Merasakan Kilimanjaro dari Rumah Dunia


Pertama kali mendengar kata “Kilimanjaro”, lalu mengetahui bahwa ia terdapat di Benua Afrika, wow! Langsung terbayang scene-scene film dokumenter BBC/National Geographic tentang bersafari di Afrika. Luar biasa pasti rasanya bisa menyaksikan langsung binatang liar di habitatnya. Seperti gajah, wildebeest, kuda nil, warthog, jerapah, burung unta, singa, cheetah, dan hyena. Serem sih kalau melihat dari dekat binatang yang ukurannya raksasa apalagi buas, tapi itulah pesona Afrika! 😍
*Saat ke Taman Safari aja aku udah degdegan pas dideketin sama binatang yang tingginya hampir sama denganku padahal herbivora, apalagi kalau dideketin sama binatang yang lebih gede, hehe. Eh tapi gak nolak kok kalau ada yang ngajakin bersafari ke Afrika!😎 Ke Taman Safari aja ketagihan.

Nah, biasanya yang ditampilkan itu kan padang rumput Afrika ya, kalau di gunung Afrika seperti apakah tampilannya? Apalagi ini salah satu gunung tertinggi di dunia!

Maka saat diajak Eva datang ke Diskusi Buku “Kilimanjaro - Menapak Atap Afrika” di Rumah Dunia, langsung tanpa ragu bilang "Hayu!"😁

Sebelum ke Rumah Dunia, aku mampir sebentar ke TBM Rosa #udahniatdarikapan. Di sana dikenalkan sama para relawan TBM Rosa, girls squad! Ada Anis, Dede, Hani, Restu, dan Pupu. Lalu baru deh menuju Rumah Dunia. 

🎇Yeay, akhirnya kesampean juga berkunjung ke Rumah Dunia.🎇

Sesampai di Rumah Dunia, kami langsung mencari spot yang enak buat ngeriung, terus chit-chat lagi bareng para relawan TBM Rosa dan para suhu FLP Banten (Teh Fey dan Teh Di'amah). Selain berkenalan (lagi), kami juga membicarakan mengenai proyek kolaborasi! Yup, zaman sekarang itu bukan zamannya lagi saling berkompetisi, kita akan melaju lebih jauh dan menjelajah lebih luas dengan cara berkolaborasi.

Selanjutnya seperti pada umumnya pertemuan anak muda kekinian, gak lengkap kalau habis kumpul-kumpul gak berswafoto, hehe. Biar jadi bukti kalo ide impulsifnya terlaksana (?)😆


Lalu juga ada penyambutan relawan baru TBM Rosa (baca: relawan barunya itu ada 5, salah satunya aku, tapi aku the one and only yang dateng, hwehehe).

Kesan pertama berkunjung ke Rumah Dunia ini menyenangkan sekali, karena setelah sesi sharing dengan relawan TBM Rosa, terus dapat PR dari Teh Fey Chandra “Ibu Ketua FLP Banten” untuk Kelas Menulis Angkatan 2, lalu kami disambut dengan “balakecrakan”, makan siang bersama di atas daun pisang sambil lesehan. Alhamdulillah nikmattt😋, yang paling favorit itu kerangnya! #gratispulak 
Oiya ada beberapa quote menarik yang ada di dinding salah satu bangunan di Rumah Dunia. Sayangnya kemarin belum sempat ke Gong Library, berarti emang harus ke sini lagi!😊

*******

Oke, selanjutnya baru ke acara inti hari ini, sesuai judul tulisan ini ya, “Merasakan Kilimanjaro🏔 dari Rumah Dunia”.

