Seminar Parenting
Homeschooling atau Sekolah?”
Open House White Bee – School of Life
Minggu, 11 Maret 2018
Auditorium Poltekkes Kemenkes – Bandung


🌺Narasumber: Ibu Septi Peni Wulandani

Sumber KEGALAUAN orangtua zaman now yang berhubungan dengan pendidikan anak:

  • Mau menyekolahkan anak di mana yaaa? *semakin banyak pilihan, semakin bikin galau
  • Eh kayaknya homeschooling sekarang lagi nge-trend, apa ikutan homeschooling juga yaaa?
  • Apakah sekolah zaman now dapat memunculkan potensi anak?
  • Apakah anak bisa belajar sesuai minatnya di sekolah?
  • Apakah anak akan melakukan project-based-learning di sekolah?
  • Bagaimana jika akademik anak saya di sekolah baik-baik saja tapi sebenarnya saat ditanya ternyata dia tidak enjoy bersekolah?
  • Bagaimana jika nilai-nilai yang diterapkan di sekolah ternyata tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diterapkan di rumah?
  • Daaan ternyata ada banyak lagiii…

Coba kita pelajari dulu tentang GENERASI kita dan anak-anak kita
💡Generasi Baby Boomers
   Generasi eyang-eyang kita.
💡Generasi X (1.0): “I know, you don’t know. I teach you.”
   Generasi ortu kita, disebut generasi digital imigrant. Dididik kompetitif.
💡Generasi Y (2.0): “I know, you know. Let’s discuss.”
   Generasi kita, disebut digital native. Dididik kompetitif (juga).
💡Generasi Z (3.0): “I know, you know better. Let me hear you.”
   Generasi anak-anak kita, disebut digital native yang mahir.
   Jika dididik kompetitif (sama dengan generasi X dan Y), maka nalurinya akan memberontak.
   Lebih sesuai jika dididik dengan suasana yang kolaboratif.
   Tidak ingin diseragamkan, tidak ingin disuapin.
   Terjadi banjir informasi, maka ada kemungkinan anak-anak lebih tahu daripada orangtua/gurunya.
💡Generasi Alpha (4.0)
   Generasi anak-anak kita, disebut digital native yang paling mahir.
   Belum bisa ngomong dan aktivitas apa-apa, tapi sudah tahu cara menggunakan gadget.
   Apa jadinya kalo generasi Alpha dididik dengan pendidikan seperti kita?


Pengalaman Bu Septi di Kementerian Pendidikan

Sebenarnya kurikulum kita sudah keren banget, bahkan dilakukan bedah kurikulum secara detail. Kita harus menghargai bahwa negara ini sedang berproses memperbaiki pendidikan.
Sebenarnya setiap satuan pendidikan diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi keunikan masing-masing sesuai daerahnya, jadi kurikulum nasional hanya sebagai acuan.
Nah masalahnya adalah tidak semua guru-guru kita di Indonesia bisa melakukan bedah kurikulum.
Jadi ujung-ujungnya adalah meniru plek sama banget dengan kurikulum nasional.

Kurikulum itu seharusnya paham keunikan setiap daerah >> LOCAL WISDOM (KEARIFAN LOKAL).
Misalnya:

  • Anak yang tinggal di daerah pesisir >> paham detail kelautan >> minapolitan.
  • Anak yang tinggal di dekat hutan >> paham detail kehutanan.
  • Anak yang tinggal di sekitar sungai >> paham detail sungai.
  • Jadi anak-anak akan paham lingkungannya dari hulu ke hilir.

KESALAHAN FATAL dalam PENDIDIKAN: menyeragamkan kurikulum.

Jadi jangan kaget kalo perkembangan dan kemajuan negeri ini hanya terjadi di salah satu pulau saja! (Baiklah sebut saja nama pulaunya: JAWA), lalu bagaimana dengan pulau-pulau lainnya? Indonesia kan bukan hanya Jawa.

Jadi jangan kaget, ketika anak-anak lulus kuliah, lalu berbondong-bondong cari pekerjaan di salah satu pulau saja! (Baiklah sebut saja nama pulaunya: JAWA), lalu bagaimana dengan pulau-pulau lainnya? Indonesia kan bukan hanya Jawa.

