Mendidik dengan Cinta dan Logika
Bu Elly Risman
Kuliah Umum Institut Ibu Profesional Bandung
Aula Graha Pustakaloka – Dispusipda Jabar
23 Sept 2017
Apakah cinta dan logika?
Bagaimana cara menunjukkan cinta yang semestinya?
Bagaimana cara pengasuhan berdasarkan cinta dan logika?
Apa tantangan yang dihadapi agar dapat menerapkannya dan bagaimana cara mengatasinya?
Dunia Anak-anak Kita (Zaman Sekarang)
Berbagai perubahan yg terjadi sangat cepat
Orangtua yang superrr sibuk
Ledakan cara berkomunikasi >> banyak berita hoax tersebar, yang di-share belum tentu berita bagus
Perceraian meroket >> kurangnya ilmu/bekal kehidupan berkeluarga
Renungan:
Ada ga yang belajar/mempersiapkan diri menjadi ortu/suami/istri yang baik sebelum membangun rumah tangga? (kalopun ada, sebagian besar setelah menikah)
Adanya mah sibuk sekolah, kuliah, les macem-macem, tapi adakah persiapan untuk menikah dan kehidupan setelahnya? >> pentingnya ilmu parenting
Jadi jangan hanya memikirkan gedung, catering, seragam, dekorasi dan printilan lainnya tapi ilmu bekalnya terlupakan :( #jleb
Peer pressure >> bullycide
Pornografi >> merusak otak! >> salah satunya karena pola asuh, saat ortu kelelahan karena bekerja namun anak ingin bermain lalu memberikan gadget-nya pada anak dengan kebebasan penuh, tanpa pengawasan :(
Fenomena lainnya: social climber >> 3F + 1R
3F >>> Fun | Fashion | Food + 1R >>> RelationshipGoals
Fun: ada anak kelas 6 SD yang ‘terkenal’ karena sering memberikan tutorial make up di youtube, viewers-nya sampe jutaan, secara tidak sadar ia mengkomersialisasi dirinya sendiri >> mana peran ortunya???
Fashion: sering kita lihat di mall-mall diadakan fashion show khusus untuk anak-anak >> sebenarnya ini keinginan siapa? Anak atau ortu? Anak-anak udah ngerti belum sih sebenernya mereka sedang apa? . Selain itu banyak juga anak yang meminta dibelikan pakaian atau aksesoris karena sedang nge-trend (ikut-ikutan temannya, lingkungannya)
Food: di suatu restoran mahal ditawarkan luxury dining yang harganya untuk 1-2 orang bisa mencapai jutaan >> tapi tetep aja laku ada konsumennya, meskipun di tempat yang sama bisa saja kita mendapat harga yang lebih murah, sebenernya apa ya yang mereka inginkan dengan membayar sebanyak itu?
RelationshipGoals >> fenomena awkarin yang banyak ditiru anak-anak zaman sekarang *sedih banget saat diperlihatkan foto-foto anak usia SD, SMP yang melakukan pacaran, bergaya sok imut meniru para model, tawuran, bahkan adegan suami-istri yang tidak layak dikonsumsi masyarakat umum
Fenomena-fenomena itu adalah “sedikit” bukti dari pola pengasuhan yang hanya “cinta”, tidak dengan “logika”
Beberapa berita yang juga menjadi topik utama di internet:
“Seorang anak SMP menggunakan data orang lain untuk membeli barang yang lagi nge-trend di toko on line”
“Seorang anak menggunakan kartu kredit ayahnya (hingga mencapai 100juta) untuk membeli ‘perlengkapan’ di game on line”
Kita tidak bisa menggunakan cara orang tua mendidik kita dulu untuk mendidik anak-anak kita di zaman sekarang
Jadi teringat Quote yang terkenal dari Ali bin Abi Thalib, r.a. >> “Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, Karena mereka hidup bukan di jamanmu”
Kecintaan pada Anak
>>> mengasihi, menyayangi, melindungi, memenuhi kebutuhan dan harapannya, memberikan yang terbaik, berkecukupan, tidak kalah dengan orang lain, bagaimana caranya dia sukses+berhasil+jaya & kaya
Cerita: Saat Bu Elly Risman tinggal di Amerika
Keluarga Bu Elly memiliki prinsip: anak-anaknya tidak boleh bekerja di tempat yang menjual barang-barang haram, seperti supermarket (menjual bir/khamr), restoran (biasanya ada produk babinya)
Maka ketika anak-anak lain bisa memiliki pernak-pernik lucu (gelang, kalung, dll), perasaan yang muncul di dalam diri anak-anak Bu Elly (semuanya perempuan): kesel, bete, marah, iri, …
Maka yang dilakukan oleh Bu Elly adalah duduk ngobrol bersama membicarakan perasaan yang timbul.