Ada 3 orang pembicara di acara Talkshow & Book Discussion: Kilimanjaro - Menapak Atap Afrika, yaitu trio traveler
Mereka adalah:
👨Rahmat Hadi (Penulis Buku 'Kilimanjaro - Menapak Atap Afrika')
👨Gol A Gong (Travel Writer, Penulis Buku 'Balada Si Roy')
👨Daniel Mahendra (Editor, Pemilik Penerbit Epigraf, Penulis Buku 'Alaya - Cerita dari Negeri Atap Dunia')
Dan dimoderatori oleh Daru Pamungkas (Penulis Buku 'Mengembara di Jalur Sutra')

*jiper pas baca keterangan semuanya para penulis dan traveler

Acara yang diadakan di Auditorium Surosowan - Rumah Dunia ini berjalan santai dan penuh inspirasi. Berikut poin-poin yang kucatat:


👉Inspirasi dari Daniel Mahendra

Kita gak bisa curang dengan sesama traveler.
Kenapa? Karena nanti kita bisa saja ketemu lagi di kota lain.
Berpisah di kota A, eh ketemu lagi di kota B, atau di kota Z.
*Hmm, menurutku bukan hanya dengan sesama traveler ya, tetapi juga dengan sesama manusia dan makhluk hidup lainnya. Karena setiap perbuatan sekecil apapun pasti ada balasannya.

Para traveler itu suka bertemu dengan cara yang tak terduga. Bisa jadi dari yang gak kenal sama sekali atau sekedar teman di medsos, eh jadi kenal beneran, bahkan bersahabat.

Apa kendala menerbitkan buku Kilimanjaro ini?
Secara naskah, substansial buku Kilimanjaro ini sudah matang, 
Plot sudah oke, sudah runut.
Kendala yang ditemui hanyalah:
Cara menulisnya kebanyakan masih menggunakan istilah bahasa Inggris padahal sudah ada kata dalam bahasa Indonesia, seperti kata restaurant padahal sudah ada kata restoran.
Selain itu, masih banyak kalimat yang kepanjangan jadi harus dipotong agar menjadi beberapa kalimat pendek.

Kok bisa kenal dengan Rahmat Hadi?
Buku “Balada si Roy” lah yang menemukan Rahmat Hadi dengan Daniel Mahendra.
*Jadi penasaran, belum pernah baca. Sekarang aku malah lagi baca The Gong Traveling, langsung minjem di Pusda, efek dateng ke acara ini, haha.

Apakah Epigraf khusus menerbitkan buku perjalanan?
Nggak. Sebenarnya buku epigraf menerbitkan genre humaniora. Tapi ternyata yang banyak masuk buku-buku perjalanan. Jadi karakter buku perjalanan itu terbentuk secara alami.

*******


👉Inspirasi dari Rahmat Hadi

Rahmat Hadi adalah penggemar buku “Balada si Roy”. Baginya buku tersebut merupakan sumber inspirasi untuk menjadi traveler.

Sebelum ke Kilimanjaro, Rahmat Hadi pernah ke Himalaya.
Katanya kadang rasa capek dari pendakian masih terasa setelahnya, tapi tetap aja pengen mengulang lagi. *Benerrr banget!
Momen di atas puncak gunung bikin pengen lagi dan lagi dan lagi. Analoginya kayak makan sambel😅 *Kalau yang gak suka sambel gimana…

Kenapa memilih Kilimanjaro🏔?
Karena ini adalah salah satu mimpi masa kecil bagi Rahmat Hadi.
Awalnya dari Himalaya, lalu ingin mencoba ke gunung lain, jatuhlah pilihannya pada Kilimanjaro.
Kilimanjaro memiliki ketinggian 5.895 m, termasuk 7 summit.
Selain itu ada keunikan dari Kilimanjaro:
The highest free mountain”. 
Ia berdiri sendiri sedangkan gunung tertinggi yang lain berdiri bersama pegunungan.
Termasuk tertinggi yang menopang bumi (sesuai yang ada di dalam Al-Qur'an).
Alasan lainnya memilih gunung ini adalah:
Mumpung glaciernya masih ada. Karena berdasarkan analisis para ilmuwan, akibat pemanasan global, diduga 20-30 tahun mendatang glacier akan hilang mencair.

