BundSay
Game 10 (day 10): Allah knows, while you know not
Bismillahirrahmanirrahiim...
“Yaaah
hujannya deres banget, jadi males keluar, ga jadi aja deh….”
“Yah
koq dibatalin sih! Padahal udah diagendakan dari jauh-jauh hari.”
“Maaf
ya aku ga jadi dateng, seminggu ini agenda padat banget, jadi teparrr, badan
rasanya udah nempel sama kasur minta istirahat.”
Pernahkah
kalian berkata seperti itu?
Atau
mendapatkan kata-kata seperti itu?
Hmmm atau mirip-mirip lah ya, kurang lebih inti
kalimatnya adalah BATAL!
Entah karena faktor dari dalam (tepar, sakit, ga mood) atau
faktor dari luar (cuaca, teman, keluarga, dll)…
Lalu
apa yang kita rasakan?
KESEL?
SEBEL? MARAH? SEDIH? BETE? Atau gabungan semua-semuanya! Hhhh…
Seringkali ketika sesuatu yang kita rencanakan menjadi
BATAL, maka kita menganggap itu adalah hal yang buruk.
BURUK! Ohya?
Padahal belum tentu loh itu buruk, mungkin ya buruk bagi
kita, tapi benarkah itu buruk menurut Sang Maha Pembuat Rencana?
Jadi teringat kisah ini:
Di suatu hari yang cerah, seorang raja pergi berburu ke
hutan. Lalu tak sengaja tangannya terluka. Maka diobatilah oleh dokter kerajaan
yang selalu menemani sang raja setiap pergi berburu. Dokter membalut luka sang
raja dengan sangat hati-hati.
Lalu raja bertanya kepada dokter: “Is it going to be alright?”, dokter menjawab: “Good, bad… Who knows?”
Sekembalinya dari berburu, lukanya tampak parah dan
menjadi infeksi. Lalu dokter membersihkan luka itu, memberikan obat lagi, dan
dibalut lagi.
Lalu raja bertanya kepada dokter: “Are you sure it’s going to be alright?”; dokter menjawab: “Good, bad… Who knows?”
Setelah beberapa hari kemudian, lukanya semakin
terinfeksi sehingga harus diamputasi. Sang raja sangat marah kemudian menghukum
dokter agar ditahan di ruang bawah tanah.
Lalu raja berkata kepada dokter: “See how you like being in jail, doctor!”; dokter menjawab: “Good, bad… Who knows?”; sang raja langsung membalas: “You are INSANE as well as incompetent!”
Beberapa minggu kemudian, sang raja berburu kembali. Tapi
kali ini ia tersesat lalu ditangkap oleh suku pedalaman! Ternyata saat itu
sedang ada perayaan untuk dewa-dewa sehingga mereka membutuhkan seseorang untuk
dikorbankan!
Maka dibawalah raja ke pesta perayaan para dewa.
Orang-orang suku pedalaman menyanyi dan menari bersama mengelilingi sang raja
yang terikat di pohon untuk dikorbankan. Kemudian ketika waktunya penyembelihan
korban, seorang tetua suku yang berada di dekat raja tersebut berteriak: “STOPPPP!
Orang ini tidak sempurna! Ia hanya memiliki 9 jari!”
Akhirnya dibebaskanlah sang raja.
Sesampainya di kerajaan, sang raja segera menghampiri
dokter yang masih tertawan di ruang bawah tanah. Sang raja meminta maaf kepada
dokter. Ia menyadari bahwa ternyata kehilangan satu jari baginya bukan sesuatu
yang buruk, tapi sesuatu yang baik. “Terima kasih, dokter! Engkau telah
menyelamatkan hidupku! Aku sangat meminta maaf karena telah menyekapmu di sini.
Ini adalah sikap yang sangat buruk”
Lalu apakah yang dikatakan oleh dokter?
“Sikap yang buruk? Ooh menurutku ini sikap yang sangat baik. Karena engkau menangkapku di sini, aku tidak perlu ikut berburu ke hutan, karena aku masih memiliki 10 jari!”
“Good, bad… Who knows?”
“There’s always a reason for everything and sometimes we just don’t see the reason yet.”
Hmmm, kisah sederhana ini membuat kita kontemplasi ya…
Ketika keadaan berjalan tidak sesuai rencana kita, ketika
sesuatu harus terjadi dan tiba-tiba tampak buruk, memang sulit ya untuk
berpikir tetap positif. Gampangnya langsung berpikir negatif, gampangnya
berpikir itu sesuatu hal yang buruk!
Padahal jangan-jangan itu cara Allah menjaga kita dari hal-hal yang tidak kita ketahui.
“Allah
knows, while you know not.”
Wallahu A'lam Bishawab
#level10 #day10 #Tantangan10Hari #GrabYourImagination
#KuliahBunsayIIP #BundaSayang #InstitutIbuProfesional
#IIP
Bandung, 2018
Miranti Banyuning Bumi
0 Komentar