Bu Elly menyampaikan yang intinya perasaan yang muncul itu hanya sementara…
Mendidik tidak hanya dengan cinta tapi juga harus dengan prinsip.
Bisa saja Bu Elly membiarkan anak-anaknya juga kerja di supermarket dan restoran seperti anak-anak lainnya, agar bisa membeli barang-barang sesuai keinginan dan mengikuti trend, tapi bagaimana nanti pertanggungjawaban dihadapan Allah?
Cinta seringkali dikambinghitamkan “Apa-apa yang saya lakukan adalah karena saya cinta sama anak saya” >> segala diberikan, segala dipenuhi, segala dikabulkan… Benarkah seperti itu?
Cinta itu lebih mulia daripada itu…
Tipe pengasuhan anak, ada 2 gaya: gaya helikopter & gaya sersan pelatih.
Gaya Helikopter
Memaknai cinta seperti helikopter >> berputar-putar di atas anak.
Tak ada hari tanpa perlindungan.
Begitu tanda SOS, bantuan langsung datang, bahkan ga ada tanda SOS, bantuan juga datang.
Anak selalu diselamatkan-dijamin-“bail out”, bahkan ketika anak salah :(
Fenomena: anak dapet sanksi dari sekolah (memang anaknya salah), eh ortu dateng ke sekolah protes, akhirnya anak tidak mendapat konsekuensi.
Ortu tidak tega anak menjalani konsekuensi dari perbuatannya.
Berusaha membuat segala jadi mudah untuk anak, padahal ke depannya mempersulit anak untuk menegakkan kepala.
Yang ditangkap anak: “Kamu itu lemah, tidak bisa tanpa mama!”
Apa kesiapan anak menghadapi “hidup”? Emang ortu hidup terus? Kaya terus?
Seringkali yang membuat anak selalu menjadi “anak kecil” adalah prilaku ortunya.
Contoh: cerita tentang anak camping bersama teman-teman sekolahnya, lalu ada salah satu ibu yang khawatir berlebihan >> anak sudah makan belum, kedinginan ga, bisa masak mie ga, kasurnya nyaman ga yaaa, dst… Akhirnya ibu tadi memutuskan untuk melihat anaknya di tempat camping, tapi sebelumnya mengajak teman-temannya dulu (mama-mama yang lain), dan akhirnya ramailah para ortu mengunjungi anak-anaknya di tempat camping. Tapi bisa ketebak ya respon para anak ketika melihat ortu datang mengunjungi “iiih mama ngapain ke sini?”. Itulah salah satu “false belief”.
Dari satu ortu >> masyarakat. Individual false belief >> social false belief.
Akhirnya banyak dari kita hanyut dalam trend >> ga punya prinsip >> ikut-ikutan temen aja.
Akibatnya??? Tidak tahan terhadap kekuasaan di luar, tidak sanggup berpikir tentang dirinya, tidak mampu menangani masalah.
