Resume Bedah Buku #ODOPfor99days bersama
Penulis Anak Rantau: Ahmad Fuadi
Salah satu agenda rutin yang
ditunggu-tunggu di komunitas menulis #ODOPfor99days adalah bedah buku bersama
penulis yang tulisan-tulisannya tak diragukan lagi (baca: best seller!).
Dan penulis spesial yang bersedia ‘datang’
untuk menjawab rasa penasaran kami adalah Ahmad Fuadi.
Walaupun sempat tertunda karena ada
agenda lain… Alhamdulillaah akhirnya hari ini (Kamis, 2 November 2017 pukul 16.00
– 17.00 WIB) beliau bisa ‘hadir’ dan berbagi untuk kami.
Sebelum mulai kulwap, kami diberi
cemilan ringan dulu:
Teman-teman, berikut sekilas tentang
Novel Anak Rantau dari Bang Fuadi.
Tentang Novel Anak Rantau karya Ahmad
Fuadi
#1 Dalam 1 kalimat, Novel anak Rantau
ini ingin menceritakan apa?
Tentang pencarian obat luka, luka batin, luka sejarah, luka lama. Obatnya adalah maafkan, lupakan dan ikhlaskan. Move on
Tentang pencarian obat luka, luka batin, luka sejarah, luka lama. Obatnya adalah maafkan, lupakan dan ikhlaskan. Move on
#2 Apa pesan yang ingin disampaikan
kepada pembaca?
Obati luka dg maaf
Obati luka dg maaf
#3 Ide ceritanya datang dari mana?
Observasi dan suasana kebatinan masyarakat sekarang
Observasi dan suasana kebatinan masyarakat sekarang
#4 Berapa lama menulis buku ini?
4 tahun
4 tahun
#5 Apa ada kisah menarik saat proses
pembuatan buku ini?
Bongkar ide awal setelah riset
Bongkar ide awal setelah riset
#6 Apa keunikan buku ini dari buku tema
sejenis?
Setiap novel adalah sidik jari penulis itu, sehingga tentu unik dengan sendirinya. Tema universal dan juga kekinian, ketika masyarakat terbelah oleh opini politik dan terus heboh di social media, kita kehilangan semangat mengobati dg maaf
Setiap novel adalah sidik jari penulis itu, sehingga tentu unik dengan sendirinya. Tema universal dan juga kekinian, ketika masyarakat terbelah oleh opini politik dan terus heboh di social media, kita kehilangan semangat mengobati dg maaf
#7 Tantangan apa saja yang muncul saat
proses kreatif dan penulisan buku ini?
Menjaga ritme dan stamina
Menjaga ritme dan stamina
#8 Pelajaran/ilmu/hikmah apa yang Bang
Fuadi paling rasakan setelah membuat buku ini?
Berkaca dan belajar dari apa yang diamati dan dituliskan
Berkaca dan belajar dari apa yang diamati dan dituliskan
#9 Mengapa kami perlu membaca buku ini?
Tidak perlu sih hehehe. Hidup akan tetap berjalan tanpa baca buku ini. Kecuali kalau mau meluaskan makna hidup tentang alam terkembang jadi guru dan kekuatan maaf.
Tidak perlu sih hehehe. Hidup akan tetap berjalan tanpa baca buku ini. Kecuali kalau mau meluaskan makna hidup tentang alam terkembang jadi guru dan kekuatan maaf.
- Terima kasih -
Ohiya kali ini beliau malu-malu
dimasukkan ke grup WA kami dan memilih menjawab melalui WA teteh inisiator
komunitas (teh Shanty) :D
Insya Allah meskipun tidak ‘hadir’
langsung di grup, tidak pula mengurangi inspirasi yang akan didapat. Beberapa
pertanyaan dijawab oleh beliau melalui rekaman suara dan melalui text.
AF (Ahmad Fuadi): “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh…
Selamat sore buat ibu-ibu dan teman-teman semua yang bergabung di whatsapp grup
One Day One Page. Semoga diskusi kita bermanfaat.” (rekaman
suara)
Sesi TANYA-JAWAB
#1 Pertanyaan Bunda Intan, Bandung
Adakah budaya (ibadah) khusus ketika
akan menulis misalkan shaum dulu, shalat mohon doa pada kedua orang tua. Persiapan
spiritual . . . kira2 - nya magh ya.
