3
jam lebih dekat dengan mbak Dini (@dkwardhani) & Keni
Malang,
30 Juni 2018
1 bulan yang lalu saat liburan ke Malang
bersama beberapa teman Mutbunders, Alhamdulillah
selain refreshing, aku dan
teman-teman berkesempatan menjalin ukhuwah dan menjadikan jalan-jalan ini
semakin berfaedah dengan berkunjung ke rumah mbak Dini!😍
Cerita lengkap petualangan kami di Malang dan
Batu bisa dibaca di sini.
Nah untuk tulisan kali ini, spesial hasil “maen”
ke rumah mbak Dini.😊
🌻Siapakah
mbak Dini dan Keni?
Mbak Dini (IG @dkwardhani) adalah children book author-illustrator, homeschooler
mom, founder of buku anak #bukudkwardhani, kelas online #belajarzerowaste,
dan komunitas #sahabatalamcilik.
Aku nge-fans
banget sama buku-bukunya mbak Dini!🌹 Jatuh hati sama tema, isi, dan
ilustrasinya. Sejak menjadi guru sains anak di SD Mutiara Bunda - Bandung, aku menjadi semakin sering membaca
buku anak-anak, biar lebih dekat gitu dengan dunia mereka, dan emang harus
latihan berimajinasi lagi, haha! Selain itu aku juga merasa mendapat banyak
inspirasi (sekaligus “tamparan”) dari postingan
mbak Dini di IG tentang Zero Waste!
Oiya mbak Dini pernah 10 tahun tinggal di
Bandung (kuliah di jurusan Arsitektur ITB dan sempat bekerja di Urbane
Consultant >> Kang Emil). Lalu pindah ke Malang, pernah menjadi dosen
jurusan tata kota di Universitas Brawijaya. Mbak Dini juga sempat menceritakan
perjuangannya untuk mengedukasikan Zero
Waste di lingkungan kampus, dengan menjalankan bank sampah salah satunya. Aaah
gak mudah ternyata ya mengubah habit,
gak peduli meskipun itu di lingkungan akademik… Negeri ini emang harus banyak
berbenah yaa😤… *sambil ngaca, nunjuk diri
sendiri, dimulai dari diri sendiri!
🌻Bagaimana
bisa kenal dengan mbak Dini dan Keni?
Sebenarnya kenal mbak Dini (hanya) lewat IG,
kadang masih suka amazing bagaimana
teknologi bisa mempertemukan orang-orang dengan interest yang sama di dunia maya lalu terjadi pertemuan yang sebenarnya
di dunia nyata!
Setelah menjadi follower mbak Dini dan rajin ngikutin
postingan-nya, aku semakin berharap bisa ikut salah satu workshop menulis cerita anak, berharap semoga
kapan-kapan mbak Dini dateng ke Bandung dan mengadakan workshop cerita anak atau Zero
Waste di Bandung, hehe.
Juga penasaran pengen ketemu Keni (anaknya
mbak Dini) yang kalo dilihat dari postingan
mbak Dini, Keni mewarisi bakat menggambarnya mbak Dini “like mother like daughter”.
Eh ternyata Alhamdulillaah ada rezeqi bisa jalan-jalan ke Malang dan 2 hari
sebelum berangkat jalan-jalan baru inget “oiyaaa
mbak Dini kan tinggal di Malang” Aku langsung bertanya ke temen-temen dulu “mau maen ke rumah mbak Dini kah?” Terus
coba iseng menghubungi mbak Dini lewat message
IG, aah, ternyata baik dan humble
banget mbaknya🌹 dan yang terpenting mbak Dini belum ada agenda di hari sabtu!
Waaah masya Allah, Alhamdulillaah, semesta mendukung!💖 Kalo udah jodoh bertemu mah akan dimudahkan yaa sama Allah, hehe.
Waaah masya Allah, Alhamdulillaah, semesta mendukung!💖 Kalo udah jodoh bertemu mah akan dimudahkan yaa sama Allah, hehe.
🌻Apa
saja yang kami lakukan di rumah mbak Dini dan Keni?
Ngobrol-ngobrol dari hal santai ke hal berattt,
diajak melihat Zero Waste Projects di halaman depan rumah mbak
Dini, ditunjukin karya-karya kartu pos buatan Keni dan bullet journal-nya. Betah banget sebenernya pengen lebih lamaaa,
aaah semoga ada sesi-sesi ngobrol selanjutnya seperti ini, aamiin.
