Reminder in the Middle of Chaos


“Nak, tidak semua yang indah dipandang mata itu benar dan baik ….” kata seorang ibu dengan lembut pada seorang anak perempuannya.
Anak tersebut tampak belum mengerti sepenuhnya, tapi tatapan ibunya seolah-olah mengatakan perlahan-lahan ia akan memahami makna kata-kata tersebut.

Sesungguhnya ibu itu sedang mengkhawatirkan banyak hal. Tentang betapa besar tantangan yang ia hadapi dalam mendidik anak-anaknya di era visual kini. Jika nanti mereka telah mengenal media sosial, ia berharap semoga mereka bisa mengendalikan diri untuk berinteraksi di sana, bisa memilah mana yang baik dan benar dengan petunjuk dari-Nya. Ibu itu berusaha mengingatkan diri sendiri bahwa kini tugasnya adalah menguatkan pondasi dalam diri anak-anaknya. Agar mereka tetap mengingat jati diri mereka yang sebenarnya dan tidak tersesat di tengah kekacauan.
*** 
Ah, sebenarnya yang khawatir bukan ibu itu saja.
Ada banyak orang di luar sana yang merasa ini zaman yang chaos! Zaman yang kacau, karena segala sesuatu banyak yang tercampur aduk, kadang kita sulit memisahkan mana yang baik dan buruk, serba abu-abu. Kenapa? Mungkin karena kita (sering) menilai sesuatu berdasarkan dari apa yang kita lihat saja. Mungkin karena kita terlalu sering mendapat stimulasi melalui mata, apalagi sekarang kita berada di era visual. 
***
Beberapa hari yang lalu, aku menyimak kajian Yasmin Mogahed dari website Muslim Central yang berjudul Finding True Identity in Chaos, ada banyak poin yang bisa direnungkan dari sana. Pas banget menjawab kekhawatiran kita di tengah chaos.

Latar belakang Yasmin Mogahed mengambil judul tersebut adalah pertanyaan:

Bagaimana cara untuk menemukan siapa diri kita yang sebenarnya di tengah dunia yang chaos ini?

Hmm, kalian ngerasa gak?
Kita sekarang hidup di tengah-tengah kekacauan.
Banyak sumber yang berusaha mendoktrin siapa diri kita yang sebenarnya atau seharusnya kita harus menjadi seperti apa.
Sumber itu bisa orangtua, teman, saudara, tetangga, rekan kerja, pasangan, budaya di sekitar, dan yang paling parah adalah media massa!
Mereka seolah-olah mengatakan:
This is who you should be.”

Mereka berusaha memberi tahu kita tentang bagaimana cara berpakaian, berperilaku, bahkan apa yang penting dan tidak penting untuk dipikirkan.
Kita dibombardir oleh gambar dan video yang disebarkan lewat TV dan gawai, setiap hari!
Bahkan ketika kita menganggap diri kita (hanya) sedang menyaksikan berita, yang kita pikir (hanya) untuk mendapatkan informasi, tapi ternyata banyak pesan yang disisipkan di sana. Atau barangkali informasi yang kita dapatkan salah.
Juga ketika kita berpikir hanya jalan-jalan, di mall apalagi, begitu banyak iklan yang bertebaran, yang seolah-olah mengatakan:
"This is who you are."

Mereka membentuk image of muslim agar kita tiru.
Seolah-olah semuanya dilemparkan masuk ke dalam pikiran kita melalui mata.
Mereka menanamkan apa yang mereka mau.
Benarkah seperti itu yang sebenarnya?
Benarkan itu sesuai dengan maunya Allah?

Jadi sekali lagi, 
Bagaimana cara untuk menemukan siapa diri kita yang sebenarnya di tengah dunia yang chaos ini?

Yasmin Mogahed memberikan resep agar kita mempertahankan jati diri kita yang sebenarnya, jati diri yang telah Allah bentuk dalam diri kita.

