnya? Beliau yang mati syahid lalu dibelah dadanya lalu dimakan jantungnya. Ternyata ketika daerah ini pernah banjir, jasad beliau terangkat keluar dari tanah tapi dengan kondisi masih utuh bahkan darah segar masih mengalir. Masya Allah! Begitu ya kalau jenazah orang yang mati syahid karena menegakkan agama Allah, mikroorganismepun segan untuk menyentuh jasadnya.
- Pasar Kurma. Aku excited sebenarnya karena mau melihat kebun kurma, tapi ternyata itu inisiatif masing-masing kalau mau jalan ke kebun kurmanya yang berada di belakang toko. Sebagian besar yang datang langsung khusyuk di dalam toko memilih oleh-oleh. Enaknya di sini kita bisa coba nyicipin dulu, penjualnya bisa bahasa Indonesia bahkan menerima pembayaran dalam bentuk rupiah!
- Masjid Qiblatain* (Masjid yang menjadi menjadi saksi perpindahan arah kiblat kaum Muslim)
- Masjid Sab’ah* (Masjid Tujuh tapi sekarang tinggal Lima. Dulunya merupakan pos-pos penjagaan selama Perang Khondaq (Perang Ahzab))
- Area Khandaq* Langsung membayangkan bagaimana di masa itu Rasulullah dan para sahabat menggali parit mengelilingi Madinah dengan tangan mereka sendiri. Subhanallah.
*= hanya dilewati
Setelah perjalanan, sore ba’da Ashar kami diberi arahan singkat mengenai tata cara Umroh. Artinya sudah mau meninggalkan Kota Nabi. T_T
Selasa, 15 November 2022. Raudhoh dan hari terakhir di Masjid Nabawi, menuju Makkah.
Agenda yang ditunggu-tunggu tiba, ke Raudhah! Salah satu tempat yang ada di dalam masjid Nabawi yang merupakan tempat mustajabnya doa dan merupakan taman syurga.
Kami sudah berkumpul dari sebelum Shubuh, langsung ambil posisi sholat di selasar masjid yang dekat dengan Raudhah. Excited, ramai sekali dan penuh sesak antriannya. Antrian di sini bukan puluhan, tapi ratusan. Masya Allah sebanyak ini ya yang rindu Rasulullah, dan antrian ini terjadi tiap hari kan…
Sempat agak chaos karena ada beberapa orang yang bukan rombongan dan badannya lebih besar daripada kita orang Asia mau nyelip di antrian kami. Ustadzah pemimpin rombongan kami beberapa kali mengingatkan untuk jaga barisan, pegang yang di depan dan di belakang agar tak terputus, karena kalau ada yang ‘menyusup’ nanti kuotanya berkurang.
Bagaimana rasanya saat di Raudhah?
Setelah antrian panjang yang diselingi isak tangis. Akhirnya Raudhah tinggal beberapa langkah lagi. Takbir dan tangis makin terdengar dari segala arah. Ya Allah semakin dekat ya… Teringat cerita mba Devi yang saat masuk ke sini rasanya seperti ada air terjun menyirami kepalanya, tapi gak basah, terasa efeknya sejuk dan adem. Sejak mendengar cerita itu aku selalu penasaran seperti apa nanti rasanya ketika masuk ke Raudhah.
Rasanya seperti dipeluk. Erat banget dan nyaman. Gak bisa berhenti mewek dari awal masuk Raudhah, pas sholat sunnah semakin menjadi-jadi, hingga berdo’a. Ya Rabbi… Kayak hancur pertahanan diri, puas rasanya ngadu semua hal ke Allah, memohon ampunan-Nya. Kangen banget sama Rasulullah. Pengen ketemu, pengen ‘pulang’, tapi PR di dunia belum selesai. Rasanya ingin lebih lamaaa, tapi kasihan masih banyak yang ngantri. Ya Allah semoga bisa ke sini lagi, lebih lama, lebih dekat dengan Rasulullah.
Keluar dari sini, semua mata terlihat sembab. Campur aduk rasanya pasti, bahagia karena bisa sedekat itu dengan Rasulullah, sedih karena hanya sebentar bisa di sana, tenang karena baru saja curhat ke Allah.
Karena hari ini adalah hari terakhir kami di Madinah, setelah sarapan di hotel langsung ke Masjid Nabawi lagi. Memanfaatkan setiap detik yang tersisa. Sholat sunnah, baca Qur’an, dzikir, banyak-banyak berdo’a hingga Dzuhur. Kami sempat menyaksikan ternyata beberapa menit setelah Dzuhur, atap masjid di bagian kubah dibuka, sepertinya sengaja ya buat sirkulasi udara dan sinar matahari, benar-benar didesain dengan sangat baik dan memperhatikan segala aspek. Masya Allah takjub banget saat melihat perlahan-lahan atap terbuka lalu sinar matahari masuk menerobos ke dalam masjid, light upon light.