Bagaimana proses penulisan buku Kilimanjaro?
Karena Rahmat Hadi sehari-hari bekerja sebagai pegawai swasta, maka ia memanfaatkan akhir pekan untuk menyelesaikan tulisannya.
Di buku ini, ia banyak memasukkan unsur perasaan, karena ia tidak mau hanya menulis perjalanan dari titik satu ke titik yang lain.
Kalau hanya menceritakan apa yang kita lihat saja, orang bisa melihat dari buku petunjuk perjalanan, oleh karena itu saya masukkan unsur rasa. ‒Rahmat Hadi
Cara yang ia lakukan untuk menghadirkan unsur rasa saat menulis adalah dengan menonton video dokumentasi berulang-ulang.

Bagaimana pengalaman yang tak terlupakan saat mendaki Kilimanjaro?
Sesungguhnya saat berada di gunung, emosi kita menjadi tak terkontrol. 
Momen paling berat adalah 300 m terakhir mendekati puncak. 
Saat itu suhunya mencapai -15 derajat celcius!
Sempet merasa mau nyerah. 
Saat keinginan menyerah itu muncul, tiba-tiba flashback dari persiapan dan perjuangan hingga sampai di sini, masa mau nyerah begitu aja?
Tapi akhirnya disemangatin guide sekaligus porter, yang sebelumnya sempet dimarahin (tapi gak diceritain lebih lanjut, harus baca bukunya langsung).
Bahkan kata guide tersebut,
"Tak apa-apa kamu memarahiku, aku tahu sebenarnya kamu marah pada jalur ini dan pada dirimu sendiri."
*Aah jadi refleksi, iya banget gak sih, kadang kita suka mengeluarkan emosi negatif bukan karena kita marah pada orang tersebut, tapi karena kita punya masalah sendiri yang belum terselesaikan, kita kesal pada diri sendiri, jadinya terlampiaskan.

Apa pelajaran yang didapat ketika selama mendaki gunung?
Mendaki gunung itu mengajarkan kita tentang arti perjuangan, juga tentang mencari makna kehidupan.
Untuk sampai ke sini, Rahmat Hadi sempat berkali-kali gagal loh! Bahkan tertunda 2,5 tahun. Karena uangnya sempat untuk orangtua umroh, renovasi rumah untuk keluarga yang mau datang dari Makassar, minjemin uang ke temen tapi akhirnya ditipu.
Benar-benar tidak semudah yang dibayangkan.
Akhirnya jadi merenung, mungkin ini tanda dari Allah kalau kurang sedekah, jadi banyakin sedekah dulu.

Bagi yang suka naik gunung pasti familiar dengan quote ini:
It is not the mountain we conquer but ourselves. ‒Edmund Hillary
“Ini bukan tentang menaklukkan gunung🏔, tapi menaklukkan diri sendiri.”
Kenapa? Karena dalam pendakian gunung kita akan menemukan banyak tantangan.

*Setuju banget! Terakhir kali aku naik gunung itu ke Bromo, nah itu aja yang sebagian besar perjalanan menggunakan jeep rasanya udah menantang banget (dan pegel-pegel), apalagi ada beberapa titik buat menikmati sunrise dan sempat tergoda "udah di titik ini aja, cukup kok, gak usah ke atas lagi". Tapi pasti beda cerita dan rasanya antara kalau kita ngikutin perasaan mau menyerah dengan terus berjuang sampai atas kan. Yup intinya menaklukkan keinginan menyerah itu.

Baca juga: Catatan Perjalananku ke Bromo!