Mari kita sama-sama melihat lebih dalam QS Al Hasyr: 18-19.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Berikut penjelasannya:

Bagian Pertama dari QS Al-Hasyr: 18
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah…”

Di bagian ini, Allah berbicara pada orang-orang yang beriman untuk bertakwa kepada-Nya.
Ya, kata kuncinya adalah takwa.

Hmm, bagaimana kita biasanya menerjemahkan “takwa”?
Sebenarnya “takwa” itu maksudnya apa?
Kita diberitahukan sejak kecil bahwa “takwa” adalah rasa takut kepada Allah.

Itu benar, tapi…

Coba kita pikirkan sejenak tentang “rasa takut”.
Apa sih makna sebenarnya dari “rasa takut” di ayat tersebut?
Pernah gak kita mengasosiasikan rasa takut dengan rasa cinta?
Atau ada hubungannya gak antara rasa takut dengan rasa cinta?
Atau biasanya kita mengasosiasikan rasa takut dengan apa?

Hmm, biasanya yang kita pahami adalah
Rasa takut identik dengan menjauhi sesuatu, kita gak mau deket-deket dengan sesuatu yang kita takuti. *Bener gak?
Itu seperti rasa takut kita pada polisi.
Tapi apakah rasa takut seperti itu yang Allah maksudkan di ayat tersebut?

Yasmin Mogahed mengajak kita untuk memperbarui pemahaman kita terhadap konsep "takwa".

Contoh:
Coba pikirkan siapa orang yang paling kamu cintai di hidup ini. Bisa orangtua/anak/pasangan.
Bayangkan orang tersebut sangat marah, sampai gak mau ngomong ke kamu lagi!
Lalu apa yang kamu rasakan? 
Emosi apa yang muncul dalam dirimu?
Bisa jadi campuran antara kegelisahan, ketakutan, dan kesedihan.

Ketika kamu sangat mencintai seseorang, maka kamu sangat takut untuk tidak mengecawakan orang yang kamu cintai.
Kamu takut di-cut off sama dia.
Masuk akal kan?
Inilah yang dimaksudkan dengan konsep takwa.

Allah mengatakan bahwa nanti di surga, kita akan dapat melihat Allah. *Masya Allah…
Para ulama mengatakan bahwa hal itu merupakan kebahagiaan terbesar di surga!
Mendapat kesempatan bertemu Allah langsung.
Itu adalah hal yang paling ditunggu-tunggu, dibandingkan istana dengan segala kemewahannya, sungai-sungai berbagai rasa, dan kenikmatan lainnya di surga.

Tapi ada loh orang-orang yang tidak masuk surga sehingga tidak bisa melihat Allah karena mendapatkan murka Allah. *Astaghfirullah…
Orang-orang yang tidak diizinkan tersebut akan ada pembatas antara mereka dengan Allah. Allah bahkan mengatakan secara spesifik dalam Quran bahwa Dia gak mau bicara pada orang-orang tersebut.
Inilah hukuman dan ketakutan terbesar di akhirat, di-cut off oleh Allah.

Di dunia aja kita takut banget diputuskan dan dipisahkan dengan orang-orang yang sangat kita cintai, apalagi nanti di hari akhirat putus hubungan dengan Sang Maha Cinta?
Jadi inilah makna takwa yang sesungguhnya. Kita merasa sangat ketakutan putus hubungan dengan Allah. Kita takut tidak terhubung dengan-Nya lagi, kita takut Dia tidak mau bicara pada kita lagi. Kita takut dimarahin sama Allah.
Tapi sayangnya kesalahan pemahaman itu juga kita teruskan ke anak-anak kita.
Kita secara sadar dan tidak sadar mengajarkan rasa takut dengan definisi yang salah.

Bahkan sebelum anak-anak kita bisa mengeja bismillahirrahmanirrahiim (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), kita ajarkan anak-anak tentang halal dan haram, tentang rules!