Bukannya pulau-pulau lain tidak berpotensi tapi anak-anak kita terlanjur dididik secara metropolitan, seharusnya dikembalikan menyesuaikan daerahnya >> agropolitan, minapolitan, forest-politan, mining-politan, dan lain sebagainya.

Semoga kita bisa memperbaiki kesalahan ini, agar setelah selesai kuliah, mereka anak-anak kita kembali lagi ke daerahnya untuk membangun daerahnya.

Coba perhatikan gambar ini:

Apa yang kita bayangkan?
Sepertinya bayangan yang muncul di kepala kita sama yaaa. Di dalam sekolah ini ada bangku dan meja yang tersusun rapi menghadap ke satu arah, ada papan tulis besar di depan kelas, ada meja guru di pojok kanan/kiri depan kelas, ada papan tulis absensi, ada tabel perkalian dan jadawal piket yang ditempel di dinding, lemari coklat besar di pojokan yang isinya kayak kantong doraemon, rak buku (yang usang).
Apa rasanya belajar di dalam sini? (Jawabnya dalam hati aja, hehe)

Selanjutnya perhatikan gambar ini:

Apa yang kita bayangkan?
Kayaknya seru banget ya belajar di sini. Penuh warna, penuh aktivitas seru dan menarik. Betah banget kayaknya, bisa sambil duduk di kursi atau di karpet, bebas bergerak!

Dan satu lagi perhatikan gambar ini:

Apa yang kita bayangkan?
Duuuh adem banget, serasa lagi berlibur di gunung. Kalo sekolahnya kayak gini, bakalan mau pulang ga yah? hehehe.

Jadi inilah School of Life.
Bagaimana membangun School of Life?
Awalnya kenali keunikan daerahmu.
Setiap School of Life bentuknya harus beda perdaerah, jangan sama se-Indonesia.
Kalo School of Life di Bandung bagaimana keunikannya?
Sesuai daerahnya yang perkotaan dan keunikan masyarakatnya yang kreatif, maka Bandung >> Urban Milenial.
Jadi konsepnya: 🌳“Mari Bertumbuh dan Belajar Bersama”🌳


Sumber belajarnya ada di sekitar kita: pasar, taman, masjid, dan tentu saja di rumah.
Belajar bisa di mana saja!



Jadi…
Sebenarnya pertanyaan “HOMESCHOOLING atau SEKOLAH?” adalah pertanyaan yang buru-buru.

Kita itu (generasi Z dan Y) selalu maunya cepet-cepet dijawab, mau yang instan, mudah gelisah…
Dunia kini memang serba cepat, tapi kenapa harus cepat-cepat?
Kenapa harus buru-buru?
Apa sih yang kemu kejar?
Ga harus kejar sana, kejar sini koq…
Cobalah untuk lebih tenang…
Belajar menikmati…

JANGAN BURU-BURU MEMUTUSKAN “HOMESCHOOLING atau SEKOLAH”


  • Mulailah dari Home Based Education (HBE)
  • Sebelum galau, kuatkan Home Based Education, untuk keluarga Bu Septi dan Pak Dodik ternyata membutuhkan waktu 8 tahun untuk menguatkan HBE di keluarga mereka
  • Start awalnya dari saat membuat janji “aku + kamu = kita” (mitsaqan ghaliza)
  • Tentukan dari awal: pola pendidikan seperti apa untuk kita dan anak-anak kita? sebelum memutuskan “homeschooling atau sekolah?”
  • Ternyata mau pilih yang manapun “homeschooling atau sekolah?” dua-duanya sama-sama bagus selama sudah siap Home Based Education.
  • Persiapkan lalu kuatkan family core values antara suami-istri
  • Perjuangkan iman dan kehormatan
  • Maka setelah itu barulah memilih “homeschooling atau sekolah?”, kalau memilih sekolah, maka pilih yang sesuai dengan family core values. Yang memilih awalnya orangtua dulu, kemudian beri pilihan 3 terbaik untuk dipilih 1 yang paling baik oleh anak. Ingat! Sertakan anak dalam proses berdiskusi. Coba ajak anak mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

Dalam al-Qur’an kita tidak diwajibkan untuk sekolah.
Melainkan kita diwajibkan untuk: iqra dan tolabul ‘ilmi.