Jam 13:30 bismillah rombongan otw Makkah. It’s really hard to say goodbye to Madinah. Kota yang bikin hati tenang, damai, nyaman seperti di rumah, cuaca juga sangat bersahabat. Gak terlalu terik, juga gak terlalu dingin mengigit. Alhamdulillah pas, enak banget di badan. Semoga bisa datang kembali ke kota Nabi. Sebelum sampai Makkah, kami berhenti di Bir Ali untuk mengambil miqot.
Jam 20:30 alhamdulillah sampai hotel di Makkah. Kabar baiknya adalah hotel kami di-upgrade jadi lebih bagus karena yang sebelumnya belum selesai renovasi. Tabarakallah. Dari Hilton Convention jadi Hilton Suite. Bener-bener bintang lima ini! Kalau di Hilton Convention lumayan jalannya ke Masjidil Haram, kata Ustadz agak menanjak. Kalau di Hilton Suite tinggal nyebrang sudah sampai pelataran Masjidil Haram. Masya Allah… Alhamdulillah, dapat bonus nikmat lagi dari Allah.
Jam 22:30 kami kumpul di lobby buat Umroh. Bismillah.
Rabu, 16 November 2022. Umroh dan Fokus Ibadah di Masjidil Haram.
Tengah malam kami masih menjalani ibadah umroh. Lagi-lagi antara percaya gak percaya, ini sedang di Makkah! Yang kalau di Indonesia jam segini waktunya tertidur lelap, ini di sini benar-benar ON body-mind-soul. Bahkan di rombongan kami ada beberapa yang sudah sepuh, tapi masya Allah saat ibadah umroh kuat loh ngikuin ritme.
Saat tawaf tidak ada bacaan atau dzikir tertentu, jadi ini salah satu kesempatan untuk banyak-banyak berdoa. Kalau sarannya Ustadz Adi Hidayat, kita bisa mendoakan khusus untuk orang/kelompok di setiap putaran, misalnya putaran pertama untuk kedua orang tua, putaran kedua untuk saudara kandung, putaran ketiga untuk keluarga besar, putaran keempat untuk sahabat dekat, putaran kelima untuk teman dan kolega, putaran keenam untuk seluruh umat muslimin di seluruh dunia, putaran ketujuh untuk diri sendiri.
Bagiku, nuansa Masjidil Haram beda banget sama Masjidil Nabawi. Yang terasa dominan adalah nuansa megah, terbayang keagungan dan kekuasaan Allah yang begitu besar. Allahu Akbar. Saat pertama kali melihat Kakbah, deg! Kiblat 2 milyar umat Islam berdiri tegak dan begitu dekat di hadapanku. Ya Rabb…hamba begitu kecil. Teringat kisah Kakbah sejak zaman Nabi Adam, mengalami kerusakan akibat terkena banjir di zaman Nabi Nuh, zaman Nabi Ibrahim dengan anaknya, Nabi Ismail, yang meninggikan Kakbah, hingga kini tetap berdiri kokoh. Betapa Allah selalu menjaganya.
Salah satu pelajaran yang Allah tunjukkan padaku di sini adalah yang Allah undang ke rumah-Nya itu tanpa memandang asal negara, suku, warna kulit, status sosial, bentuk rupa fisik. Allah undang siapa yang Dia mau undang tanpa melihat semua itu. Bahkan saat di bandara, aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, seorang bapak yang tua kurus dan berkulit sangat gelap karena sengatan sinar matahari, berdiri agak membungkuk di antrian sebelahku. Tampak dari pakaiannya sederhana sekali. Bahkan terlihat kain ihram yang dia gunakan itu kasar T_T. Dan dia tidak bisa berbahasa Inggris, jadi harus dibantu oleh koordinator rombongannya. Tapi Allah undang dia… masya Allah. Betapa Allah ingin mengingatkanku untuk don’t judge someone’s heart by his/her appereance.
Alhamdulillah umroh berjalan lancar, kami selesai jam 2:30. Masya Allah gak ada terasa ngantuk sama sekali karena gerak terus kali ya dan Allah kuatkan karena diniatkan ibadah. Beres umroh, galau nih antara mau tidur atau nunggu Shubuh(?) Saking lelahnya akhirnya ketiduran dan Shubuh gak di Masjid, hiks. Baru kuat ke Masjid saat Dzuhur, balik ke hotel buat makan siang. Lalu kembali lagi ke Masjid hingga Isya.
Kamis, 17 November 2022. Umroh Badal dan Fokus Ibadah di Masjidil Haram.
Alhamdulillah bisa Shubuh di Masjidil Haram.
Jam 7:30 kami berkumpul untuk mengambil miqot, di Masjid Aisha. Insya Allah aku niatnya mau umroh badal untuk almarhum Papa dan Mama niatnya mau umroh badal buat Eyang.