Maksudnya tentang rules?
Kita katakan pada anak-anak kita:
“Kalo kamu melakukan sedikit kesalahan, maka polisi akan datang menangkapmu, akan menembakmu, akan memenjarakanmu!”
Itu pula yang kita ajarkan pada anak-akan tentang hubungan pada Allah. Ketakutan!
“Kalo kamu gak dengerin apa kata orangtuamu, kalo kamu melakukan dosa maka Allah akan memasukkanmu ke neraka,” dan begitu seterusnya berulang-ulang.

Jika masa kecilmu dipenuhi kata-kata seperti itu, maka perasaan apa yang muncul?
Hubungan apa yang tumbuh antara kamu dengan Allah?
Hubungan yang menjauh, semakin berjarak, menjadi menghindar.
Seringkali disadari atau tidak kita mengenalkan Allah dari sisi kemarahan-kemarahan-Nya, bukan dari sisi kasih sayang-Nya. Kita merasa bisa mengontrol anak-anak kita dengan cara seperti itu. Sesungguhnya itu adalah pendekatan yang salah.
Orang-orang yang tumbuh besar dengan pendekatan seperti itu akan menjadi takut dengan agama, mereka akan menjauh.
Kalo Islam hanya tentang haram dan halal, maka pikiran yang muncul adalah "Ya sudah sebaiknya dijauhi aja sekalian, semuanya."
*Astagfirullah…

Oleh karena itu, kita harus kembali ke konsep dasar, konsep yang Rasulullah contohkan pada kita, konsep Islam yang sesungguhnya, konsep yang menumbuhkan rasa cinta pada Allah.

Kalo kita lihat sirah Rasulullah.
Ada hadits dari Aisyah r.a., yang intinya:
Kalo ayat pertama turun tentang larangan minum alkohol, berhenti berjudi, maka orang-orang gak akan mungkin langsung nurut. Itu kalo peraturan yang turun duluan.
Tapi ayat yang turun duluan bukan tentang peraturan, tapi tentang membangun kesadaran manusia mengenai Allah, menumbuhkan hubungan dengan Allah, tentang siapa Allah, dan cinta pada Allah. Serta memberikan kesadaran adanya hari akhirat.

Kenapa ayat yang turun di awal bukan tentang peraturan?
Karena Allah tahu human nature, emang begitu manusia mah, gak suka disuruh-suruh kalo gak kenal siapa dibalik itu.
Tapi kalo kita sudah tahu siapa Allah, sudah tumbuh hubungan yang baik dengan Allah, beda lagi ceritanya.
Maka bangunlah kesadaran tentang apa yang sudah Allah berikan pada kita. Itulah model tentang bagaimana cara membangun ikatan dengan Allah.

Jadi daripada mengajarkan anak-anak kita dengan cara menakut-nakutinya pada Allah dengan neraka dan hukuman, kenapa kita tidak mengajarkan dengan cara mengatakan hal-hal seperti ini:
“Nak, udara yang kamu hirup ini adalah pemberian dari Allah.”
“Nak, mata yang kita gunakan untuk melihat pemandangan indah ini adalah pemberian dari Allah.”
“Nak, rumah yang nyaman ini adalah pemberian dari Allah. Di luar sana ada orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal yang nyaman.”
Semuanya terjadi karena Allah, atas izin-Nya.
Begitulah sebaiknya cara kita membangun rasa syukur pada anak-anak kita atas apa yang Allah berikan.

Cobalah mengubah pendekatan kita pada anak untuk mengenalkan kasih sayang Allah terlebih dahulu.
Insya Allah itu akan membangun rasa cinta pada Allah more and more.

Ada sebuah hadits yang cukup sering kita kenal:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat–yang masih samar–yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya.”

Hadits itu tidak berakhir di sana, ada bagian kedua yang kalo kata Yasmin Mogahed: this part blows my mind!

Yaitu:
“Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya. Ingatlah di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad akan ikut baik. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah segumpal daging itu adalah hati (jantung).”