AF:
“Untuk Bunda Intan di Bandung bertanya tentang ritual khusus kalo menulis
sejauh ini saya ga punya ritual khusus hanya yang biasa saja berdo’a, coba cari
tempat yang enak buat nulis. Yang generalnya adalah selalu berprasangka baik
dan berpikir positif. Itu aja kira-kira untuk ritualnya.” (rekaman suara)
#2 Pertanyaan Dian K., Surabaya
Menulis selama 4 tahun itu gmn
prosesnya, apa ada target khusus, tiap hari brp lembar?
AF:
“Untuk Mbak Dian dari Surabaya, menulis 4 tahun itu sebetulnya tidak menulis
saja ya ada masa riset, masa perenungan, masa bongkar struktur, masa agak males
hehe, dll. Saya tidak punya target per hari. Biasanya target besar aja,
misalnya terbit tahun berapa.” (rekaman suara dan text)
#3 Pertanyaan Wilda - Cianjur
Bagaimana cara riset yang baik dan benar
untuk membuat sebuah buku novel?
AF:
“Mbak Wilda, riset novel pertama menurut saya untuk setting. Kalau bisa datang
ke tempat kejadian di novel kita. Riset karakter, amati dan lihat siapa model
karakter kita. Lalu baca banyak buku kalau itu ada kaitan sejarah dan keilmuan.
Contoh dari riset negeri5menara. saya pulang kampung ketemu ibu utk ngobrol.
lalu bongkar lemari tua di rumah nyari diari yang saya tulis sejak smp, lalu
belasan diari itu saya baca ulang dan tandai dg postit bagian penting dan
dramatis. saya juga baca ulang semua surat yg saya kirim ke amak selama 4 tahun
di pesantren. saya juga buka catatan waktu di gontor, dan saya syukurnya masih
menyimpan catatan hari pertama yang ada tulisan man jadda wajada. juga buka
album waktu di gontor. semuanya ini utk menghadirkan suasana, setting, rasa,
suara dll.” (text)
#4 Pertanyaan Emiria - Surabaya
Apakah kisah tentang Pandeka Luko
benar-benar fiktif, atau ide kisah ttg Pandeka Luko ddapat dr pengalaman
pribadi?
AF:
“Salam Mbak Emiria. Pandeka Luko fiktif, tapi ada inspirasi dari beberapa
cerita orang yang jadi "korban" perang dan pemberontakan masa lalu.
saya wawancara anak dari tokoh yang terbuang ini”
#5 Pertanyaan Anittaqwa – Surabaya
a. Apa alasan Bang Fuadi memberi nama
tokoh utama "Donwori Behepi"?
b. Apa kendala terberat selama penulisan
novel keempat ini dan apa solusinya?
AF:
“Halo Mbak Anita. utk membuat nama tokoh di nobel, usahakan unik dan memperkuat
cerita. hepi menurut saya unik karena bercerita tentang kebahagiaan, impian
bahagia, walau ironinya, hidupnya gak selalu bahagia. Dengan nama donwori bihepi,
namanya semakin unik dan memorable. apalagi ada lagunya. b. kendalanya,
struktur awal novel yang saya bikin di italia tidak cocok dengan riset lapangan
saya di minang. saya harus bongkar lagi. dan ternyata membongkar itu membuat
ceritanya macet. lama bongkar pasang ini. solusinya ya harus sabar dan
konsisten terus membentuk cerita ini menjadi masuk akal dan menarik.”
#6 Pertanyaan Amanda – Bandung
Kapan waktu yg pas untuk menulis? Dimana
waktu tsb slalu brmunculan ide2 yg lancar utk di tuliskan...
AF:
“Halo Mbak Amanda. Untuk waktu, tergantung masing2 paling merasa in dan
semangat itu kapan. cari moment kita masing2. ada yg asyik nulis malam, ada
yang pagi, ada yang di kamar, ada yang di pantai. temukan kecenderungan
masing2. saya pada dasar suka menulis pagi, walau bisa menulis kapan saja dan
dimana saja.”
Dapet intermezzo:
AF:
“Halo ibu-ibu, teman-teman, mbak-mbak semua terima kasih ya atas pertanyaannya.