Ketika memutuskan anak untuk homeschooling, apa yang pertama harus dilakukan?
Jangan buru-buru mencari kurikulum (misalnya dari buku atau internet), karena khawatirnya nanti malah copy-paste aja.
Buatlah kurikulum yang sesuai dengan family core values
Meramu >> mempraktikan >> evaluasi >> mempraktikan lagi >> terus berulang sampai akhirnya kurikulumnya jadi.
Gunakan kurikulum nasional hanya sebagai acuan, tidak boleh mentah-mentah ditiru. Jadi semacam bedah kurikulum gitu.

Apa masalah pendidikan bangsa ini? Salah satunya adalah mengambil mentah-mentah kurikulum milik orang lain.
Sebaiknya setiap daerah berusaha dan belajar meramu kurikulum nasional menjadi kurikulum yang sesuai dengan karakteristik daerahnya.
Seringkali kita dimandulkan karena sistem, terbiasa disuapi.

Orangtua juga Belajar

Mau mendidik anak?
Nah, orangtua juga harus belajar dulu bagaimana cara mendidik yang benar.
Kenapa orangtua harus belajar?
Karena tidak banyak orangtua yang PD untuk mendidik anaknya sendiri.
Ditambah lagi tidak banyak sekolah yang mau terbuka untuk berbagi ilmunya, tapi ada juga sekolah yang mengadakan kelas belajar untuk orangtua.
Padahal kalo pihak sekolah mau berbagi ilmunya, bukankah lebih mudah untuk menjadi sefrekuensi antara orangtua dan sekolah, peran masing-masing jadi lebih ringan karena saling melengkapi.

Maka yang sebaiknya yang dites saat pendaftaran anak didik baru bukanlah anaknya, tapi ortunya.

  • Apakah orangtua sanggup anaknya sekolah di sini? Sanggup di sini bukan hanya tentang biaya yaa, karena sekolah bukan hanya hak bagi yang mampu membayar.
  • Apakah orangtua sanggup mendampingi anaknya belajar di rumah? Karena sesungguhnya belajar bukan hanya menyerahkan anak pada sekolah.
  • Apakah orangtua sefrekuensi dengan sekolah?
  • Apakah orangtua sevisi dengan sekolah?
  • Apakah family core values cocok dengan school core values?


HBE, FBE, SBE, dan CBE

🌷HOME BASED EDUCATION (HBE)
HBE adalah amanah dan kesejatian peran dari setiap orangtua yang tak tergantikan oleh siapapun dan tidak bisa didelegasikan kepada siapapun.
Sebelum menjalankan peran sebagai orangtua, maka orangtua pun harus mau belajar.
*Jadi teringat saat training guru baru Mutiara Bunda, ada seorang narasumber yang mengatakn bahwa: “Menjadi guru adalah belajar menjadi orangtua.” SETUJUUU BANGETTT!

🌷FITRAH BASED EDUCATION (FBE)
Pada dasarnya, anak tidak mau ‘dikunci’ di kelas, anak sangat senang bergerak, dan tidak mau ‘didikte’, maunya diberi pilihan.
Pada dasarnya, anak sangat suka bertanya “Ini apa?” “Itu apa?” rasa ingin tahu setiap anak pasti tinggi.
Maka bagi seorang guru, ketika memulai pembelajaran, jangan langsung memberi penjalasan, tapi sebaiknya tanyakan kepada mereka: “Apa yang mau kalian pelajari?”, “Apa yang sudah kamu ketahui tentang …?”, “Apa yang ingin kamu ketahui lebih lanjut?”, “Ibu bawa ini nih, ada yang sudah tahu ini apa dan fungsinya apa?”, dst.
Nah sayangnya fenomena pendidikan di negeri ini: Ketika di sekolah anak usia dini (TK dan SD) rasa ingin tahu dan keinginan bertanya sangat tinggi. Tapi ketika di perkuliahan sangat jarang mau bertanya.
Salah satu penyebabnya adalah mindset belajar yang tidak menyenangkan.