Gaya Sersan Pelatih
Memaknai cinta seperti seorang sersan pelatih
Semakin keras teriakan merasa semakin terkontrol
Terus menerus diperintah: “Apa mama bilang?”
Anak tidak sempat berpikir. Proses berpikirnya diambil alih: sersan pelatih.
Anak beranggapan: “Aku ga bisa mikir, mama aja yang mikir.”
Akibatnya??? Muncullah perasaan tertekan pada anak bahkan bisa tumbuh menjadi kebencian, terlalu banyak melakukan penghormatan.
Kedua tipe pengasuhan tadi atas nama “cinta”. Sukses di usia dini, bermasalah ketika remaja.
Bahkan sekarang anak-anak yang bermasalah tadi ada yang menjadi orangtua, maka timbullah masalah selanjutnya pada generasi selanjutnya.
Kedua tipe pengasuhan tadi juga mencuri “significant learning opportunity” anak.
Perlukah meninggalkan cara mengasuh yang lama?
Bukan sekedar menghadapi trend.
Ingin benar menurut islam, bukan sekedar menurut budaya.
Hidup adalah pilihan, pilihan >> hak diri sendiri >> tanggung jawab dunia-akhirat.
Kalo tidak punya prinsip >> menjadi orang-orang yang berbuat salah >> jadi teringat ayat ini:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” [Al-An’am/6:116-117]
Cerita: Pola pengasuhan ibunya Bu Elly Risman
Memanggil anak-anaknya dengan sebutan “buah hati”
Ketika ada sesuatu yang salah tidak langsung ditegur saat itu juga, tapi mencari waktu yang tepat (kelihatan santai) dan tidak di hadapan anak-anak yang lain.
Caranya yaitu “diduduki” >> diajak ngobrol di dalam kamar, ditanya baik-baik, didengarkan perasaannya, pintu kamar dikunci agar menjaga harga diri anak di hadapan anak-anak yang lain.
Saat kejadian “buruk” itu terjadi yang dilakukan ibunya Bu Elly adalah menuliskan kejadiannya di buku catatan, lalu saat “diduduki” maka buku catatan itu dikeluarkan dan diperlihatkan ke anak.
Dengan begitu harga diri anak terjaga dan anak siap menerima nasehat.
Cek! >> Islamic Brain Based Parenting
Fenomena sekarang >> anak-anak yang “jauh” dengan orangtuanya >> kenapa? Karena jarang bicara dengan perasaan, dari hati ke hati T_T
Gaya Pengasuhan
Gaya Otoriter: kasih sayang rendah, tuntutan tinggi
Gaya Membolehkan: kasih sayang tinggi, tuntutan rendah
Gaya Otoritatif: kasih sayang dan tuntutan seimbang
>>> Mau memilih gaya pengasuhan yang mana?
Pengasuhan CINTA dan LOGIKA
1. Putuskan masa lalu
2. Anak itu pinjaman
3. Konsep diri
4. Belajar dari kegagalan untuk bertanggung jawab
Putuskan masa lalu
“Parenting is all about wiring”
Secara tidak sengaja/tidak sadar kita meniru pola asuh ortu ke anak-anak kita.
Maka kenalilah pola asuh ortu kita >> ambil yang baik, buang yang jelek.
Cara melepaskan masa lalu >> menyelam ke dalam diri & mengembaralah ke masa lalu.
Tanyakan pada diri sendiri: “Bagaimana pemenuhan cinta yang diperoleh dulu?”
Kenali your inner child >> rapikan.
Be parents is not easy, fix your inner child first >> sholat yang khusyuk dan dzikir, ‘bicaralah’ pada Allah.
Pusaran CINTA pengasuhan yang efektif
CINTA yang tidak permisif >> apa-apa boleh
CINTA yang tidak mentolerir tingkah laku yang tidak respek
CINTA yang cukup kuat untuk membiarkan anak berbuat salah & mengizinkannya menjalani konsekuensi
Marilah belajar dari Adam & Hawa
Ketika di surga, Allah memperbolehkan Adam dan Hawa memakan apa saja yang mereka suka kecuali buah khuldi.