🌻Zero Waste Projects apa saja
yang kami amati di rumah mbak Dini dan Keni?
📌Sabun alami dari kulit lemon + buah lerak (akhirnya bisa juga melihat dan memegang langsung buah lerak! Dibekelin pula bijinya sama mbak Dini buat coba ditanam *wah harus minta tolong papa nih, yang bertangan dingin😏)
📌Sabun alami dari minyak sesuai pilihan kita
(bahkan juga bisa memanfaatkan minyak jelantah)
📌Biopori, untuk sisa makanan (tulang-tulang,
kulit buah)
📌Composter menggunakan drum biru, buat fermentasi bisa
pake air leri (air cucian beras)
Untuk
mengaplikasikan Zero Waste dalam
kehidupan sehari-hari, salah satunya composter
intinya kita harus menanamkan mind set: “Itu ga susah koooq.”
Karena mbak Dini sering menghadapi banyak
pertanyaan ajaib (tentang composter
dan biopori):
“Nanti ada ular gak? Atau binatang-binatang
lainnya? Bau ga?”😬
Gak
bau koq kalo ditangani dengan benar.
Kemaren aku sudah membuktikannya!
Kata mbak Dini sering banget muncul pertanyaan
tentang bau.
Mungkin disebabkan oleh kekhawatiran
berlebihan yang muncul duluan di pikiran orang-orang kebanyakan.
🌻Yuk ngintip
koleksi buku mbak Dini
Selain melihat Zero Waste Projects, kami juga melihat sekilas buku-buku koleksi
mbak Dini *karena rak bukunya ada di
ruang tamu. Pernah denger ungkapan ini “You
are what you read”, jadi salah satu cara untuk mengenal seseorang adalah
dengan melihat koleksi bukunya. Eh ada buku mbak Dini yang awal-awal, saat mbak
Dini masih menggunakan nama pena “Dinicapungmungil”. Bukunya berjudul: “Let’s
Go Travelling”, ada beberapa seri gitu!
🌻Terpesona
sama bakat menggambar Keni!
Keni juga menunjukkan salah satu project-nya!😍 Yaitu membuat kartu pos.
Bagus-bagus semuaaa, sukaaa. Ternyata kata teh Gin (pernah baca di salah satu postingan mbak Dini), Keni menjual
kartu-kartu pos ini dalam rangka menggalang dana untuk fieldtrip. Fieldtrip-nya
sih udah terlaksana kata Keni, tapi gapapa ini buat fieldtrip selanjutnya, hehehe *smart
girl! Akhirnya kami memborong kartu-kartu pos buatan Keni.
Fyi, kartu-kartu pos buatan Keni bukan hanya
sekedar kartu pos lucu-lucuan, tapi juga dalam rangka materi belajarnya Keni di
homeschooling. Ada paket berbagai
jenis kupu-kupu, burung, dan yang paling berkesan bagiku adalah yang seri wild edible plants! Ini kesukaan Quro
banget, anak biologi sejati!
Selain itu, Keni juga menunjukkan hobi
barunya! Membuat bullet journal.
*Waaah,
kita punya hobi baru yang sama Keni.
Yang penasaran dengan bullet journal
bisa baca penjelasannya di sini.
🌻Inspirasi
apa saja yang didapat selama kurang lebih 3 jam?
Sebagian besar tentang ZERO WASTE!
*Biasanya
kalo habis jalan-jalan berpetualang, aku udah gatel aja cepet-cepet mau nulis tentang
pengalaman yang dilihat dan dirasa. Tapi kali ini butuh beberapa hari mencerna,
menenangkan diri, lalu menentukan mau mulai menulis dari mana, gara-gara
kemaren itu seperti habis diberi “SHOCK THERAPY”
sama mbak Dini.
Mbak
Dini menceritakan tentang fenomena-fenomena yang beliau amati, tentang betapa concern-nya ia pada masalah sampah,
tentang kesalahan pola pikir (pada umumnya) masyarakat kita, tentang kesadaran
masyarakat, tentang apa yang salah dengan pendidikan di negeri ini!, tentang
sumber inspirasi dan motivasinya untuk terus berjuang DEMI BUMI YANG LEBIH
NYAMAN DAN AMAN UNTUK DITINGGALI.
🌻Apa
saja fenomena-fenomena yang mbak Dini ceritakan?