Mohon bersabar karena sambil saya mengetik ada anak saya juga yang mau ikut
mengetik ni, Salman.” (rekaman suara)
Ada
asisten (Anaknya Bang Fuadi: Salman)
#7 Pertanyaan Wahyu - Solo
Saya pernah dengar ada yang mengatakan
bahwa menulis novel itu butuh tenaga lebih besar daripada menulis buku non
fiksi, benar begitu ya bang? Bisa dijelaskan bagaimana itu mksdnya bang?
AF:
“Salam Mbak Wahyu. menurut saya sama saja. krn dua duanya punya tantangannya.
cuma fiksi mungkin tidak punya referensi ilmiah spt karya non fiksi. krn tdk
ada referensi perlu menguras banyak rasa, jiwa dan riset.”
#8 Pertanyaan Shanty, Bandung
Mau tahu Bang, kenapa memilih ganti
penerbit dari Gramedia saat N5M jadi falcon di buku Anak Rantau?
Bagaimana pengalaman pindah penerbit?
Apa Bang Fuadi bisa memberi masukan kriteria
apa yang perlu kita pertimbangkan untuk memilih penerbit?
AF:
“kebetulan sejak negeri5menara laku di pasar, banyak penerbit yang minta naskah
ke saya. termasuk falcon. yang menarik dr tawaran falcon adalah ada kemungkinan
dari buku jadi film. tentu perlu penyesuain cara kerja dan belajar mengenal tim
baru. kriteria penerbit adalah yang punya reputasi, pelaporang baik dan terbuka.”
#9 Pertanyaan Wahyu - Solo
Utk anak rantau, gmn cara memancing
pengalaman rasa dan jiwa itu hadir? Dan gmn mempertahankannya?
Kapan kira2 buku non fiksi-nya keluar
Bang?
AF:
“mbak wahyu. saya banyak berdialog dg orang yang mengalami peristiwa yang mirip
di novel. misalnya keluarga yang dicap pemberontal. atau orang yang merasa
dilukai oleh orang dekat. utk sentuhan sufi, saya ngobrol dg orang tasawuf,
hadir di pengajiannua dan nonton ceramah sufi di youtube. buku non fiksi saya
udah ada mbak. yang paling laris adlaah “beasiswa 5 benua: 100 tips beasiswa
luar negeri”
#10 Pertanyaan Mittya Ziqroh, Pasaman
Kenapa setiap novel memiliki latar
belakang tempat minangnya? Apa yang ingin disampaikan kepada pembaca tentang
tempat ini?
AF:
“Mbak Mittya. Tempat yang paling asyik diceritakan adalah tempat yang paling
berkesan dan dekat dengan hati penulis. Karena saya lahir di sana, maka lebih
enak menulisnya. pesannya sebetulnya adalah kampung itu punya kekuatan, kampung
itu tempat tumbuh dan tempat pulang.
#11 Pertanyaan Wilda-Cianjur
Setelah anak rantau, apa novel
selanjutnya?
AF:
“Mbak Wilda. Mungkin ada kelanjutan dari Anak Rantau hehe”
#12 Pertanyaan Wahyu – Solo
Siapa penulis idola Bang Fuadi? Kenapa
mengidolakan beliau? Apakah gaya menulis novel Bang Fuadi, di awal mula dlu,
mengikuti gaya tulis beliau?
AF:
“Untuk mbak Wahyu di Solo, saya tidak punya khusus satu atau dua idola ya, saya
banyak baca buku penulis-penulis dari Indonesia dan dari luar negeri. Tapi kalo
ditanya buku siapa yang suka saya baca, antara lain saya suka baca buku Pram
kalo dari Indonesia, saya juga baca buku Bang Andrea, Kang Abik, Tere Liye,
penulis-penulis Indonesia saya baca. Tapi menurut saya untuk Pram dia mempunyai
kekuatan yang luar biasa dalam bercerita. Lalu saya menulis waktu negeri 5
menara itu juga sambil baca buku Khaled Hussaeni “Kite Runner”. Ketika saya
menulis anak rantau saya baca Huberly “To kill a Mocking Bird” dan mungkin
secara tidak langsung karya-karya yang saya baca ikut mempengaruhi tulisan saya
sedikit atau banyaknya.” (rekaman suara)
#13 Pertanyaan Shanty, Bandung
Apa pendapat Bang Fuadi mengenai
penerbitan buku Indie?