Ternyata meskipun di bagian pertama yang tertulis adalah tentang peraturan (halal, haram, dan syubhat), bagian kedua membicarakan tentang hati. 
Jadi peraturan berhubungan dengan hati. Peraturan fungsinya untuk menjaga hati. Jika kita memperbaiki hati kita, maka peraturan akan mudah untuk diikuti.
Analogi lainnya adalah:
Jika kamu sangat mencintai seseorang, maka ketika diminta untuk melompat, kamu bakal nurut, segera melompat demi dia. 
Yes, you do what he/she ask to do.
Itulah cinta.
Cinta memotivasi kita untuk patuh.

Pernah denger ungkapan ini gak:
Kamu adalah hamba dari apa/siapa yang kamu cintai.
Maka berhati-hatilah dengan apa yang kamu cintai.
Bisa jadi yang kamu cintai uang, bisa pula kekuasaan.

Jadi…
Ketika kamu mencintai seseorang dan dia memintamu untuk melakukan sesuatu, maka kamu akan dengan mudahnya melakukan hal tersebut.

Tapi…
Jika kamu tidak mengenal apalagi mencintai seseorang lalu ia memintamu untuk melakukan sesuatu, maka boro-boro melakukan yang dia minta, buat beranjak dari posisi pun kadang males banget.

Bener gak?
Do you see the difference?
It's all about love.

Ketika kita mencintai Allah, terhubung dengan Allah, lalu Allah mengatakan bangunlah saat Fajr tepat waktu.
Maka kita bisa bangun dengan mudah. Insya Allah.
Tapi kalo hubungan kita gak dekat dengan Allah, seperti dengan orang asing. Lalu kita disuruh bangun dari tempat tidur yang nyaman untuk melaksanakan sholat shubuh, mungkin kita akan bilang, "Aaah, ngapain sih pagi-pagi dingin harus bangun." 
Itulah analoginya.

Intinya apa?
Jika kita membangun hubungan dengan Allah, maka kita akan dengan mudah melakukan apa yang Dia minta.
Tapi jika kita tidak terhubung dengan-Nya, kita akan berat melakukan apa yang Dia minta.

Takwa yang sesungguhnya harus berhubungan dengan cinta pada Allah, harus seimbang antara rasa takut dengan rasa cinta.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah memberikan analogi:
Orang yang beriman itu seperti burung.
Agar bisa terbang maka ia harus memiliki kepala dan dua sayap.
Analogi kepala adalah rasa cinta pada Allah, ini menjadi sumber kekuatan bagi orang yang beriman kepada-Nya.
Analogi sepasang sayap adalah rasa takut dan harapan, kita harus punya dua-duanya dengan seimbang.

Bagian Kedua dari QS Al-Hasyr: 18
“…hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok…”

Setelah memiliki takwa maka kita harus merencanakan untuk hari esok.
Apa maksudnya hari esok?
Bukan senin/selasa/dst. 
Tapi hari esok maksudnya adalah hari akhirat.
Allah ingin memastikan kita siap untuk hari akhirat.

Analoginya adalah:
Orangtuamu bilang mau pindah bulan depan.
Apa yang pertama kali dilakukan oleh keluargamu?
Biasanya membereskan perabotan rumah tangga untuk dibawa ke rumah yang baru.
Kenapa dibereskan?
Karena mau dibawa ke tujuan baru tadi, mau pindah dibawa ke sana.
Bayangkan kalo gak ada persiapan, rumah barumu akan kosong, gak ada perabotan juga makanan, terus mau ngapain?
Setiap kita pasti akan pindah ke “rumah baru”, hanya saja kita gak tahu kapan, tapi kita tahu alamatnya = akhirat!
Apa yang sudah kita siapkan?
Kita gak mau rumah baru itu kosong kan. 
Juga jangan sampai rumah itu "terbakar" karena pilihan-pilihan yang kita ambil selama di dunia.

Allah telah mengingatkan kita di ayat tersebut.
Kita harus memastikan perbekalan kita untuk hari akhirat.
Kita harus mempersiapkan rumah tersebut, melengkapinya dengan perabotan, menyiapkan makanan, dll.