Jadi, teringat buku ini:


🌷STRENGTH BASED EDUCATION (SBE)
Temukan kekuatan anak >> agar anak menemukan bidang (yang nantinya bisa jadi pekerjaan) yang disukai dan membuatnya produktif dari hati.
Melihat kekuatan anak pada usia 13-14 tahun.
Kalo di sekolah lebah putih dan white bee – school of life, tidak ada SMP.
Kenapa? Karena hanya perlu sekolah untuk pra-akil baligh, yaitu TK dan SD.

🌷COMMUNITY BASED EDUCATION (CBE)
Passion sesuai kekuatan.
Ide: co-housing >> setiap rumah menjadi ruang belajar dan bermain bersama, tapi tetap mengutamakan privasi (beberapa ruang seperti kamar tidur tetap dijaga sebagai ruang pribadi).
Harapannya setiap keluarga percaya diri untuk mendidik anaknya sendiri.
Membangun komunitas bersama >> menemukan kekuatan sendiri-sendiri.
“It Takes a Village to Raise a Child” -African proverb-


Apakah tugas orangtua dalam pendidikan anak?
Salah satunya adalah membuat anak lapar ilmu, bukan nyuapin anak saat anak tidak lapar, ini nanti anaknya malah ‘muntah’ (menolak).
Bimbing anak untuk belajar, misal untuk anak-anak zaman now belajar via on line >> menggunakan youtube (generasi Z dan generasi Alpha).
Yang ada bukan banting tulang dari matahari belum muncul sampai matahari tak tampak lagi, tapi membersamai anak-anak.
Karena rezeqi itu pasti, kemuliaan yang harus dicari.
Jangan korbankan amanah, mengurangi taat hanya dengan ‘alasan’ mencari rezeqi (uang).
Yang anak-anak butuhkan bukan (hanya) materi tapi juga kehadiran orangtuanya.

Pengalaman Bu Septi saat salah satu anaknya berminat melanjutkan sekolah di Australia, maka beliau berusaha sekuat tenaga untuk membantu dan membuka jalan bagi anaknya tsb.
Apa yang dilakukan Bu Septi? Menulis! Ya karena beliau merasa itu yang bisa beliau lakukan, maka beliau menulis surat ke kedutaan besar Australia (dalam bahasa Indonesia karena beliau yakin di sana ada penerjemah yang jago). Beliau ceritakan tentang anaknya yang berminat sekolah di sana, kelebihan-kelebihan anaknya, dan bertanya apa yang harus dipersiapkan jika ingin sekolah di sana? Beasiswa apa saja yang tersedia? Alhamdulillaah surat beliau cepat mendapat balasan, padahal saat itu anaknya masih berumur 7 tahun. Benar-benar dipersiapkan sejak awal yaa. Masya Allah!
Bu Septi mengatakan ini kepada anaknya: “Ibu mungkin tidak kuat (membiayai sekolah di luar negeri) hari ini. Tapi yakinlah kalian milik Allah. Allah akan memampukan kalian.”

Apa yang menyebabkan generasi Z dan Alpha memberontak?
Mereka ingin ‘lari’, tapi sama orangtua mereka malah disuruh ‘jalan’, ga boleh neko-neko, ga boleh macem-macem, udah jangan ambil resiko, udah pilih jalan aman aja...
Padahal mereka sudah menunjukkan minatnya di bidang apa, mereka ingin segera berlari di bidang itu.
*Noted yaa kalo nanti udah punya anak sendiri, generasinya udah beda, cara mendidik juga beda.
Jadi teringat perkataan Ali bin Abi Thalib, ra: “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu”

Video Sekolah Impianku – School of Life – Lebah Putih
“Aku bermain, aku pintar, aku bahagia.”


Ajarkan anak-anak bersosialisasi vertikal.
Maksudnya? Jangan hanya terbiasa bersosialisasi secara horizontal (teman sebaya).
Karena di dunia bermasyarakat sesungguhnya, kita tentu akan terkoneksi dengan orang-orang dengan beragam usia, beragam latar belakang pedidikan, beragam bidang pekerjaan, dan lain lain.
Kita harus mempersiapkan anak-anak kita siap untuk berbaur, ga kagok nantinya…
Dengan terbiasa bersosialisasi dengan yang lebih tua/muda >> sosialisasi lebih matang >> bekal bermasyarakat.