Apakah pembuatan buku ini sudah direncanakan sebelumnya atau baru terpikir setelah naik gunung?
Rahmat Hadi itu tipe orang yang tidak mau ribet, makanya mau perjalanan ke Kilimanjaro yang independen.
Ia tidak mau dititipin sesuatu kalau misalnya pake sponsor.
Di era milenial sekarang, mau apa aja tuh jadi lebih mudah, kita bisa memanfaatkan internet untuk mendapat banyaaak informasi, jadi bisa aja kok pergi sendirian tanpa sponsorship.
Ia inginnya jalan aja natural dan foto aja natural. Gak mikirin harus dari sudut pandang yang oke atau gimana-gimana. *Gak kayak anak zaman now yang selalu mikirnya cari spot yang instagrammable.
Kalau ternyata kisah pendakiannya bisa menjadi buku, itu bonus.
Jadi jawabannya pembuatan buku ini tidak direncanakan, dibiarkan mengalir agar tidak membebani perjalanan. 

Bagaimana suku asli di sana? Apakah sempat berinteraksi?
Suku asli di sini bernama suku Masai, mereka adalah suku nomaden.
Tapi tidak sempat berinteraksi dengan suku tersebut. 
Karena memang fokusnya ke pendakian, kalau dapet yang lain itu (lagi-lagi) dianggap bonus.
Justru ia sempat berinterasi sama orang Afrikanya sendiri. Ternyata kalau di Afrika itu, juru masak, bahkan resepsionis juga minta tip. *Jadi siapkan uang receh ya kalau mau ke Afrika, hehe.

Tips menulis dari Rahmat Hadi:
Jagalah baik-baik foto dan video untuk mengingatkanmu kembali ke masa-masa itu, bukan sekedar untuk di-publish di medsos. *Nah, anak milenial setuju gak nih?
Buat outline di blog tapi jangan terlalu detail biar bukunya gak kurang greget.
Pilihlah waktu dan tempat yang tepat untuk menulis. Karena menulis itu perlu mood dan moment untuk berkonsentrasi.
Bilang ke orang-orang kalau mau menerbitkan buku di tanggal sekian, biar ada perasaan gak enak ditungguin orang, nah itu jadi pemicu untuk menyelesaikan tulisan! *Wow, bisa dicoba nih tips yang terakhir.

Bagaimana dengan peralatan yang dibawa ke sana?
Safety is a must.
Sebelum berangkat tentu harus tahu aturan peralatan yang mau digunakan dan dibawa.
Jadi saat ke toko perlengkapan outdoor, harus membaca baik-baik penjelasan di produk, semacam ingredients gitu, biar gak salah beli.
Kalau di luar, ada cara untuk mengatasi hiportemia, yaitu dengan mengonsumsi diamox.
Diamox: obat untuk mengatasi hiportemia, tubuh menjadi lebih mudah beradaptasi dengan perubahan suhu

Apa esensi yang bisa pembaca dapatkan dari buku Kilimanjaro - Menapak Atap Afrika?
3 poin dari Rahmat Hadi:
🏔Saya ingin berbagi, percayalah meskipun kita orang biasa, kita tetap bisa mewujudkan mimpi tanpa bergantung pada orang lain.
🏔Jangan pernah merasa kecewa pada Allah, percayalah selalu dengan kekuatan doa.
🏔Allah ingin melihat seberapa kuat kemauan kita, pendakian mengajarkan pada saya tentang sabar.

*******


👉Inspirasi dari Gol A Gong

Bagaimana pendapat Mas Gong tentang buku Kilimanjaro ini?
Gol A Gong berusaha ketika membaca buku tentang perjalanan juga sambil melakukan perjalanan. *Setuju! Jadi lebih kerasa feel-nya.
Bahkan ketika membaca bukunya Rahmat Hadi, ia juga merasakan sakit-sakit badan. Tapi juga merasakan kesepian, karena Rahmat Hadi tidak menyisipkan sisi romance di buku ini. Kurang romance-nya, Mas!
Meskipun gak ada sisi romance, di buku ini Rahmat Hadi menceritakan tentang cinta pada ibunya, kerinduannya pada sang ibu saat berada di ketinggian ribuan kilometer. Masya Allah….
Saran untuk buku ini sebaiknya juga tambahkan tips: how to get there, how to eat, budget, what is in the ransel. Karena biasanya itu yang juga dicari oleh pembaca, meskipun info itu bisa aja didapat dalam cerita, tapi biar lebih cepet didapat, sebaiknya dibuat kotak khusus gitu.

