3 jam lebih dekat dengan mbak Dini (@dkwardhani) & Keni
Malang, 30 Juni 2018

1 bulan yang lalu saat liburan ke Malang bersama beberapa teman Mutbunders, Alhamdulillah selain refreshing, aku dan teman-teman berkesempatan menjalin ukhuwah dan menjadikan jalan-jalan ini semakin berfaedah dengan berkunjung ke rumah mbak Dini!😍

Cerita lengkap petualangan kami di Malang dan Batu bisa dibaca di sini.

Nah untuk tulisan kali ini, spesial hasil “maen” ke rumah mbak Dini.😊

🌻Siapakah mbak Dini dan Keni?
Mbak Dini (IG @dkwardhani) adalah children book author-illustrator, homeschooler mom, founder of buku anak #bukudkwardhani, kelas online #belajarzerowaste, dan komunitas #sahabatalamcilik.

Aku nge-fans banget sama buku-bukunya mbak Dini!🌹 Jatuh hati sama tema, isi, dan ilustrasinya. Sejak menjadi guru sains anak di SD Mutiara Bunda - Bandung, aku menjadi semakin sering membaca buku anak-anak, biar lebih dekat gitu dengan dunia mereka, dan emang harus latihan berimajinasi lagi, haha! Selain itu aku juga merasa mendapat banyak inspirasi (sekaligus “tamparan”) dari postingan mbak Dini di IG tentang Zero Waste!



Oiya mbak Dini pernah 10 tahun tinggal di Bandung (kuliah di jurusan Arsitektur ITB dan sempat bekerja di Urbane Consultant >> Kang Emil). Lalu pindah ke Malang, pernah menjadi dosen jurusan tata kota di Universitas Brawijaya. Mbak Dini juga sempat menceritakan perjuangannya untuk mengedukasikan Zero Waste di lingkungan kampus, dengan menjalankan bank sampah salah satunya. Aaah gak mudah ternyata ya mengubah habit, gak peduli meskipun itu di lingkungan akademik… Negeri ini emang harus banyak berbenah yaa😤… *sambil ngaca, nunjuk diri sendiri, dimulai dari diri sendiri!

🌻Bagaimana bisa kenal dengan mbak Dini dan Keni?
Sebenarnya kenal mbak Dini (hanya) lewat IG, kadang masih suka amazing bagaimana teknologi bisa mempertemukan orang-orang dengan interest yang sama di dunia maya lalu terjadi pertemuan yang sebenarnya di dunia nyata!
Setelah menjadi follower mbak Dini dan rajin ngikutin postingan-nya, aku semakin berharap bisa ikut salah satu workshop menulis cerita anak, berharap semoga kapan-kapan mbak Dini dateng ke Bandung dan mengadakan workshop cerita anak atau Zero Waste di Bandung, hehe.
Juga penasaran pengen ketemu Keni (anaknya mbak Dini) yang kalo dilihat dari postingan mbak Dini, Keni mewarisi bakat menggambarnya mbak Dini “like mother like daughter”.

Eh ternyata Alhamdulillaah ada rezeqi bisa jalan-jalan ke Malang dan 2 hari sebelum berangkat jalan-jalan baru inget “oiyaaa mbak Dini kan tinggal di Malang” Aku langsung bertanya ke temen-temen dulu “mau maen ke rumah mbak Dini kah?” Terus coba iseng menghubungi mbak Dini lewat message IG, aah, ternyata baik dan humble banget mbaknya🌹 dan yang terpenting mbak Dini belum ada agenda di hari sabtu! 
Waaah masya Allah, Alhamdulillaah, semesta mendukung!💖 Kalo udah jodoh bertemu mah akan dimudahkan yaa sama Allah, hehe.

🌻Apa saja yang kami lakukan di rumah mbak Dini dan Keni?
Ngobrol-ngobrol dari hal santai ke hal berattt, diajak melihat Zero Waste Projects di halaman depan rumah mbak Dini, ditunjukin karya-karya kartu pos buatan Keni dan bullet journal-nya. Betah banget sebenernya pengen lebih lamaaa, aaah semoga ada sesi-sesi ngobrol selanjutnya seperti ini, aamiin.