Bagaimana mengontrol anak dalam penggunaan gadget?
Ajarkan anak tentang internet sehat dan gadget baik.
Maksudnya?
Ajak anak terbiasa menggunakan gadget untuk hal-hal yang positif, misalnya menonton video edukasi, bermain permainan edukatif, mencari sesuatu yang mengusik rasa ingin tahu anak.
Selain itu buatlah kesepakatan dan konsekuensi. Kesepatan berapa lama waktu untuk menggunakan gadget dalam sehari, apakah ada perbedaan antara hari biasa dengan hari libur, apa konsekuensinya jika kesepakatan tersebut dilanggar, konsekuensi tidak boleh menyakiti/tidak masuk akal (inilah bedanya konsekuensi dengan hukuman). Dengan adanya kesepakatan dan konsekuensi, insya Allah kita tidak menjadi orangtua yang emosional tinggi.
Karena pada intinya, di zaman sekarang ini, gadget dan teknologi tidak bisa dijauhkan dari anak. Hidup mereka sangat bersinggungan dengan hal tersebut.

Apa makna dari LEBAH PUTIH (WHITE BEE)?
Setiap koloni lebah, ada 1 lebah putih yang menghasilkan lebah khusus untuk sang ratu.
Artinya kita bekerja tapi kita berbeda, karena menghasilkan madu yang spesial.
“Good is not enough anymore, we must be different.”


SCHOOL OF LIFE
Narasumber: Mbak Enes Kusuma (Anaknya Bu Septi)

Dark Side of School
Saat mbak Enes kecil >> terbiasa memilih sekolah sendiri (berdasarkan pilihan-pilihan yang telah diseleksi oleh Bu Septi dan Pak Dodik, jadi memilih dari yang baik-baik) dan tidak pernah merasa terpaksa.
Saat SD bahkan sempat 3x pindah sekolah, pernah homeschooling juga.
Saat memilih SMP, berdasarkan yang banyak organisasinya, karena ia suka berorganisasi.
Pengalaman di SMP >> OSPEK, pelajaran yang banyak, dan buku-buku yang berat >> tidak masalah, bahkan merasa itu tantangan untuk ditaklukan. Yang ga oke cuma satu >> ketika ada anak yang berpartisipasi lomba tapi tidak juara lalu ‘dibicarakan’ oleh para guru.
Hal itu membuktikan: “bisa jadi setiap perkataan atau perbuatan kita (guru) membekas di hati murid”.               
Tapi sayangnya tidak semua guru menyadarinya.
Selain itu begitu banyak sekolah-sekolah favorit di Indonesia yang ‘ikut-ikutan’ mengejar fasilitas (bangunan tinggi beserta isinya yang super lengkap dan canggih) dan predikat juara di banyak bidang >> demi nama ‘baik’ sekolah agar semakin ‘menarik’ peminat.
Padahal sebenarnya yang paling penting adalah peran guru. Kualitas guru!
Maka sebagai guru yang baik, up grade-lah diri sebanyak-banyaknya. Tumbuhkan intellectual curiosity! Jadi tidak hanya anak yang belajar, tapi juga kita (fasilitator dan guru). Ingat konsepnya: belajar dan tumbuh bersama!

Berawal dari homeschooling
Saat kelas 4 awal ditanya: “Mau tetap di sekolah yang sama, atau pindah ke sekolah A/B, atau homeschooling?”
Akhirnya memutuskan homeschooling = belajar bersama ibu, langsung membuat project, bercerita, ruang belajarnya sangat luasss, tidak hanya di rumah.

Jadi belajar menentukan tujuan, apapun jenis pendidikan tidak masalah, itu bisa jadi tantangan untuk naik level.
Sisi positif homeschooling: anak-anak bisa eksplor dirinya lebih dalam dan bisa lebih dekat dengan orangtua.
Sisi negatif homeschooling: anak-anak tidak bisa setiap hari bertemu dengan anak-anak lain (teman sebayanya).
Jadi intinya, homeschooling atau sekolah baik-baik saja, oke-oke saja keduanya, asal HBE-nya kuat.