Namun ketika tidak memiliki ketetapan hati >> memakan buah tersebut >> konsekuensi: keluar dari surga.
Di surga saja ada “rules/batasan”, di rumah kamu?
Allah memberikan kesenangan, ada aturannya > ada konsekuensi.
Allah saja “tega” sama Adam, kamu dengan anakmu?
Di dunia, Allah memberi bekal pada Adam dan mengampuninya.
Jangan lupa kalo anda tidak tega, maka anak anda akan tega sama anda!
Cerita: ortu yang terlalu memanjakan anaknya, hingga akhirnya sekolah keluar negeri. Lalu ortunya sakit-sakitan. Apa yang dilakukan anaknya? Menelepon sepupunya lalu meminta sepupunya untuk mencarikan perawat untuk ortunya, bukan mendatangi dan merawat ortunya secara langsung T_T.
Jangan sampai anak anda mendapat kenikmatan menerima, tapi tidak pernah merasakan kenikmatan memberi.
Cerita: Anak berbuat salah >> menggigit tangan temannya
Bagaimana cara bersikap? Tarik napas yang panjang dulu >> berusaha senyum/tidak memperlihatkan wajah yang sangar >> tidak grasak-grusuk ketika itu terjadi (atau kalo bahasa kimianya >> tidak reaktif :p), karena kalo spontan bisa jadi inner child kita yang keluar. Dan saat itu anak belum paham kalo apa yang dilakukannya salah (sinaps antar syaraf di otak anak belum terhubung semua, belum berkembang semua)
Ketika kita senyum >> pada otak keluar hormon serotonin (anti-aggressive) >> senyum merupakan sedekah pada diri sendiri dan orang lain.
Pisahkan dulu kedua anak tsb, yang paling penting >> obati tangan anak yang sakit lalu kembalikan pada orang tuanya. Ajak pulang anak, bebersih badan dulu (cuci tangan dan kaki, kalo ngantuk biarkan tidur dulu, kalo lapar beri makan dulu). Setelah tenang, baru ajak ngobrol: “Nak, tadi ceritanya gimana pas main sama x?” >> mendengar aktif, kalo ngeles boleh kita coba gigit sedikit tangannya agar anak merasakan seperti apa rasanya digigit.
Jadi jangan ketika kejadian terjadi lalu teriak melarang dan marah-marah >> nanti dua2nya bisa nangis (yang satu nangis karena ketakutan dan yang satu nangis karena kesakitan) >> bicara baik-baik, ajak bicara di waktu yang tepat. #itugamudah
Apabila kita melihat struktur otak manusia, maka bagian yang bertanggung jawab sebagai tempat moral dan nilai adalah pre frontal cortex.
Jika dididik dengan baik dan benar, insya Allah bisa matang di usia 12-14 tahun (cek: kisah-kisah panglima Islam, salah satunya Muhammad Al-Fatih yang bisa menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun >> baca, pelajari, pahami kisah tarbiyah beliau)
Jadi jangan hanya mengasuh dengan cinta, harus ada logika yang mengimbangi.
Tugas kita dalam pengasuhan adalah membuat sambungan antar sinaps di otak sehingga membentuk kebiasaan pada diri anak.
LOGIKA
Berpusat pada konsekuensi.
Semua kesalahan punya konsekuensi logis.
KONSEKUENSI dengan EMPATI menghasilkan pengertian yang penuh CINTA terhadap kekecewaan, frustasi, dan rasa sakit yang dialami anak >> kekuatan perubahan pikiran.
Apa yang hilang dalam pengasuhan sekarang? DIALOG
Kita terbiasa buru-buru >> sekolah, PR, les, sekolah, PR, les, dan begitu terus berulang sehingga aspek lain terlupakan. Sekolah PR les memang perlu tapi bukan segalanya.