🌻Zero Waste Projects apa saja yang kami amati di rumah mbak Dini dan Keni?
📌Sabun alami dari kulit lemon + buah lerak (akhirnya bisa juga melihat dan memegang langsung buah lerak! Dibekelin pula bijinya sama mbak Dini buat coba ditanam *wah harus minta tolong papa nih, yang bertangan dingin😏)
📌Sabun alami dari minyak sesuai pilihan kita (bahkan juga bisa memanfaatkan minyak jelantah)
📌Biopori, untuk sisa makanan (tulang-tulang, kulit buah)
📌Composter menggunakan drum biru, buat fermentasi bisa pake air leri (air cucian beras)



Untuk mengaplikasikan Zero Waste dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya composter intinya kita harus menanamkan mind set: “Itu ga susah koooq.”
Karena mbak Dini sering menghadapi banyak pertanyaan ajaib (tentang composter dan biopori):
“Nanti ada ular gak? Atau binatang-binatang lainnya? Bau ga?”😬
Gak bau koq kalo ditangani dengan benar.
Kemaren aku sudah membuktikannya!
Kata mbak Dini sering banget muncul pertanyaan tentang bau.
Mungkin disebabkan oleh kekhawatiran berlebihan yang muncul duluan di pikiran orang-orang kebanyakan.

🌻Yuk ngintip koleksi buku mbak Dini
Selain melihat Zero Waste Projects, kami juga melihat sekilas buku-buku koleksi mbak Dini *karena rak bukunya ada di ruang tamu. Pernah denger ungkapan ini “You are what you read”, jadi salah satu cara untuk mengenal seseorang adalah dengan melihat koleksi bukunya. Eh ada buku mbak Dini yang awal-awal, saat mbak Dini masih menggunakan nama pena “Dinicapungmungil”. Bukunya berjudul: “Let’s Go Travelling”, ada beberapa seri gitu!

🌻Terpesona sama bakat menggambar Keni!
Keni juga menunjukkan salah satu project-nya!😍 Yaitu membuat kartu pos. Bagus-bagus semuaaa, sukaaa. Ternyata kata teh Gin (pernah baca di salah satu postingan mbak Dini), Keni menjual kartu-kartu pos ini dalam rangka menggalang dana untuk fieldtrip. Fieldtrip-nya sih udah terlaksana kata Keni, tapi gapapa ini buat fieldtrip selanjutnya, hehehe *smart girl! Akhirnya kami memborong kartu-kartu pos buatan Keni.

Fyi, kartu-kartu pos buatan Keni bukan hanya sekedar kartu pos lucu-lucuan, tapi juga dalam rangka materi belajarnya Keni di homeschooling. Ada paket berbagai jenis kupu-kupu, burung, dan yang paling berkesan bagiku adalah yang seri wild edible plants! Ini kesukaan Quro banget, anak biologi sejati!
Selain itu, Keni juga menunjukkan hobi barunya! Membuat bullet journal.
*Waaah, kita punya hobi baru yang sama Keni. Yang penasaran dengan bullet journal bisa baca penjelasannya di sini



🌻Inspirasi apa saja yang didapat selama kurang lebih 3 jam?
Sebagian besar tentang ZERO WASTE!

*Biasanya kalo habis jalan-jalan berpetualang, aku udah gatel aja cepet-cepet mau nulis tentang pengalaman yang dilihat dan dirasa. Tapi kali ini butuh beberapa hari mencerna, menenangkan diri, lalu menentukan mau mulai menulis dari mana, gara-gara kemaren itu seperti habis diberi SHOCK THERAPY” sama mbak Dini.

Mbak Dini menceritakan tentang fenomena-fenomena yang beliau amati, tentang betapa concern-nya ia pada masalah sampah, tentang kesalahan pola pikir (pada umumnya) masyarakat kita, tentang kesadaran masyarakat, tentang apa yang salah dengan pendidikan di negeri ini!, tentang sumber inspirasi dan motivasinya untuk terus berjuang DEMI BUMI YANG LEBIH NYAMAN DAN AMAN UNTUK DITINGGALI.