Bagian Ketiga dari QS Al-Hasyr: 18

“…dan bertakwalah kepada Allah…”

Ternyata ayat ini diakhir lagi dengan kata takwa.
Ini artinya menjadi bertakwa bukan sekedar saran dari Allah, bahkan ini perintah dari Allah.
Allah menunjukkan betapa pentingnya takwa, ini terlihat dari ayat yang diawali dan diakhiri dengan kata takwa.

“…sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ada cerita yang menarik dari Yasmin Mogahed:
Saat di kelas 7, ia berkunjung ke kelas temannya yang ternyata sedang “bersenang-senang”, banyak anak yang main lempar-lemparanan, berisik dan kacau deh, padahal ada guru di sana. Akhirnya sang guru memanggil kepala sekolah ke kelas tersebut.
Dan bisa ketebak ya ketika kepala sekolah datang, anak yang paling nakal pun bersikap seperti malaikat.
Sampai-sampai sang guru kesal dan bilang ke mereka "Show to principle, be bad!"
Namun gak ada yang bergerak sedikitpun.
Kenapa itu terjadi?
Karena ada kepala sekolah.
Ketika kita tahu diawasi dengan seseorang yang berkuasa (tertinggi) kita jadi bersikap sangattt baik.

Nah…
Allah mengingatkan bahwa kita diawasi loh di ayat tersebut. Dan Allah mengingatkan kita gak cuma sekali, ada banyak ayat di Quran yang mengatkan hal tersebut.
Maka apa yang seharusnya kita lakukan?
Tentu kita harus lebih berhati-hati karena Allah tahu apa yang kita kerjakan.

QS Al Hasyr: 19
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah sedang memperingatkan kita!
Siapa yang melupakan Allah maka Allah akan membuat ia lupa pada diri sendiri, kehilangan identitas diri.
That's deep😰
Karena disconnected from Allah, artinya disconnected dari dirinya sendiri.
*Astaghfirullah...

Jika kamu bertanya-tanya mengapa banyak orang yang lupa pada Tuhannya, mengapa banyak orang yang kehilangan identitasnya, it's simply because they forget Allah.

Banyak manusia lupa akan tujuannya diciptakan.
Coba kita ingat kembali…
Allah menciptakan jin dan manusia untuk menjadi hamba-Nya.
Itulah tujuan penciptaan kita.
To know Allah, to worship Allah, to be a slave of Allah. That is the purpose of our creation.
Kalo kita lupa tujuan itu maka kita juga akan lupa identitas diri kita.

Kembali ke pertanyaan awal:
Bagaimana caranya agar tetap terkoneksi dengan Allah?
Bagaimana caranya agak tidak kehilangan identitas diri di tengah chaos?

Always remembering Allah!

Bagaimana caranya?

3 parts of Dzikr challenge!

1. Shalah
Shalah is like spiritual oxygen.
Spiritual oxygen for your heart.
Not praying is like stop breathing.
Kita gak bisa berhenti bernapas meskipun untuk sementara, ya kan?
Sesibuk apapun kita, lagi rapat, banyak ujian, buru-buru, dll.
We have to continue breathing.

Contoh:
Di bulan Ramadhan, apa yang terjadi kalo kita melewatkan sahur?
Menyesal bangun telat terus teriak: "Argggh, aku melewatkan sahur!"
Gak sempet makan, pasti panik.
Tapi kalo bukan bulan Ramadhan kita gak peduli kan kalo kita bangun telat. No problem, we can still continue our day.

Apa pelajaran dari cerita di atas?
Kita khawatir banget melewatkan waktu makan untuk kebutuhan fisik. Tapi pernahkah kita merasakan kekhawatiran yang sama untuk kebutuhan jiwa?
Fisik bersifat sementara.
Makan sekarang, beberapa jam kemudian laper lagi.
Sedangkan jiwa tidak bersifat sementara, itu akan berlanjut ke tahap selanjutnya, sampai hari akhirat.

