Resume Diskusi Level 9: BE CREATIVE
Kelas Bunsay - Institut Ibu Profesional
Senin, 19 Maret 2018

Wah ternyata sudah materi ke-9 di kelas Bunsay! Itu artinya sudah 75%! Yeaay!
Alhamdulillaah masih bisa bertahan, walau kadang terseok-seok manjat ratusan chat, walau kadang kelewat diskusi yang menarik, walau seringkali menjadi silent reader gara-gara ketinggalan info, walau udah 3x skip mengerjakan tugas (duh KKM lulusnya berapa kali skip yaaa, lupa lagi eheu…), tapi berusaha untuk tetap berada di frekuensi yang sama, kalo sarannya Dory: ‘Just Keep Swimming, Just Keep Swimming!’.

SALUTTT! Betapa luar biasa semangat para ibu dan calon ibu untuk belajar bersama dan tumbuh bersama!

Materi kali ini menariiik banget! Yaitu tentang >>> KREATIVITAS.
Berikut resume-nya:

Sebelum memulai diskusi, kami diberi ‘makanan pembuka’ berupa slide pdf. Ada bagian yang jlebbb:
Kreativitas itu bukan ditumbuhkan, karena pada dasarnya setiap anak terlahir kreatif.


Apa buktinya?
🌱Memiliki rasa ingin tahu yang besar, kalo lagi berinteraksi sama anak-anak pasti telinga kita akan akrab dengan pertanyaan: “Apa ini?”, “Apa itu?”, “Koq bisa gini?”, “Koq bisa gitu?”, dst.

🌱Tidak mengenal tidak mungkin, kalo lagi berinteraksi sama anak-anak pasti deh suka kesel kalo mereka ‘ngeyel’, udah dibilang itu ga bisa, tapi biasanya yang dilakukan anak-anak pasti kekeuh dicoba, atau dibilang kerjakan seperti ini yaaa, eeeh malah dikerjakan dengan cara ‘ala’ mereka. Nah, sesungguhnya mereka sedang eksplorasi loh!

🌱Tidak takut salah, kalo lagi berinteraksi sama anak-anak terus diberi kesempatan untuk mencoba sesuatu, pasti deh rebutan mau mencoba, mereka ga peduli nanti akan benar atau salah, intinya semangat dulu mau mencoba, benar atau salah belakangan.


Jadi jangan-jangan, ketika kita melarang anak-anak, ketika kita memberi instruksi ini-itu-ini-itu, ketika kita meminta anak-anak untuk duduk manis dan tenang jangan berisik, hiks, jangan-jangan kita sedang mematikan kreativitas mereka!

Jadi jangan-jangan, sistem pendidikan yang sekarang kita terapkan ke anak-anak, baik di rumah atau di sekolah, justru membunuh pelan-pelan bibit kreativitas itu! *hiks, koq serem ya ada kata ‘membunuh’

Gara-gara kata ‘mematikan’ dan ‘membunuh’ kreativitas anak, jadi teringat sedikit cerita dari buku the Little Prince.

Di awal buku, diceritakan bahwa penulis sangat terpesona dengan salah satu buku yang dibacanya, kemudian ia menggambar berdasarkan imajinasinya. Seekor ular boa sedang menelan mangsanya! Namun ketika ia tunjukkan gambar tersebut ke orang dewasa, orang-orang dewasa menyangka itu adalah topi. Seberapa kuat ia menjelaskan pada orang dewasa, tetap saja para orang dewasa itu menganggap topi. Hingga akhirnya penulis memutuskan untuk tidak pernah menggambar lagi hingga sebelum buku ini dibuat. Bayangkan kalo misalnya bibit kreativitas sang penulis tidak bangun dari hibernasi panjangnya, mungkin kita tidak pernah membaca buku the Little Prince (has been translated into 250 languages, sells nearly 2 million copies each year).


Jadi jangan-jangan karena kita –orangtua dan guru– terlalu protektif, membuat anak-anak kita menjadi tidak suka belajar, bosan belajar, belajar jadi sesuatu yang tidak menyenangkan.
Astaghfirullahaladzim… Astaghfirullahaladzim… Astaghfirullahaladzim…

Yuk sama-sama memutuskan rantai kesalahan itu.