*Beberapa
yang aku ingat adalah…
1. Fenomena mahasiswanya yang begitu mudah
meninggalkan sisa bekas makanan di ruang studio (saat mbak Dini mengajar
tentang tata kota) *gimana mau nata kota,
kalo nata diri aja masiihhh kayak gini😢... #jleb #selfreminder
2. Fenomena di Kementerian yang ijo-ijo (you know what I mean) yang melakukan
seminar tentang sampah eh pas pembagian snack-nya
masih dibungkus dengan plastik dan minumannya masih pake air mineral botol
plastik😕 *zzz
3. Fenomena mengajak para dosen untuk memilah
sampah dimulai dari ruangan masing ternyata susyaaaahnya😣, padahal udah dikasih
kantong buat menyimpan sampah kertas/plastik untuk nantinya diambil sama
mahasiswa yang piket, mungkin mikirnya: "yaudahlah
yaa nantikan ada OB", *zzz
4. Fenomena lomba kostum dari barang bekas,
tapi bukannya benar-benar menggunakan barang bekas, terutama plastik yaaa, tapi
malah beli yang baru biar kelihatan lebih kinclong😠, mungkin mikirnya: "yaudahlah
yaa kan murah iniii",
*zzz
🌻Apa
saja kesalahan-kesalahan terbesar tentang sampah di masyarakat kita?
1.
Mencampurkan semua sampah, malas memilah
Kalo tempat sampahnya cuma satu di suatu area,
yaudah menyatulah semua jenis sampah di sana… *sigh
Atau sekarang kan udah mulai gerakan membuang
sampah sesuai kategorinya ya, organik/non-organik (walau sepertinya baru di
kota-kota besar), mungkin emang dipisahkan saat di tempat sampah, tapi sayangnya
gerakan ini belum berkesinambungan jadi ketika di TPA nyampur lagi.
Intinya masalah gak selesai, karena TPA kita
belum mengolah sesuai kategori.
Pola pikir yang salah kalo kita menyalahkan
pemerintah terus.
Ada
pola pikir yang lebih solutif, yaitu mengolah dan mengurangi sampah (reduce)! Refuse!
Kita bisa koq gak nyampah (baca: menghasilkan sampah) dengan salah satu caranya menggunakan
barang yang bisa digunakan ulang.
Dan dimulainya ya dari diri sendiri.
2.
Persepsi kita tentang sampah, yang kesannya kotor, jorok, jangan sampai di
dekat kita
Iya, gara-gara kita menganggap sampah itu
kotor, maka harus disingkirkan, tapi kita gak terlalu peduli disingkirkannya
kemana, plung aja dibuang, tapi kita
gak memikirkan nasib sampah selanjutnya akan berakhir di mana… *intinya jangan dekat-dekat kita aja tuh
sampah...
>>>
Aku ajak yang membaca tulisanku melakukan kontemplasi ya, kalian pernah belajar
daur air? Itu yang paling simple dibayangkan, selain itu pasti kita pernah juga
belajar tentang daur karbon, nitrogen, oksigen, dll. Nah intinya salah satu
cara bumi untuk tetap seimbang adalah melakukan daur/siklus, semuanya berputar
untuk kemudian dibersihkan dan dimurnikan lagi oleh alam. Begitu pula nasib
sampah yang kita buang, dia gak akan teronggok diam begitu saja di tempat kamu
membuangnya (yaiyalah), pada akhirnya kalo tidak berakhir di dalam tanah, maka
akan berakhir di laut (pernah mendengar istilah “tempat sampah terbesar di
dunia adalah laut”? *sediiih), dst mengikuti daur yang ada di alam. Ya!
Kebayang gak di dalam makanan dan minuman kita ada sesuatu yang kita bilang
“sampah”, kalo bisa terurai seperti sampah organik yang menjadi humus (nutrisi
bagi tanaman) maka itu aman masuk ke dalam tubuh. Lah kalo (mikro)plastik atau
(biar lebih mengerikan) sampah elektronik (zat-zat logam berbahaya) masuk ke
dalam tubuh? *Seremmm banget, silahkan dilanjutkan masing-masing
kontemplasinya… <<<
Apakah kamu hanya menunggu orang lain untuk
melakukan sesuatu?!
Hey, ini harus dimulai dari dirimu. *sambil nunjuk diri sendiri
"Semua orang menunggu orang lain
untuk memulai, kamu mau termasuk barisan orang menunggu atau barisan orang yang
memulai?"