Sekolah Kehidupan yang Belajar Cara Memaknai Hidup
*Duh dalem banget ini tujuan sekolahnya… Masya Allah…
Di sekolah lebah putih, mbak Enes belajar mengelola kelas.
Di sekolah lebah putih, mbak Enes menyadari bahwa anak-anak bisa diajak berdiskusi, bahkan diskusi tingkat tinggi.
*Jadi teringat saat mengajar juga beberapa kali suka terpesona sama wawasan anak-anak zaman now, entah itu dari pertanyaan yang mereka ajukan atau dari komentar tak terduga
Sekolah adalah belajar untuk hidup >> melebur dengan komunitas dan masyarakat.
Sekolah seharusnya idak memisahkan antara teori dengan praktik.
Di sekolah, anak-anak belajar sesuai tahapannya.
Di sekolah, anak-anak belajar berargumen dengan baik.
Di sekolah, anak-anak belajar untuk kreatif.

Tidak Ada Pendidikan Terbaik di Dunia
Mbak Enes mendapat kesempatan untuk berkunjung ke beberapa sekolah di Eropa (termasuk Finlandia yang dinobatkan sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia), belajar tentang pendidikan di sana.
Berdasarkan kunjungannya, mbak Enes berkata: “Saya terpesona dengan komunikasi antara guru dengan anak di sana.”
Pendidikan tergantung culture setiap bangsa.
Jadi meskipun itu disebut pendidikan terbaik di dunia, belum tentu semuanya bisa diterapkan di Indonesia. Mungkin ada beberapa yang bisa diterapkan di Indonesia, ada pula yang tidak.
Karena meskipun tampak baik di suatu negara, belum tentu baik bagi negara kita.
Maka setiap negara harus menemukan pendidikan terbaiknya sendiri.Lebih dipersempit lagi, setiap keluarga harus menemukan pendidikan terbaiknya sendiri.Semakin dipersempit lagi, setiap anak harus menemukan pendidikan terbaiknya sendiri.
Jadi meskipun pola pendidikan berbeda >> oke-oke aja, yang penting itu sudah pilihan sendiri yang terbaik dan harus cocok.
Misalnya: school of life yang ada di Bandung berbeda dengan yang di Salatiga. Insya Allah yang di Bandung, concern-nya ke kreatifitas dan masalah sampah.

Pendidikan terbaik seperti apa yang terbaik untuk Ananda?
Ajaklah anak untuk berdiskusi menentukan sekolah/homeschooling, jangan membuat keputusan sepihak (orangtua saja).
Setelah berdiskusi, maka pilihlah pendidikan untuk anak Anda, jalani!.

Yang penasaran lebih lanjut tentang Sekolah Lebih Putih, bisa cek video ini:
SAMBANG SEDULUR SCHOOL OF LIFE LEBAH PUTIH




GREEN EDUCATION
Teh Khilda Baiti Rohmah (Sampahkoe Community)

Apa itu GREEN EDUCATION?
Pendidikan yang memberikan pengenalan, pengolahan, pelestarian, dan peningkatan kepedulian kita terhadap alam dan lingkungan sekitar.

Belajar apa ya?
Di green education, wilayah cakupannya luas: tanah, air, udara, sungai, laut, energi, dan sanitasi.

3 pilar Green education

🌱Awareness
>>misalnya untuk meningkatkan awereness di anak-anak dengan permainan: ecofunopoly, permainan pilah sampah (kayak ding-dong *tahu kan yaaah permainan ini, generasi 90an, hehe), project wayang kertas, dan film-film bertema lingkungan. Insya Allah dengan penyajian yang menarik, jadi lebih berkesan ke anak-anak.

🌱Attitude
>>saling mengingatkan untuk berani memulai: dari rumah, zero waste centre, sanitation for all.

🌱Action
>>membuat sesuatu yuk! Misalnya: lukisan dari kantong teh celup, daur ulang jadi permainan anak.


PENGENALAN WHITE BEE – SCHOOL OF LIFE
“Don’t teach me, I love to learn”
Teh Nisa Nur’arifah (teh Nca) – Head of School White Bee

🌱MISI
Sekolah Alami – Natural School – Green education

1. HBE (Home Based Education)
Mengembalikan rasa percaya diri orangtua dalam memegang amanahNya dan menjalankan kesejatian peran mendidik anak.
Jadi saat mendaftarkan anaknya orangtua yang dites: “Apakah orangtua siap jadi partner sekolah?”, “Apakah orangtua siap belajar juga?”, “Apakah orangtua siap ‘repot’?”