🌻Apa saja fenomena-fenomena yang mbak Dini ceritakan?
*Beberapa yang aku ingat adalah…
1. Fenomena mahasiswanya yang begitu mudah meninggalkan sisa bekas makanan di ruang studio (saat mbak Dini mengajar tentang tata kota) *gimana mau nata kota, kalo nata diri aja masiihhh kayak gini😢... #jleb #selfreminder
2. Fenomena di Kementerian yang ijo-ijo (you know what I mean) yang melakukan seminar tentang sampah eh pas pembagian snack-nya masih dibungkus dengan plastik dan minumannya masih pake air mineral botol plastik😕 *zzz
3. Fenomena mengajak para dosen untuk memilah sampah dimulai dari ruangan masing ternyata susyaaaahnya😣, padahal udah dikasih kantong buat menyimpan sampah kertas/plastik untuk nantinya diambil sama mahasiswa yang piket, mungkin mikirnya: "yaudahlah yaa nantikan ada OB", *zzz
4. Fenomena lomba kostum dari barang bekas, tapi bukannya benar-benar menggunakan barang bekas, terutama plastik yaaa, tapi malah beli yang baru biar kelihatan lebih kinclong😠, mungkin mikirnya:  "yaudahlah yaa kan murah iniii", *zzz

🌻Apa saja kesalahan-kesalahan terbesar tentang sampah di masyarakat kita?
1. Mencampurkan semua sampah, malas memilah
Kalo tempat sampahnya cuma satu di suatu area, yaudah menyatulah semua jenis sampah di sana… *sigh
Atau sekarang kan udah mulai gerakan membuang sampah sesuai kategorinya ya, organik/non-organik (walau sepertinya baru di kota-kota besar), mungkin emang dipisahkan saat di tempat sampah, tapi sayangnya gerakan ini belum berkesinambungan jadi ketika di TPA nyampur lagi.
Intinya masalah gak selesai, karena TPA kita belum mengolah sesuai kategori.
Pola pikir yang salah kalo kita menyalahkan pemerintah terus.
Ada pola pikir yang lebih solutif, yaitu mengolah dan mengurangi sampah (reduce)! Refuse!
Kita bisa koq gak nyampah (baca: menghasilkan sampah) dengan salah satu caranya menggunakan barang yang bisa digunakan ulang.
Dan dimulainya ya dari diri sendiri.

2. Persepsi kita tentang sampah, yang kesannya kotor, jorok, jangan sampai di dekat kita
Iya, gara-gara kita menganggap sampah itu kotor, maka harus disingkirkan, tapi kita gak terlalu peduli disingkirkannya kemana, plung aja dibuang, tapi kita gak memikirkan nasib sampah selanjutnya akan berakhir di mana… *intinya jangan dekat-dekat kita aja tuh sampah...

>>> Aku ajak yang membaca tulisanku melakukan kontemplasi ya, kalian pernah belajar daur air? Itu yang paling simple dibayangkan, selain itu pasti kita pernah juga belajar tentang daur karbon, nitrogen, oksigen, dll. Nah intinya salah satu cara bumi untuk tetap seimbang adalah melakukan daur/siklus, semuanya berputar untuk kemudian dibersihkan dan dimurnikan lagi oleh alam. Begitu pula nasib sampah yang kita buang, dia gak akan teronggok diam begitu saja di tempat kamu membuangnya (yaiyalah), pada akhirnya kalo tidak berakhir di dalam tanah, maka akan berakhir di laut (pernah mendengar istilah “tempat sampah terbesar di dunia adalah laut”? *sediiih), dst mengikuti daur yang ada di alam. Ya! Kebayang gak di dalam makanan dan minuman kita ada sesuatu yang kita bilang “sampah”, kalo bisa terurai seperti sampah organik yang menjadi humus (nutrisi bagi tanaman) maka itu aman masuk ke dalam tubuh. Lah kalo (mikro)plastik atau (biar lebih mengerikan) sampah elektronik (zat-zat logam berbahaya) masuk ke dalam tubuh? *Seremmm banget, silahkan dilanjutkan masing-masing kontemplasinya… <<<

Apakah kamu hanya menunggu orang lain untuk melakukan sesuatu?!
Hey, ini harus dimulai dari dirimu. *sambil nunjuk diri sendiri
"Semua orang menunggu orang lain untuk memulai, kamu mau termasuk barisan orang menunggu atau barisan orang yang memulai?"