3.
Berpikir bahwa "Nanti ada yang bersihin koq"
Hey, kamu yakin?
Nyatanya nggak.
Banyak sampah di sekitar kita yang malah
menumpuk dan berserakan, menyumbat sana-sini, bahkan aku pernah melihat banyak
sampah yang nyangkut di pohon! *gimana
ceritanya itu, dilempar ke pohon gara-gara gak nemu tempat sampah?
#$%@&^$#&#@!!!
Sampahmu
tanggung jawabmu!!!
Sisa
makananmu tanggung jawabmu!!!
*EMOSI TINGKAT TINGGI DEH (keluar
tanduk, taring, dan cakar)
🌻Apa
yang salah dengan pendidikan kita?
Coba kita pikirkan bersama *karena capeeek kalo mikir sendiri
Mengapa di sekolah bisa taat rules, eh pas keluar sekolah udah lupa
aja tak berbekas…
Contoh gampangnya adalah kebiasaan membuang
sampah pada tempatnya, pernah melihat gak sih saat lagi jalan kaki atau bahkan
berkendaraan, ada orang yang seenaknya plung
buang sampah ke jalanan. *pengen langsung
neriakin, WOYYY itu sampahnya gak bisa disimpen dulu apa sampe ketemu tempat
sampah?😠
Banyak yang tahu teori, bisa menjelaskan dengan
panjang nan detail, tapi pas dilihat sikapnya: masih pake tisu, plastik, nyisain makanan, ninggalin sampah, minum
air mineral gelas/botol plastik, de-el-el.
Tapi pas ditanya apa yang sudah kamu lakukan
untuk lingkunganmu dalam mengatasi sampah?
Hmmm...tetooot *maluuu, tanya diri sendiriii aja dulu gak usah nunjuk orang lain
***
Setelah menyimak cerita-cerita dari mbak Dini
seolah-olah diteriakin:
"BANGUN
BANGUN!!! BUMI INI PELAN-PELAN SEKARAT LOH KALO KAMU TERUS-TERUSAN MENGHASILKAN
SAMPAH LALU GAK PEDULI SETELAH MENGGUNAKANNYA, TERUTAMA PLASTIK."
Banyak orang yang gak sadar, salah satunya aku...😭
Bukan banyak yang gak tahu...
Banyak orang sudah tahu tapi berpikir "yaudahlah ya, kan cuma sedikit atau
cuma sekali ini aja" *tapi
terus-terusan melakukannya dan bukan cuma kamu seorang yang melakukannya
Hfttt… *plakplakplak
nampar diri sendiri
Jadi, kuliah tentang Zero Waste dadakan kemaren semakin memotivasi kami untuk terus
berusaha menjadi orang yang peduli pada bumi dengan aksi nyata, karena BUMI INI THE ONE AND ONLY loh!
Emang kalian mau pindah ke Mars?
Buminya mau ditinggalkan begitu aja dengan
kondisi penuh sampah?
Lalu tinggal di pesawat ruang angkasa seperti
yang ditampilkan di film Wall-E? *aku sih
ogaaah
🌻Jadi
gimana donk caranya untuk mewujudkan ZERO WASTE?
Tahap pertama bisa dengan penyadaran.
“SHOCK THERAPY”
Seperti yang mbak Dini lakukan pada kami
kemaren, dengan storytelling (isu
lingkungan, alasan, tujuan, dll) serba-serbi Zero Waste lah pokoknya, ke orang-orang terdekat dan sekitar kita…
Contoh lain yang mbak Dini lakukan adalah
melalui film-film bertema sampah plastik.
Mbak Dini cerita kesan beberapa anak setelah
nonton film “Trashed”, ekspresi mereka pada khawatir, panik nanti masa depannya
gimana. *anak kecil aja tersentuh
hatinya, masa yang udah dewasa nggak siiih…
Coba
deh tonton sebentar trailer-nya:
Jlebbb banget ya!
Speechless kemaren
juga saat menyimak mbak Dini membeberkan banyak fakta dan hasil observasinya
selama ini.
💥💥💥
Oke tarik napasss, pelan-pelan ya dicernanya,
boleh koq kalo tiba-tiba merasa pusing dan sesak di dada, pause dulu membaca tulisan ini, hirup udara segar di luar rumah
atau ke kamar mandi buat cuci muka, tapi terus balik lagi ya buat melanjutkan
baca…
Iya
ini emang gak mudah, tapi ini perlu dan harus dilakukan, karena
SAMPAHMU
TANGGUNG JAWABMU.