Bagaimana caranya agar kita tidak mematikan bibit kreativitas tersebut?
🌳Lebih banyak dorongan
Yuk sama-sama mendukung anak-anak untuk bereksplorasi dengan apa yang ada di sekitarnya, karena bereksplorasi itu sesungguhnya melatih kemampuan berpikir analitis. Jadi teringat quote ini:
Albert Einstein: Play is the highest form of research.
Badan bakal terasa capek? Ooohya pasti! Harus menemani anak ketika mereka bermain, harus mengawasi mereka agar bereksplorasi dengan aman, harus siap diajukan pertanyaan-pertanyaan ajaib (tapi ini tenang aja, ada internet dan buku-buku di perpustakaan, jadi bisa sekalian mengajarkan anak literasi).
Rumah jadi berantakan? Oooh bener banget! Hehehe. Kalo kata yang sudah punya anak, masa-masa itu dinikmati aja, karena akan ada masa dimana kita akan kangen rumah berantakan, kangen keriuhan anak-anak, kangen keseruan saat bereksperimen, masa-masa itu adalah saat anak beranjak dewasa *duh jadi baper, kangen rumah.

🌳Cinta tanpa syarat
Aaah ini susah untuk dijelaskan. Cukuplah unconditional love.
Unconditional love is a wonderful way to think about a parent’s love for his/her child. It conjures up visions of limitless support, of advocacy, protection, absolute and beautiful love. (Huffington Post)

🌳Hargai keunikan anak
Seringkali ketika para orangtua ‘kumpul-kumpul’, maka yang jadi topik andalan adalah “Anakku sudah bisa … looh.” (Titik-titiknya diisi sendiri). Nah ‘kumpul-kumpul’ yang seperti ini yang kadang suka membuat para orangtua lupa bahwa anaknya unik, bahwa anaknya tidak suka dibanding-bandingkan, bahwa anaknya punya kecerdasan yang berbeda dengan anak lain.
Jadi teringat salah satu lagu favoritku (sumber gambar: https://www.instagram.com/sekolahmutbun/) >>

🌳Berikan dunia untuk dijelajahi
Di zaman now ini, dunia itu serasa digenggaman tangan. Mau apa-apa bisa tinggal klik, mau pesen travel dalam dan luar negeri bisa tinggal klik, mau beli ini dan beli itu bisa tinggal klik, mau tau informasi tentang negara lain bahkan planet lain tinggak klik. Syaratnya cuma satu, asal punya kuota internet, hehehe. Nah tapi harus diingat juga, sebelum memberikan dunia untuk dijelajahi, anak juga harus dibekali jiwanya agar kuat mengahadapi angin topan dan badai di luar sana.
Tentang memperkuat jiwa anak, bisa baca catatannya di sini:
https://mirantibanyu.blogspot.co.id/2018/03/manajemen-jiwa-islami-wanita-dan-anak.html

Ohya di suapan terakhir ‘makanan pembuka’, kami lagi-lagi diingatkan tentang kalo kita ingin anak kita berubah, yang harus mulai duluan berubah siapa? (Jawab dalam hati masing-masing yaaa).

Masya Allah ‘makanan pembuka’-nya aja udah mantep banget gizinya.

Masih mau lanjut?
MAUUU…
Hayuuu…

Mari belajar tentang KREATIVITAS

Coba perhatikan gambar ini:

Apa yang teman-teman lihat dari gambar ini?
Jawaban yang muncul bervariasi:
🌻Tulisan LIFT >> teh Idea, teh Nafsa.
🌻Bentuk kotak-kotak ga beraturan >> teh Idea.
🌻Kayak bayangan orang (yang hitam-hitamnya) lagi liat sunrise (bagian kuning di atas), pantulan mataharinya kena ke genangan air (baguan kuning di bawah) >> Peppy.
🌻Bayangan IC? Integrated Circuit... (yang hitamnya) >> Peppy.
🌻Telur ceplok yang dibagi dua? Disimpan di atas, dan di bawah >> Peppy.
🌻Puzzle >> teh Mawar, Miranti.
🌻Awalnya saya lihat kotak2 yg bikin saya inget sama pacman, ternyata kata: lift ya? >> teh Nurita.
🌻Blok-blok semacam tetris >> teh Karissa.
🌻Pertama kali liat bentuk puzzle yang berbaris, tapi begitu liat dari lbh luas, membentuk tulisan LIFT >> teh Leti.
🌻Bisa jadi potongan bagian dari sebuah kata utuh... >> teh Nurita.
🌻Kaya legooo >> teh Idea, teh Ika.
Intinya, kata mbak Diyah (fasil baru kami yang kece): “Tidak ada jawaban yang salah... Ini hanya menguji kemampuan kreativitas kita dalam melihat suatu gambar maupun benda.”.