3. Berpikir bahwa "Nanti ada yang bersihin koq"
Hey, kamu yakin?
Nyatanya nggak.
Banyak sampah di sekitar kita yang malah menumpuk dan berserakan, menyumbat sana-sini, bahkan aku pernah melihat banyak sampah yang nyangkut di pohon! *gimana ceritanya itu, dilempar ke pohon gara-gara gak nemu tempat sampah? #$%@&^$#&#@!!!
Sampahmu tanggung jawabmu!!!
Sisa makananmu tanggung jawabmu!!!
*EMOSI TINGKAT TINGGI DEH (keluar tanduk, taring, dan cakar)

🌻Apa yang salah dengan pendidikan kita?
Coba kita pikirkan bersama *karena capeeek kalo mikir sendiri
Mengapa di sekolah bisa taat rules, eh pas keluar sekolah udah lupa aja tak berbekas…
Contoh gampangnya adalah kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, pernah melihat gak sih saat lagi jalan kaki atau bahkan berkendaraan, ada orang yang seenaknya plung buang sampah ke jalanan. *pengen langsung neriakin, WOYYY itu sampahnya gak bisa disimpen dulu apa sampe ketemu tempat sampah?😠
Banyak yang tahu teori, bisa menjelaskan dengan panjang nan detail, tapi pas dilihat sikapnya: masih pake tisu, plastik, nyisain makanan, ninggalin sampah, minum air mineral gelas/botol plastik, de-el-el.
Tapi pas ditanya apa yang sudah kamu lakukan untuk lingkunganmu dalam mengatasi sampah?
Hmmm...tetooot *maluuu, tanya diri sendiriii aja dulu gak usah nunjuk orang lain

***
Setelah menyimak cerita-cerita dari mbak Dini seolah-olah diteriakin:
"BANGUN BANGUN!!! BUMI INI PELAN-PELAN SEKARAT LOH KALO KAMU TERUS-TERUSAN MENGHASILKAN SAMPAH LALU GAK PEDULI SETELAH MENGGUNAKANNYA, TERUTAMA PLASTIK."
Banyak orang yang gak sadar, salah satunya aku...😭
Bukan banyak yang gak tahu...

Banyak orang sudah tahu tapi berpikir "yaudahlah ya, kan cuma sedikit atau cuma sekali ini aja" *tapi terus-terusan melakukannya dan bukan cuma kamu seorang yang melakukannya
Hfttt… *plakplakplak nampar diri sendiri

Jadi, kuliah tentang Zero Waste dadakan kemaren semakin memotivasi kami untuk terus berusaha menjadi orang yang peduli pada bumi dengan aksi nyata, karena BUMI INI THE ONE AND ONLY loh!
Emang kalian mau pindah ke Mars?
Buminya mau ditinggalkan begitu aja dengan kondisi penuh sampah?
Lalu tinggal di pesawat ruang angkasa seperti yang ditampilkan di film Wall-E? *aku sih ogaaah

🌻Jadi gimana donk caranya untuk mewujudkan ZERO WASTE?
Tahap pertama bisa dengan penyadaran.
“SHOCK THERAPY”
Seperti yang mbak Dini lakukan pada kami kemaren, dengan storytelling (isu lingkungan, alasan, tujuan, dll) serba-serbi Zero Waste lah pokoknya, ke orang-orang terdekat dan sekitar kita…
Contoh lain yang mbak Dini lakukan adalah melalui film-film bertema sampah plastik.
Mbak Dini cerita kesan beberapa anak setelah nonton film “Trashed”, ekspresi mereka pada khawatir, panik nanti masa depannya gimana. *anak kecil aja tersentuh hatinya, masa yang udah dewasa nggak siiih…

Coba deh tonton sebentar trailer-nya:

Jlebbb banget ya!
Speechless kemaren juga saat menyimak mbak Dini membeberkan banyak fakta dan hasil observasinya selama ini.