2. FBE (Fitrah Based Education)
Memunculkan fitrah seluruh peserta didik yang sudah dimilikinya sejak lahir.
Percaya bahwa fitrah setiap anak itu cerdas, setiap anak itu unik dengan kecerdasan yang berbeda-beda.

3. SBE (Strength Based Education)
Memandu setiap peserta didik agar bisa beramal sesuai dengan kekuatannya masing-masing.
Tidak hanya anak yang belajar tapi orangtua juga belajar.

4. CBE (Community Based Education)
Mengembalikan tanggung jawab pendidikan kepada komunitas dan diri peserta didik ketika memasuki aqil baligh.
Saling mengenal juga antar orangtua gar tahu kekuatan masing-masing yang menjadi modal untuk membangun komunitas.



🌱VISI
Menjadi komunitas pendidikan anak dan keluarga yang sholeh, unggul, dan bahagia.

Kenapa “bukan sekolah alam, tapi sekolah alami”?
Kalo sekolah alam >> dimanapun sekolah berada konsepnya pasti alam.
Kalo alami >> sesuai kearifan lokal masing-masing, bisa berupa sekolah alam bisa berupa sekolah kreatif, sekolah teknologi, dll.
Maka carilah potensi kekuatan masing-masing daerahmu.
Milikilah pola pikir: berawal dari tantangan untuk menghasilkan solusi.
Berusaha terbiasa menjadi solusi sejak dini!

Apa metode yang digunakan di White Bee?
Inquiry based Learning dan project based learning
Maksudnya?
  • Aktif bertanya (anak-anak dilatih bertanya bukan menjawab)
  • Berpikir kritis dan kreatif
  • Aktif memecahkan masalah
Anak-anak adalah homoludens, makhluk yang senang dengan bermain, maka fitrah mereka adalah belajar melalui bermain. Untuk itu pola belajar di sekolah ini disampaikan melalui metode IBL (Inquiry Based Learning) yang menekankan bahwa ilmu pengetahuan itu didapat dari rasa ingin tahu anak yang besar. (https://www.lebahputih.com/academics)

Inquiry is something that student DO, not something that is DONE to them

I CAN
Intellectual Curiosity: mengasah rasa ingin tahu > terampil bertanya & melihat tantangan.
Creative Imagination: berani mengungkapkan gagasan dan mengekspresikan diri.
Art of Discovery: merumuskan gagasan dan memecahkan persoalan.
Noble Attitude of Islam: mengasah aspek spiritualnya > karakter kokoh.



Komponen Biaya White Bee School of Life

LEVEL
TK A
TK B
Dana Pengembangan
5.000.000
5.000.000
SPP
500.000
500.000
Dana Kegiatan Tahunan
1.200.000
1.200.000
Parent’s Class
600.000
600.000
Parent’s Camp
400.000
400.000
Seragam
200.000
200.000
TOTAL
8.000.000
8.000.000


🌸🌸🌸
Setelah mengikuti seminar ini jadi semakin tersadar, Masya Allah memiliki keluarga yang kuat. Menurutku meskipun dulu mama dan papa ga ikut-ikutan seminar parenting macam gini (dan kayaknya zaman dulu juga belum ada, kalo adapun sangat jarang dan adanya di kota besar...), tapi Alhamdulillaah  ternyata yang mama dan papa lakukan adalah menguatkan pendidikan di dalam rumah (Home Based Education).
🌸🌸🌸

Tags: Parenting

Posting Komentar

4 Komentar

  1. Masyaallah mba lengkap banget, sempet mupeng lihat flyer nya, alhamdilillag bisa nyicip ilmunya berkat sharing mba miranti. Terimaksh ya, saya izin share

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah... sama-sama mbak Nurul :). Iya temanya menarik banget yaaa, sering jadi diskusi di sekitar, dari yang ringan sampai berat hawa-hawa diskusinya, hhihi. Semoga bisa jadi referensi yaa mbak ;)

      Hapus
    2. Terima kasih mbaaa..super duper ya kalau ngomongin pendidian anak . Terima kasih ulasanya yg super legkap

      Hapus
  2. Lengkaapp..

    Makasih share nya mbak

    BalasHapus

Langsung ke konten utama