Coba perhatikan gambar ini:

Kira-kira itu gambar apa yaaa?
Kami menjawab: tulisan BE CREATIVE

Eeeh ternyata gambar utuhnya adalah:
Nah, jadi introspeksi diri yaaa, jangan cepat-cepat memberikan asumsi, nanti hasilnya seperti ini😜

Selanjutnya diberikan gambar ini:

Instruksinya adalah: Tariklah 1 garis yang dapat melalui semua titik tanpa terputus!
Jawaban dari kami:
Waaah bisa macam-macam yaa ternyata.

Lalu kami diberikan contoh gambar-gambar kreatif:

Lalu seperti apa proses kreativitas itu?

Mari coba ciptakan produk baru melalui proses kreativitas.


DISKUSI HANGAT dimulaiii…
Diskusi kali ini langsung diawali bau kreatif, teh Idea meminta kami untuk mengacungkan tangan saat absen dengan menggunakan emoticon yang kreatifff!
Cuuuuuung 🚀 >> Peppy
Cuuungg >> mbak Diyah

Q&A
Pertanyaan 1. Teh Nafsa
Mba bagaimana ya cara menyikapi "tidak mengenal tidak mungkin" ketika bersama anak?
Karena pernah beberapa kali ketika bermain sama anak terjadi 'sesuatu yang tidak mungkin ini'. Misal ketika Kareem (27 bulan) ingin semua bukunya dimasukin ke keranjang sepeda, lalu sepedanya ngejunglel karena kepenuhan dan bukunya terlalu berat. Anaknya ngerengek minta tolong, saya bantu sambil bilang "ga bisa semua bukunya masuk keranjang, sepedanya jadi ngejungkel. Dikit-dikit aja bawanya, simpan, terus nanti bawa lagi". Kadang anaknya masih tetep ingin bukunya dibawa semua meski udah dikasih pengertian 🙏
Jawaban:
Teh Nafsa hanya butuh mengenali kemampuan sang anak... Bahwa anaknya seorang pejuang yg hebat, kekeuh,  dan suka tantangan.. Selanjutnya orangtua butuh memfasilitasi jiwanya sekreatif mgkn... Misal: menyediakan kotak yang bisa diisi buku untuk ditarik (disambungkan) ke sepeda..sehingga jadi seperti menyeret keranjang buku. Kenali dan fasilitasi, teh Nafsa.
Tanggapan:
Saya mirip teh caca, gak kepikiran kesana, jadinya bilang "nggak bisa nak, kan udah penuh, atau udah maksimal dll" –teh Prita–
Wahh... Iya juga ya teh, kadang kita yang ga kreatif mencari solusi dan memfasilitasi keinginan anak. –teh Idea–