💥💥💥
Oke tarik napasss, pelan-pelan ya dicernanya, boleh koq kalo tiba-tiba merasa pusing dan sesak di dada, pause dulu membaca tulisan ini, hirup udara segar di luar rumah atau ke kamar mandi buat cuci muka, tapi terus balik lagi ya buat melanjutkan baca…

Iya ini emang gak mudah, tapi ini perlu dan harus dilakukan, karena
SAMPAHMU TANGGUNG JAWABMU.
Lakukan sedikit demi sedikit, tahu kan siklus habit?
Nah coba pilih satu habit yang mau kamu bangun, mbak Dini udah bertahun-tahun concern di sini jadi wajar kalo apa yang disampaikan banyak padet bergizi banget.

Oke, kita kembali ke topik.

🌻Apa saja tantangan yang mbak Dini hadapi?
Banyaaak ternyata… Orang yang punya niat baik itu emang banyak yaa ujiannya, semakin tinggi tingkat kebaikan yang ingin dilakukan, semakin tinggi pula level ujiannya.

1. Tantangan dari lingkungan terdekat, keluarga.
Kata mbak Dini, awalnya dibilang rempong sama suami. Mau buang sampah aja koq sampe segitunya. Emang gitu, harus siap kata mbak Dini.
Seperti hijrah, perubahan life style ini pasti berat, untuk istiqomah lebih berat lagi.
Habit changing, 1 habit siklus 100 hari. Kalo bolong sehari, harus mulai lagi dari hari pertama.
Harus ada dukungan dari semua pihak, sistem yang mendukung Zero Waste Life Style.
Alhamdulillaah kini suaminya mbak Dini pun ikut berubah, mau ikut memilah sampah. Anak-anaknya juga.

2. Tantangan dari dalam diri sendiri
Mbak Dini menceritakan pengalamannya berbelanja pake kantong belanja dan wadah sendiri jadi gak perlu plastik.
Ternyata kekhawatiran dianggap aneh gak terjadi, mereka “para penjual” nurut-nurut aja. Terutama kalo penjualnya mas-mas/bapak-bapak yaa, cenderung gak mau debat, jadi salah satu tipsnya adalah hindari penjualnya ibu-ibu, terkadang jadi riweuh menjelaskan tapi pada keras kepala, heuheu.
Pada suka jawab “Gakpapa pake kresek, kreseknya banyak dan murah koq…” *NAHHH DI SANALAH MASALAH PLASTIK ITU BU, BANYAK DAN MURAH DAN SETELAH ITU MENJADI SAMPAH “ABADI”! T_T
Jadi sebenarnya kekhawatiran yang muncul dari dalam diri sendiri adalah salah satu tantangan besar yang harus kita hadapi ya.

3. Tantangan dari masyarakat
Ketika mengajak mahasiswa dan kalangan akademisi lainnya untuk mengaplikasikan Zero Waste Life Style bukan berarti lebih mudah, justru harus lebih ekstra buat menyadarkan orang-orang yang “terpelajar”, hwehehe.

🌻Ada kata-kata mbak Dini yang menarik tentang sampah, ada hubungannya dengan hati nurani.
“Kalo kamu melihat ada yang membuang sampah sembarangan lalu kamu merasa risih, bagus! itu artinya hatimu masih bersih.”
Bersyukurlah hati nuranimu masih bekerja sebagaimana mestinya. 
Tugas selanjutnya adalah melakukan aksi sesuai apa kata hatimu. *gak gampang emang

🌻Ada referensi menarik untuk dieksplor lebih jauh dari mbak Dini?
Banyak banget!
Beberapa yang aku ingat:
Referensi film: Trashed, A Plastic Ocean, Plastic Planet.
Key words: sustainable school (yang diinisiasi oleh chef kece, Jamie Oliver), clean eating.