Lakukan sedikit demi sedikit, tahu kan siklus habit?
Nah coba pilih satu habit yang mau kamu bangun, mbak Dini udah bertahun-tahun concern di sini jadi wajar kalo apa yang
disampaikan banyak padet bergizi banget.
Oke, kita kembali ke topik.
🌻Apa
saja tantangan yang mbak Dini hadapi?
Banyaaak
ternyata… Orang yang punya niat baik itu emang banyak yaa ujiannya, semakin
tinggi tingkat kebaikan yang ingin dilakukan, semakin tinggi pula level
ujiannya.
1.
Tantangan dari lingkungan terdekat, keluarga.
Kata mbak Dini, awalnya dibilang rempong sama
suami. Mau buang sampah aja koq sampe segitunya. Emang gitu, harus siap kata
mbak Dini.
Seperti hijrah, perubahan life style ini pasti berat, untuk istiqomah lebih berat lagi.
Habit
changing, 1 habit siklus 100 hari. Kalo bolong sehari, harus mulai lagi dari
hari pertama.
Harus ada dukungan dari semua pihak, sistem yang
mendukung Zero Waste Life Style.
Alhamdulillaah kini suaminya mbak Dini pun ikut berubah, mau
ikut memilah sampah. Anak-anaknya juga.
2.
Tantangan dari dalam diri sendiri
Mbak Dini menceritakan pengalamannya
berbelanja pake kantong belanja dan wadah sendiri jadi gak perlu plastik.
Ternyata kekhawatiran dianggap aneh gak
terjadi, mereka “para penjual” nurut-nurut aja. Terutama kalo penjualnya
mas-mas/bapak-bapak yaa, cenderung gak mau debat, jadi salah satu tipsnya
adalah hindari penjualnya ibu-ibu, terkadang jadi riweuh menjelaskan tapi pada keras kepala, heuheu.
Pada suka jawab “Gakpapa pake kresek, kreseknya banyak dan murah koq…” *NAHHH
DI SANALAH MASALAH PLASTIK ITU BU, BANYAK DAN MURAH DAN SETELAH ITU MENJADI
SAMPAH “ABADI”! T_T
Jadi sebenarnya kekhawatiran yang muncul dari
dalam diri sendiri adalah salah satu tantangan besar yang harus kita hadapi ya.
3.
Tantangan dari masyarakat
Ketika mengajak mahasiswa dan kalangan
akademisi lainnya untuk mengaplikasikan Zero
Waste Life Style bukan berarti lebih mudah, justru harus lebih ekstra buat
menyadarkan orang-orang yang “terpelajar”, hwehehe.
🌻Ada
kata-kata mbak Dini yang menarik tentang sampah, ada hubungannya dengan hati
nurani.
“Kalo
kamu melihat ada yang membuang sampah sembarangan lalu kamu merasa risih, bagus! itu artinya hatimu masih bersih.”
Bersyukurlah hati nuranimu masih bekerja
sebagaimana mestinya.
Tugas selanjutnya adalah melakukan aksi sesuai apa kata hatimu. *gak gampang emang
Tugas selanjutnya adalah melakukan aksi sesuai apa kata hatimu. *gak gampang emang
🌻Ada
referensi menarik untuk dieksplor lebih jauh dari mbak Dini?
Banyak banget!
Beberapa yang aku ingat:
Referensi film: Trashed, A Plastic Ocean, Plastic Planet.
Key
words: sustainable school (yang diinisiasi oleh chef kece, Jamie Oliver), clean eating.
Setelah mencoba nengok beberapa trailer film tersebut di youtube jadi mendapat
rekomendasi video menarik yang setipe. Ada film dokumenter tentang plastik yang
dikemas dengan lucu berjudul “Bag It”.