Cobalah belajar bicara pake emosi ke anak. Jangan bilang tidak sempat, apa karena ortu terlalu sibuk bekerja?
Misalnya ada kejadian anak-anak berbeda pendapat bahkan hingga berkelahi, coba ajak ngobrol dulu hingga akhirnya mereka belajar untuk mau meminta maaf dan memaafkan.
Jadi bukan memaafkan karena diperintah oleh ortu >> harus timbul dari dalam diri sendiri.
Anak itu Pinjaman
Hadirkan Allah dalam diri anak.
Anak adalah amanah >> penuhi haknya >> touchment dan rasa aman.
Penanaman agama harus dilakukan oleh kedua ortu >> bukan hanya mengandalkan guru di sekolah.
Agama diajarkan bukan hanya untuk BISA saja tapi dimulai dengan SUKA.
Carilah sumber rezeki yang halal dan thayyib.
Siapkan anak sebelum baligh >> iman, ibadah, akhlak.
Beri pengetahuan tentang pubertas (fiqh taharah)
Beri bekal tetang menikah dan kehidupan rumah tangga
Agama – budaya keluarga >> tameng pornografi.
Ayah harus hadir dalam pengasuhan, mendidik bukan hanya ibu. >> di Qur’an diberi contoh kisah Luqman dengan anaknya
Rumuskan tujuan pengasuhan bersama-sama, sepak bola aja ada gawang dan strategi, mendidik anak bagaimana?
Cerita: Keluarga Bu Elly Risman tidak menganut pendidikan linear life-style
Maksudnya? Tidak harus seperti ini >> TK-SD-SMP-SMA-S1-S2-S3-dan S S lainnya…
Apabila sudah mampu menikah, maka nikahkanlah terlebih dulu. Tidak ada syarat S3 dulu baru nikah kan?
Bisa break dulu, seperti anaknya Bu Elly setelah lulus master lalu memutuskan untuk ngaji di pesantren, mendalami ilmu agama. Atau boleh juga jalan-jalan dulu, atau kerja dulu…
Jadi kalo sudah punya prinsip >> guilty? Tidak, diomongin banyak orang? I don’t care!
Jangan mau terbawa-bawa arus, apalagi di zaman seperti ini.
Anak-anak mesti diajarkan mencari income sebelum baligh.
Ortu harus tega, misalnya anak mau jualan apa, biarkan saja orang mau bilang apa, toh kita tanggung jawabnya sama Allah >> itu yang namanya prinsip!
Sejak kecil lakukan transisi, beri hak anak untuk: berpikir, memilih, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan (BM3)
Jangan belum apa-apa sudah kita ambil alih, biarkan anak merasakan perjuangannya!
Peran kita? Yakinkan anak bahwa ia bisa, encourage dengan kata-kata positif “You can do it!”, seperti misalnya hal-hal ramah: mengikat tali sepatu, mengancingkan celana, menyiapkan bawaannya ke sekolah sehari-hari,…
Konsep Diri
Dimulai dengan membangun komunikasi >>
Membaca bahasa tubuh
Mendengar perasaan
Mendengar aktif
Ada 12 gaya popular dalam komunikasi dengan anak >>
Memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, mencap/melabeli, mengancam, menasehati, membohongi, menghibur, mengeritik, menyindir, dan menganalisa
Ke-12 gaya popular tersebut menimbukan perasaan negatif pada anak (kesel, bete, tidak dihargai, sedih, bahkan benci).
Kata-kata yang keluar dari mulut ortu akan mempengaruhi konsep diri anak.
Kata-kata yang buruk (celaan, sindiran, ancaman, …) >> konsep diri (kantung jiwa) jadi rapuh.
Kata-kata yang baik (pujian, semangat, penuh cinta, …) >> konsep diri (kantung jiwa) jadi padat.