Jadi apa yang terjadi dengan diri kita sebenarnya?
We lost our priority. We lost our focus.
We worry about meal for our stomach, but not meal for our soul.
Soul is going continue to our next address, our hereafter, it is our investment.
Your body is temporary, but your soul is not.

2. Duaa (you can use app: myduaa)
Salah satu aplikasi yang sangat membantu adalah aplikasi myduaa. 
Myduaa = collection of Prophet's duas from the Quran.
Berdoalah setiap hari.
Berdoalah setiap saat: bangun tidur, ke kamar mandi, makan, minum, berpergian, ketakutan, gelisah, ketika senang, sakit, tidur, dan semua kegiatan.
Berilah makan jiwamu dengan doa.

Ibnul Qoyyim banyak menulis tentang the power of dzikr. Beberapa manfaat dari mengingat Allah adalah: menguatkan hati, membersihkan hati, dan melindungi kita dari keburukan baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.

Jadikan berdoa sebagai kegiatan yang rutin, misal buatlah target berapa kali dalam satu hari, buat pengingat di hp.

Ada beberapa waktu baik yang dianjurkan untuk terhubung dengan Allah (berdoa) berdasarkan sunnah, yaitu: pagi setelah Shubuh, sore antara Ashar dengan Maghrib, dan malam sebelum tidur.

3. Quran
Selalu berusaha untuk terhubung setiap hari dengan Quran.
Ada hal yang perlu kita sadari bahwa yang terpenting adalah kualitas daripada kuantitas.
Karena kalo Ramadhan biasanya target kita “khatam khatam khatam!” coba sekarang lebih fokus ke pemahaman.

New goal: 
Not how much you read, but do you understand and do you apply these ayahs? Not only read, but read and then understand. Not just to recite and memorize or decorate wall, but make Quran to change us, apply in our life.
Selain itu kita juga harus mempelajari sirah Nabawiyah, because Rasulullah is walking Quran.

Protection comes from dzikr by reciting it not by hanging it up or wearing it in our body or putting in our house.
Not the mushaf can protect you but by reciting it.
***
Selain takwa dan dzikr, kita juga harus berhati-hati dalam memilih teman.

Ingat hadits ini:
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Hadits itu mengingatkan kita bahwa seseorang itu seperti deen teman dekatnya.
Jadi harus "pilih-pilih" dalam menentukan teman (dekat).
Very very picky to choose your closest friends.
Pilih yang selalu mengingatkan diri kita untuk mengingat Allah. Karena kita ingin menjadi seperti dia.
Karena sudah menjadi naluri, seseorang suka menjadi seperti orang-orang yang di dekatnya.

Good company is like entering to parfume shop. You come out smelling good. They will affect you in positive way.
***
Dalam Quran, Allah menunjukkan snapshot apa yang akan terjadi di hari akhirat.
Orang-orang di neraka ada yang berkata: 
1. “Aku harap tidak menjadikannya teman dulu di dunia.” One of the biggest regret of people in jahanam.
2. “Aku harap dulu termasuk orang-orang yang berdoa.”
Semoga hal itu menjadi pelajaran bagi kita.


KESIMPULAN

Untuk mengembalikan identitas kita yang sebenarnya di tengah-tengah bombardir informasi melalui media visual, maka yang harus kita lakukan: 
Meningkatkan rasa syukur pada Allah agar semakin terkoneksi dengan-Nya
Milikilah takwa berdasarkan rasa cinta dan kedekatan dengan Allah
Rencanakan hari esokmu, persiapkan bekal untuk hari akhiratmu
Selalu mengingat Allah (sholat, berdoa, dan mengkaji Quran)
Selektif dalam memilih teman dekat

Wallahu a'lam bishawab
Tags: Yasmin Mogahed

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Makasih mba Miranti, bermanfaat bangett nih tulisan-tulisannya. Salam kenal ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama Mba Riska :) Aamiin semoga bermanfaat yaaa, makasiiih udah mau mampir ke sini ^-^

      Hapus

Langsung ke konten utama