Selain itu, aku menemukan kisah Boyan Slat, seorang remaja yang menginisiasi project The Ocean Cleanup. Apa yang dibersihkannya? Bukan hal kecil dan sepele loh, tapi membersihkan laut (Great Pacific garbage patch) dari plastik. Amazing banget usahanya! Apalagi saat memulai project ini ia masih 23 tahun, banyak yang gak percaya dengan idenya, tapi ia berhasil mewujudkan idenya menjadi sebuah perusahaan yang memperkerjakan banyak tenaga ahli di bidangnya. Yang penasaran bisa mampir ke web-nya di sini. https://www.theoceancleanup.com/
Selain itu, aku menemukan kisah Boyan Slat, seorang remaja yang menginisiasi project The Ocean Cleanup. Apa yang dibersihkannya? Bukan hal kecil dan sepele loh, tapi membersihkan laut (Great Pacific garbage patch) dari plastik. Amazing banget usahanya! Apalagi saat memulai project ini ia masih 23 tahun, banyak yang gak percaya dengan idenya, tapi ia berhasil mewujudkan idenya menjadi sebuah perusahaan yang memperkerjakan banyak tenaga ahli di bidangnya. Yang penasaran bisa mampir ke web-nya di sini. https://www.theoceancleanup.com/
Oiya sebelum berkunjung ke rumah mbak Dini,
aku sudah menyiapkan bank of questions.
Alhamdulillah sebagian besar pertanyaan tentang Zero Waste telah terjawab.
Lalu entah kenapa setelah menyimak tentang Zero Waste, pertanyaan tentang menulisnya
sepertinya di-pending dulu, bisi
kepala nanti meledak dengan inspirasi😂.
Mau mencerna satu-per-satu terus dilakukan
bertahap. Belajarnya pelan-pelan.
Semoga berjodoh nanti bisa bertemu lagi. Aamiin.🌹
🌻🌻🌻
Terima kasih banyak mbak Dini dan Keni, sudah
mempersilahkan kami berkunjung, melihat-lihat Zero Waste Project di rumah, dapet banyak inspirasi & ilmu
sekaligus shock therapy. Maaf gak bawa oleh-oleh, malah kami yang
dibekelin oleh-oleh (duh malu). Semoga berkah selalu ilmunya dan semakin
banyak hati yang tergerak untuk menjadi bagian dari Zero Waste Warrior!
*gak
sabar mau ikutan kelas Zero Waste batch selanjutnya…
Serang, Juli 2018
Miranti Banyuning Bumi
Wah.... Ternyata banyak banget ya kelalaian kita dalam penggunaan kantong plastik. Saya sudah sering menolak kantong plastik kalau belanja di pasar. Tapi untuk memilah sampah masih butuh belajar banyak dan konsisten. Keren nih, film-film yang jadi rujukannya. Makasih ya mbak..
BalasHapusIyayaaa mbak, hal yang sepele ternyata bisa berakibat besar dan fatal buat makhluk hidup lain #sediiiih. Iya mbak PR bersama ya untuk konsisten, semoga jika semakin banyak yang sadar, maka semakin mudah untuk konsisten karena bersama-sama ya :). Sippp, sama-sama mbak ^-^
Hapusngeri banget ya efek dari sampah yang ga diolah. banyak banget sampah yang ada di sekitar kita. ini super duper lengkap ceritanya. terima kasih sudah berbagi
BalasHapuskembali ngaca, untuk perbaikan minimal dimulai dari diri sendiri dan sekarang ya mbaa
Iyaaa mbak kalo kita gak mau berpikir jauh ke depan gak akan kelihatan efeknya, tapi kalo udah diceritain langsung kemaren sama mbak Dini jadi langsung merasa tertampar untuk lebih peduli dengan aksi nyata demi generasi setelah kita... Sama-sama mbak, semoga bermanfaat yaa ^-^. Iya mbak bener yuk kita mulai dari diri sendiri dan sekarang :)
HapusWiih mantep banget ya ilmunya. Sekarang aku juga mulai mengurangi sampah plastik tapi masih jauh banget dari zero waste. Makjleb banget ya Mba' tentang zerowaste ini. Thanks for sharing Mba'. :)
BalasHapusIyaaa "mantep menampar" ya hehe, iyaaa mbak yuk, kita-kita yang newbie ini sedikit demi sedikit dulu, bertahap gitu kalo kata mbak Dini... Sama-sama mbak :)
HapusDuh, bagian beberes setelah melakukan satu aktivitas tuh paling pe-er deh ya.. maunya cepet gitu pake peralatan sekali pakai �� ... nuhun sahring-ny Mbak, jadi dapat banyak info baru untuk diri
BalasHapusIyayaa mbak, seringnya (dan udah jadi kebiasaan pula) kita mau habis pake langsung buang ke tempat sampah, simple tapi efek jangka panjangnya ternyata buruk banget. Sami-sami mbak, Alhamdulillah semoga bisa bermanfaat :)
Hapus