Pertanyaan 2. Teh Dea
Bagaimana merawat dan meningkatkan kreativitas anak? Setelah itu, bagaimana mengukur nya? Apakah kreativitas itu diukur brdasarkan hasil karyanya?
Jawaban:
Merawat dan meningkatkan kreatifitas anak dg tidak banyak membatasi aktivitasnya, utk anak usia dini kemampuan eksplorasinya sangat tinggi,  apapun yg dilakukannya merupakan proses kemampuan berpikir dan berkreasi. Naah... Menurut tetehs.. Bagaiman cara mengukur kreatifitasnya?
Tanggapan:
Yang memiliki nilai fungsional teh, ada nilai lebihnya. –Miranti–
Apa mungkin bisa diukur berdasarkan kriteria kreatif itu apa saja ya teh? –teh Idea–
Jadi dari hasil karya ya teh? Mungkin kalo sudah dewasa kreatifitas bisa dilihat dari hasil karya.. Naah kalo anak-anak mungkin bisa diliat dari aktivitas yang dilakukan, proses bukan hasil. Misal anak yang sedang bermain pasir atau tanah, mungkin belum terlihat hasilnya, tapi dari proses tsb anak-anak sedang berproses untuk berkreasi. –mbak Diyah–
Iya teh, intinya kreatif itu pada prosesnya ya teh, proses anak ketika dia mencoba, mengulang, menambahkan, asal kita teliti memperhatikan. Kita yang harus mengarahkan biar hasil dari prosesnya juga semakin baik. –teh Idea–
Kalau kata saya apapun yang anak lakukan biasanya ada hal yang bisa diambil. Misalnya Nara punya mainan terbatas, saya jarang belikan mainan. Terus tiba-tiba dia ngoprek lemari mengeluarkan apapun yang ia mau, nggak taunya dia berimajinasi. –teh Prita–
Sya jadi coba searching karena penasaran dengan pertanyaan bagaimana cara mengukur kreatifitas?, dan menemukan ini: 
Creativity is comprised of four factors. Just remember this equation: Creativity = Surprise + Originality + Beauty + Utility
Ini sumbernya di sini http://www.creativitypost.com/psychology/creativity_components *mungkin ada yg penasaran baca selengkapnya😊, menarik banget tentang kreativitas iniii😍 –Miranti–
Betul teteh... Kreativitas bt anak2 gk perlu rumit, corat coret dinding bs jd aksi kreatif anak2 –mbak Diyah–

*intinya makin malam diskusi kami makin HOT, Banyak yang bisa digali dan dikembangkan dari cara berpikir menjadi hal yang kreatif.. makin disadarkan bahwa jika ingin ‘menyirami’ bibit kreativitas anak, naaah ibu-ibunya dulu nih juga harus ‘menyirami’ bibit kreativitas diri sendirinya terlebih dahulu.

Pertanyaan 3. Teh Prita
Mba, proses kreativitas itu kan ada tiga: Evolusi, Sintesis, Revolusi
Adakah seseorang yang langsung berada di tahap revolusi? atau sintesis? tanpa melewati proses evolusi?
Jawaban:
Bisa... Biasa disebut orang yang revolusioner... Memiliki tingkat kreatifitas yang tinggi...dan biasa menemukan momen AHA...!!! Biasa berpikir out of the box... dan ide-idenya original, tidak berpengaruh dengan ide-ide yang sudah ada sebelumnya
Tanggapan:
Kalo sintesis misalnya bikin kue brownies donat, resep brownies digabung sama bentuk donat? –teh Idea–
Misalnya, ada orang yang bikin produk, atau aplikasi yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. misalnya pembuat medsos pertama. atau pembuat telephone. atau pembuat pembuat lainnya 🙈 itu revolusi yaa? –teh Prita–

KESIMPULAN
Menurut aku, langkah pertama untuk menjadi kreatif adalah mengubah pemikiran bahwa diri ini tidak kreatif. Kita harus meyakini setiap anak dilahirkan kreatif, yang diperlukan selanjutnya adalah menyirami bibit kreativitas tersebut. Jangan sampai bibit itu berhibernasi lalu lupa untuk bangun lagi.

Alhamdulillaah diskusi hangat kali ini berjalan lancarrr, mengutip kata-kata fasil kami:
Terimakasih teteh-teteh... Telah menjadikan malam bertabur ilmu.. 🌟🌟 🌟
Semoga semakin bersinar dalam kehidupan.

Aamiin Yaa Allah...


🌱🌷🌱🌷🌱🌷🌱
Sumber:
Diskusi belajar materi level 9 di Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional – Bandung 2

Miranti Banyuning Bumi

Tags: Kelas Bunda Sayang

Posting Komentar

3 Komentar

  1. Reportasenya kece badaaaaaiiii~
    Blogger favorit akuuuu! ❤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awwww mamaknya Arsyad dan Maryam bisa sajaaaa :D.
      Alhamdulillaah semoga bermanfaat, seru banget yaa tantangan kali iniii :)
      Aku baru aja baca cerita tentang Arsyad, kerennnn ihh ngajak mamaknya belajar :D. Arsyad hobinya maen sama Dinasaurus yah...

      Hapus
  2. Terima kasih tulisannya mba. Alhamdulillah jadi inspirasi untuk saya saat ini. 🤩

    BalasHapus

Langsung ke konten utama