Mendidik berarti membangun kantung jiwa anak.
Cara mengokohkan kantung jiwa anak harus dimulai dari memperbaiki konsep diri sendiri dulu.
3 kaki konsep diri = meja 3 kaki >>
Saya dicintai orang sekitar saya
Saya yakin saya punya kemampuan
Saya mampu mengontrol hidup saya (mungkin kata yang tepat adalah membuat keputusan dalam hidup, sedangkan yang mengontrol hidup kita adalah Allah)
Belajar Gagal untuk Bertanggung Jawab
Mempertemukan konsekuensi dan kesalahan anak dengan empati >> membuat anak matang, mandiri, bertanggung jawab, dan berani menjalani konsekuensi.
Tapi banyak ortu sekarang yang takut anaknya menderita, takut anaknya menanggung konsekuensi.
Tidak mau mendapat ‘cap ortu jelek’ atau ‘koq mamanya tega ya’.
Jangan takut dapat cap dari orang lain, pikirkan saja cap dari Allah.
Melindungi tidak sama dengan peduli, walau keduanya ada unsur cinta.
Peduli tidak sama dengan melindungi dari semua kesalahan, karena biarkan anak belajar dari proses, mereka akan berkembang.
Ada 2 pilihan tentang belajar gagal:
Biarkan anak sedih sedikit >> anak akan belajar dari pengalamannya.
Mau anak sedih mendalam >> sudah besar tapi tidak bisa bertanggung jawab.
Jadi cinta dan sikap ortu adalah KUNCI bagaimana anak menangani masalahnya ketika remaja dan dewasa.
Tentang TANGGUNG JAWAB
Hindari menggunakan kata tanggung jawab.
Semakin banyak disebutkan, semakin tidak dilakukan anak.
Tanggung jawab itu tidak diajarkan!
Tanggung jawab dicontohkan dan dibuktikan – empati terhadap kegagalan.
Hal yang paling sulit dipelajari adalah yang dikatakan harus kita dikerjakan.
Tanggung jawab tidak tumbuh tanpa kesempatan, misal cara melatihnya dengan berjualan cemilan untuk teman-temannya.
Ortu yang mengasuh anak yang bertanggung jawab >> sedikit waktu dan tenaga untuk gusar tentang tanggung jawab anaknya.
Mereka lebih terpusat bagaimana anaknya punya kesempatan belajar dari prilaku yang tidak bertanggung jawab.
Kita harus belajar kapan ikut campur dengan masalah anak dan kapan membiarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri.
Ketika berdialog dengan anak yang berhubungan dengan tanggung jawab >> gunakan ‘thinking word’ >> misalnya: “Jadi bagaimana menurutmu?”
Letakkan tanggung jawab untuk berpikir, memilih, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan (BM3)
Anak yang bertanggung jawab >> tumbuh harga diri >> percaya diri >> berprestasi dalam hidup >> independent.
Jika kita mengabaikan tanggung jawab maka harus siap menanggung konsekuensinya.
Tips mengasuh dengan CINTA dan LOGIKA
Maafkan yang sudah lewat, mulai dari memaafkan diri sendiri dulu
Jangan marah, ajak bicara baik, mulai dari tarik napas yang panjang dan senyum (menenangkan diri)
Minta ampunkan pada Allah
Bermusyawarahlah dengan mereka >> dialog yang positif
Tutup aib anak, maka Allah akan menutup aibmu
Apabila melakukan kesalahan maka dikoreksi dengan tidak merusak harga diri anak
Ketika anak berhasil melakukan sesuatu >> hargailah dengan pujian, pelukan
Lengkapi pengasuhanmu dengan DO’A ^_^
Bagaimana kalo sudah terlanjur???