Sebaiknya kita coba mulai dari Indie,
atau sebaiknya langsung saja mencoba ke penerbitan major? Kalau memang belum
bisa tembus, itu artinya memang karyanya belum layak?
Atau bagaimana baiknya buat penulis
pemula yang ingin menerbitkan karyanya.
AF:
“Idealnya menulis di penerbit mayor. tapi kalau kelamaan menunggu bisa di
penerbit yang lebih kecil atau bahkan di indie/self publishing. Nah kalau
ditolak oleh penerbit mayor, bukan berarti tulisan kita jelek. mungkin tdk cocok saja dengan
selera editornya. sbg contoh novel eiffel im in love itu ditolak, lalu
diterbitkan sendiri, ternyata banyak pembacanya. setelah banyak pembaca barulah
penerbit mayor tertarik dan menerbitkan” (text)
AF:
“Jadi temen-temen menurut saya yang penting juga adalah pola pikir melihat
hubungan antara kita, pemilik naskah dan penerbit. Penerbit itu punya bisnis
menerbitkan buku artinya menerbitkan naskah. Misalnya semua penulis mogok dan
tidak pernah mengirim naskah ke sebuah penerbit maka mereka akan kebingungan,
mau menerbitkan apa? Masa menerbitkan buku gambar yang tidak ada tulisannya.
Nah artinya penerbit membutuhkan penulis, membutuhkan naskah, sementara kita
membutuhkan penerbit. Jadi relasinya adalah relasi yang setara antara penerbit
dan penulis. Nah itu pola pikir yang baik untuk kita terapkan. Supaya kita
tidak seperti meminta-minta kepada penerbit. Dua-duanya perlu.” (rekaman suara)
AF:
“Nah ini gak ada di pertanyaan, tapi saya ingin menambahkan buat teman2 yg akan
atau telah menerbitkan buku. Saat ini di jaman now ini, kita tidak cukup
menulis, penulis juga perlu ikut memasarkan karyanya, paling tidak di social
media. sayang kalau tulisan baik tidak dikabarkan ke dunia dan yg dibeli dan
dibaca tulisan yang biasa saja. sbg referensi, teman-teman bisa lihat bagaimana
sampai sekarang saya terus mempromosikan buku-buku saya. sila yg punya IG cek
di @afuadi bgm saya promosi. ada di fanpage "ahmad fuadi". silakan
diamati.”
Salam penutup dari Bang Fuadi: “Temen-temen semua intinya menurut saya menulis itu adalah perjalanan ke dalam “inner journey”. Perjalanan ke dalam diri kita menemukan nawaitu kita, menemukan niat kita, alasan kita menulis. Lalu kedua menemukan ‘what’ kita atau apa tema atau hal yang menggetarkan jiwa kita untuk ditulis. Kalo sudah ketemu sebuah niat yang kuat lalu ketemu sebuah tema yang membuat kita tidak akan pernah bosan membicarakan tema itu tiga hari tiga malam, itu adalah modal yang luar biasa untuk menulis. Menulis itu akan penuh energi dan penuh dengan perasaan. Lalu lakukan riset, ‘how’-nya lakukan riset. Lalu terakhir menulislah dengan sepenuh hati dan dimulailah dari sekarang. Jadi intinya menulislah dari hati karena akan sampai ke hati pembaca. Selamat menulis yaa.”
Oiya dapet titipan dari Bang Fuadi: "yang berminat punya buku-buku saya dg tanda tangan dan ucapan khusus + diskon, bisa order di WA tim saya. akan dilayani di hari dan jam kerja . wa nya. 0812 80197318. atau via email ke toko@negeri5menara.com"
Note:
Sebelumnya, ternyata Ahmad Fuadi juga
pernah ‘hadir’ di grup WA #ODOPfor99days sebelum sya bergabung…
Yang penasaran baca ‘oleh-oleh’nya bisa
mampir ke blognya teh Shanty:
Keren sih pembahasannya, semoga bisa Menerbitkan Buku
BalasHapus