Apa yang spesial dari pendakian Kilimanjaro yang dilakukan oleh Rahmat Hadi?
Pendakian gunung biasanya terkait 2 hal: prestasi diri sendiri/kelompok dan bisa juga disponsori.
Nah, buku Kilimanjaro karya Rahmat Hadi ini bisa mematahkan bahwa pendakian ke 7 summit harus disponsori, ia menunjukkan ternyata bisa melakukan atas biaya sendiri loh, dari hasil kerja keras.
Ini mengingatkan kita bahwa jangan lupa untuk “menyenangkan” diri sendiri. 
Karena kebiasaan “menyenangkan” diri sendiri di zaman sekarang sudah mulai berkurang.
Kilimanjaro itu gunung yang istimewa. Kalau kamu cek di google, ya hanya sebatas informasi kenampakan alam saja. Nah, di buku cerita perjalanan inilah yang memberikan ruh pada Kilimanjaro.

Travel writer beda dengan penulis wisata.
Travel writer itu harus jujur pada diri sendiri. Ada unsur emosi. Termasuk romance. *uhuk Kalau penulis wisata biasanya menulis berdasarkan permintaan saja, emosinya kurang greget atau bahkan flat.
Kenapa harus membaca buku ini?
Kalau kalian gak punya/gak mau menggunakan uang 45jt buat mendaki Kilimanjaro, yaudah gapapa, beli aja buku ini, cuma 70k kok.

*******

Ehiya ada satu pertanyaan dari Mas Gong yang kok masih terngiang-ngiang sampe tulisan ini dibuat, hehe.
Ini pertanyaannya:
Kamu mau gak kalo pasangan hidup kamu suka naik gunung?
Kemaren sih ada yang jawab “nggak” karena takut nanti ditinggal-tinggal terus, ada juga yang jawab “iya” karena bisa naik gunung bareng. #cie
Nah kalau jawaban aku:
Hmm, kayaknya aku juga bakal jawab "Iya", karena pendaki gunung itu romantis. Bukan dengan kata-katanya tapi dengan perbuatannya, kalau yang aku perhatikan laki-laki yang suka mendaki gunung itu lebih empati, punya rasa peduli yang tinggi, dan suka memaknai kehidupan.
Orang-orang yang suka bersentuhan dengan alam itu biasanya lebih mudah tersentuh hatinya, lebih peka sama lingkungan #ehm. Kalau sama lingkungan aja peduli, apalagi sama pasangan hidupnya kan.😅
*aaak, baper mode ON!

Closing statement by trio traveler:
👍Teruslah bermimpi. Jangan pernah meragukan dirimu sendiri. ‒Rahmat Hadi
👍Jangan pernah meng-underestimate mimpi-mimpi kita, itu bisa saja terjadi. ‒Daniel Mahendra
👍Teruslah mendaki gunung-gunung tertinggi di dunia, lalu tulislah cerita dari sana. ‒Gol A Gong untuk Rahmat Hadi

Closing statement by me:
Sesungguhnya perjalanan ke tempat yang jauh dan tinggi di berbagai belahan bumi ini, bukan untuk membuktikan keberhasilanmu dapat menaklukkan tempat-tempat itu. Tapi untuk membuatmu mau menyelami dirimu sendiri. Karena seringkali kita menyadari betapa luasnya hati dan dalamnya pikiran ini ketika melakukan perjalanan.
Aah gara-gara ikut talkshow ini, jadi pengen travelling dan naik gunung lagi!

Btw, yang masih penasaran dengan Rahmat Hadi, bisa mampir ke blognya di
rahmathadi.com 
Tags: Lifelong learner

Posting Komentar

0 Komentar

Langsung ke konten utama