Buat daftar yang ingin diperbaiki >> misalnya 1 anak 1 kertas daftar
Buat prioritas, mana yang harus didahulukan
Tetapkan goal buat diri sendiri
Tetapkan goal yang realistis
Belajar komunikasi yang positif
Lengkapi diri
Siapkan mental
“Melayani pikiran anak”, bukan hanya melayani pikiran sendiri
Sediakan waktu/tidak tergesa-gesa
Cerita: Ayahnya Bu Elly Risman
Beliau berkata kepada Bu Elly (yang masih kecil): “Bisa saja aku menutupi tubuhmu dengan semua emas itu, bahkan menabur-naburkan permata di tubuhmu, tapi kamu tahu apa yang bakal terjadi? Tubuhmu akan busuk di dalam sana”
Hikmahnya: Apabila kita memanjakan anak dengan segala kemewahan >> anak kita bisa spoil/busuk/basi T_T
Closing:
Bergabung dengan komunitas Institut Ibu Profesional itu baik.
Terus menggali ilmu parenting itu juga baik.
Tapi itu semua TIDAK CUKUP!!!
Aplikasikanlah ilmumu pada keluargamu, lalu lingkunganmu.
Tentukan yang mana prioritasmu.
Jangan termakan ‘apa kata orang’ ketika kamu mengambil keputusan, biarkan sajalah… Allah yang Maha Melihat tahu apa niat sesungguhnya dalam dirimu.
Jangan pernah ragu sama kekuasaan Allah >> ini menunjukkan tingkat keimanan kita.
Allah yang memenuhimu, bukan kantormu :(
Ketika kamu mengurusi ‘pekerjaan’ di luar sana, atau bahkan mengurusi anak orang lain, lalu bagaimana anakmu? #jlebbb
Allah tahu mana yang terbaik buat kita. Segera ambil keputusan >> rezeki Allah itu luas.
.
.
Yang mau lebih dalam tau tentang Bu Elly dan yayasannya bisa cek di:
http://kitadanbuahhati.co/tentang-ykbh/
Yang mau gabung di grup
https://www.facebook.com/groups/1657787804476058/
Yang mau gabung di grup
Parenting with Elly Risman and family
di fb bisa klik link ini:https://www.facebook.com/groups/1657787804476058/
.
Subhanallah, merasa berkali-kali tertampar, tertohok, tertegun, beratttttt yaa jadi orangtua/pendidik di zaman sekarang… Butuh iman dan ilmu yang kuatttt….
Bener-bener jleb berkuadrat-kuadrat denger kata-kata Bu Elly, mendengar fakta-fakta sekarang, melihat fenomena yang dialami anak-anak sekarang, astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah…
Semoga Allah memberikan cahaya-Nya pada kita yang menjadi orangtua/pendidik di zaman sekarang…
Semoga catatan belajar ini bisa menjadi bekal, bermanfaat bagi siapapun yang membacanya (terutama bagi penulis)
.
.
Wallahu a’lam bishawab
Tulisannya mengalir gitu aja teh, kayak ikutan seminarnya.. jazakillah khoir..
BalasHapusAlhamdulillaah... waiyyaki teh :)
HapusJlebb banget mbak miranti...asyik dibacanya...makasih ya share ilmunya...sangat bermanfaat
BalasHapusIyaaa teh benerrr bangettt, jlebb jlebb berkali2...khas bunda elly risman yaa :). Alhamdulillaah sama2 teh :)
HapusJlebb banget mbak miranti...asyik dibacanya...makasih ya share ilmunya...sangat bermanfaat
BalasHapusEnak dibacanya ngga kaku, jazakillah khoir ya..
BalasHapusAlhamdulillaah bisa enak dibaca :D.. waiyyaki teh :)
HapusMaterinya bagus banget ya. Mudah-mudahan lain kali bisa ikut dengar langsung materi ini.
BalasHapusIyaaa teh shanty setujuuu bagussnya menamparrr dengan halus, hehe.. Bulan depan ada lagi teh seminar bunda elly risman di gedung pos jalan banda, aku share via wa yaa :)
Hapus