Jum’at, 18 November 2022. Makkah City Tour dan Umroh Sunnah.
Alhamdulillah pagi ini bisa sholat malam dan Shubuh di Masjidil Haram lagi.
Hari ini setelah sarapan, agendanya adalah keliling kota Makkah:
- Jabal Tsur * (saksi sejarah perjalanan Rasulullah SAW bersama sahabatnya Abu Bakar saat berhijrah ke Madinah)
- Jabal Rahmah (tempat yang dipercaya menjadi lokasi bertemunya Adam dan Hawa setelah tobat mereka diterima dan dipertemukan kembali, juga sebagai tempat jamaah haji berwukuf tanggal 9 Dzulhijjah)
- Muzdalifah * (tempat antara Mina dan Arafah, di sini jamaah haji diperintahkan untuk singgah dan bermalam setelah bertolak dari Arafah)
- Mina * (Lokasi yang bikin emosional… Eyang Putri meninggal di sini saat tragedi Mina 1990, saat Mama mengandung aku)
- Masjid Al Ju’ranah (tempat Miqot)
- Jabal Nur (Gua Hira’) *
*= hanya dilewati
Hari ini bagi yang mau umroh sunnah dipersilakan, aku dan Mama memutuskan ikut. Sayang kan ya mumpung Allah kasih kesempatan lagi. Bismillah.
Bagiku yang unik dengan jama’ah Indonesia adalah selalu berkelompok, pake seragam dan syal samaan (bahkan ada juga yang pake pita samaan, cute banget), saat Tawaf dan Sa’i membaca do’a dengan suara keras yang dipimpin oleh Muthawif. Menarik perhatian jama’ah lain, terkadang mereka jadi ikut dalam rombongan kami. Bahkan di salah satu perjalanan sa’i, aku ingat ada dua orang anak kecil berwajah Timur Tengah yang menatap rombongan kami dengan tatapan penasaran. Akhirnya aku balas tatapan mereka, memberikan mereka senyuman lebar, dah dadah dadah jadinya. Yang dibalas lagi sama mereka. Sweet, betapa mudahnya di sini tersenyum ramah bahkan dengan orang asing. Bukan hanya ke anak kecil yang pada dasarnya mereka memang polos, tapi beberapa kali aku juga mendapatkan keramahan orang dewasa selama di Haramain. Ah benar ya, berada di kota suci membuat benteng pertahanan seseorang runtuh, yang mungkin kalau di luar sana kita ekstra berhati-hati atau bahkan curiga sama orang baru, tapi di sini membuat kita menjadi sosok yang lebih hangat, murah senyum, dan mudah berbagi.
Sabtu, 19 November 2022. Hari Terakhir di Masjidil Haram.
Rasanya semua berlalu begitu cepat. Sat set sat set. Hari ini sudah hari terakhir aja…
Setelah Shubuh kami lanjut tawaf wada’. Sedih. Tawaf perpisahan. Kapan lagi ya bisa ke Haramain lagi… Umroh lagi kah… Atau nanti pas haji. Ya Allah semoga Engkau undang lagi, ini belum pergi sudah terasa rindu…
Di hari terakhir ini salah satu jama’ah dapat ujian dari Allah, ayahnya mba Uchi ngedrop, jantungnya sakit. Jadi Ustadz pendamping kami fokus ke beliau. Alhamdulillah salah satu jama’ah ada yang berprofesi dokter, jadi bisa dapat tindakan cepat. Akhirnya diputuskan untuk membawa Ayah mba Uchi ke RS. Qadarullah keluarga mba Uchi memperpanjang waktu tinggalnya di Makkah. Alhamdulillah kabar terakhir yang kami dapatkan Ayah mba Uchi sudah pulih dan mereka pulang ke Pangkalpinang dengan selamat. Alhamdulillah.
Di hari terakhir ini aku dan Mama terpisah dengan jama’ah lain, dari sholat Shubuh, tawaf wada’, sampai Dhuha. Bener-bener cuma berdua sama Mama. Setelah dipikir-pikir, itu emang apa yang aku niatkan, Umroh ini juga sekalian quality time sama Mama. Take care Mama, banyak-banyak minta maaf ke Mama, banyak-banyak peluk Mama T_T fokus cuma ke Mama. Surprise kali ini dari Allah adalah gak sengaja kami nyasar ke lantai 2 Masjidil Haram, nah sebenarnya dari kemarin memang ngebatin pengen naik deh tapi bingung lewat mana ya, eh Allah yang arahkan. Alhamdulillah. Pas di lantai 2 rasanya beda pas ngeliat Kakbah dari sudut pandang lebih tinggi, sedih sudah waktunya berpisah. Ya Rabb.
<Bersambung ke Catatan Umroh Part III>
0 Komentar