Setelah mencoba nengok beberapa trailer film tersebut di youtube jadi mendapat rekomendasi video menarik yang setipe. Ada film dokumenter tentang plastik yang dikemas dengan lucu berjudul “Bag It”

Selain itu, aku menemukan kisah Boyan Slat, seorang remaja yang menginisiasi project The Ocean Cleanup. Apa yang dibersihkannya? Bukan hal kecil dan sepele loh, tapi membersihkan laut (Great Pacific garbage patch) dari plastik. Amazing banget usahanya! Apalagi saat memulai project ini ia masih 23 tahun, banyak yang gak percaya dengan idenya, tapi ia berhasil mewujudkan idenya menjadi sebuah perusahaan yang memperkerjakan banyak tenaga ahli di bidangnya. Yang penasaran bisa mampir ke web-nya di sini. https://www.theoceancleanup.com/

Oiya sebelum berkunjung ke rumah mbak Dini, aku sudah menyiapkan bank of questions.
Alhamdulillah sebagian besar pertanyaan tentang Zero Waste telah terjawab.
Lalu entah kenapa setelah menyimak tentang Zero Waste, pertanyaan tentang menulisnya sepertinya di-pending dulu, bisi kepala nanti meledak dengan inspirasi😂.
Mau mencerna satu-per-satu terus dilakukan bertahap. Belajarnya pelan-pelan.
Semoga berjodoh nanti bisa bertemu lagi. Aamiin.🌹
 
🌻🌻🌻
Terima kasih banyak mbak Dini dan Keni, sudah mempersilahkan kami berkunjung, melihat-lihat Zero Waste Project di rumah, dapet banyak inspirasi & ilmu sekaligus shock therapy. Maaf gak bawa oleh-oleh, malah kami yang dibekelin oleh-oleh (duh malu). Semoga berkah selalu ilmunya dan semakin banyak hati yang tergerak untuk menjadi bagian dari Zero Waste Warrior!
*gak sabar mau ikutan kelas Zero Waste batch selanjutnya…

Serang, Juli 2018
Miranti Banyuning Bumi

Tags: Lifelong learner

Posting Komentar

8 Komentar

  1. Wah.... Ternyata banyak banget ya kelalaian kita dalam penggunaan kantong plastik. Saya sudah sering menolak kantong plastik kalau belanja di pasar. Tapi untuk memilah sampah masih butuh belajar banyak dan konsisten. Keren nih, film-film yang jadi rujukannya. Makasih ya mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyayaaa mbak, hal yang sepele ternyata bisa berakibat besar dan fatal buat makhluk hidup lain #sediiiih. Iya mbak PR bersama ya untuk konsisten, semoga jika semakin banyak yang sadar, maka semakin mudah untuk konsisten karena bersama-sama ya :). Sippp, sama-sama mbak ^-^

      Hapus
  2. ngeri banget ya efek dari sampah yang ga diolah. banyak banget sampah yang ada di sekitar kita. ini super duper lengkap ceritanya. terima kasih sudah berbagi

    kembali ngaca, untuk perbaikan minimal dimulai dari diri sendiri dan sekarang ya mbaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa mbak kalo kita gak mau berpikir jauh ke depan gak akan kelihatan efeknya, tapi kalo udah diceritain langsung kemaren sama mbak Dini jadi langsung merasa tertampar untuk lebih peduli dengan aksi nyata demi generasi setelah kita... Sama-sama mbak, semoga bermanfaat yaa ^-^. Iya mbak bener yuk kita mulai dari diri sendiri dan sekarang :)

      Hapus
  3. Wiih mantep banget ya ilmunya. Sekarang aku juga mulai mengurangi sampah plastik tapi masih jauh banget dari zero waste. Makjleb banget ya Mba' tentang zerowaste ini. Thanks for sharing Mba'. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa "mantep menampar" ya hehe, iyaaa mbak yuk, kita-kita yang newbie ini sedikit demi sedikit dulu, bertahap gitu kalo kata mbak Dini... Sama-sama mbak :)

      Hapus
  4. Duh, bagian beberes setelah melakukan satu aktivitas tuh paling pe-er deh ya.. maunya cepet gitu pake peralatan sekali pakai �� ... nuhun sahring-ny Mbak, jadi dapat banyak info baru untuk diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyayaa mbak, seringnya (dan udah jadi kebiasaan pula) kita mau habis pake langsung buang ke tempat sampah, simple tapi efek jangka panjangnya ternyata buruk banget. Sami-sami mbak, Alhamdulillah semoga bisa bermanfaat :)

      Hapus

Langsung ke konten utama